Santa

Penulis

Senin, 15 Desember 2014 00:00 WIB

Semuanya diawali dengan imajinasi dan keinginan bergembira.

Santo Nikolas pun jadi Sinterklas dan jadi Santa Klaus. Nun di benua yang dingin, legenda tentang seorang suci di abad ke-4 berkembang jadi tradisi yang tak jelas lagi asal-usul dan unsur-unsurnya. Ada bekas kepercayaan orang Jerman sebelum Kristen tentang Dewa Odin, tapi ada juga gambaran yang dibentuk lewat sebuah sajak yang tersiar di abad ke-19 dan kemudian diperkuat sebuah iklan Coca-Cola.

Ia makhluk asing yang tak disebutkan Injil. Ia produk Eropa yang dirakit di Amerika.

"Ia tampak seperti seorang penjaja yang membuka kantong dagangannya," demikian ia dideskripsikan dalam sajak yang ditulis Clement Moore menjelang Natal 1822. "Pipinya merona seperti mawar, hidungnya seperti sebutir buah ceri, mulut kecilnya yang lucu melengkung seperti busur, dan perutnya kecil bulat, terguncang-guncang bila ia tertawa."

Moore sebenarnya bukan seorang penyair; ia guru besar theologi di sebuah sekolah tinggi Kristen di New York. Sajak itu ditulisnya untuk dibaca di lingkungan keluarganya sendiri di malam Natal. Tak disangkanya profil manusia ajaib yang dikhayalkannya itu (yang ketika itu masih disebut "St. Nicholas") kemudian menyebar dan merasuk ke dalam hidup orang Amerika.

Advertising
Advertising

Mungkin di negeri Protestan itu tersirat niat untuk menampilkan seorang santo yang lain dari yang diproyeksikan Gereja Katolik: orang "suci" ala Amerika ini gembil dan gendut.

Mungkin ada sebab lain: St. Nicholas jadi Santa Klaus yang kocak, ramah, dan pemurah karena orang-orangdimulai di Belandamenghendaki sejenak kegembiraan. Mereka tak ingin terus-menerus takluk dipelototi para rohaniwan Calvinis yang mengharamkan sukacita lahiriah.

Atau mungkin sebab lain: di New York pada dua dasawarsa pertama abad ke-19 itu, ketika kapitalisme tumbuh dan bank-bank besar mulai didirikan, ada kebutuhan membuat keajaiban akrab kembali. Maka berkembanglah imajinasi tentang seseorang yang datang malam-malam dari negeri misteri dan masuk ke rumah diam-diam melalui cerobong asap. Ia tak menakutkan. Sekilas tampak sebagai seorang penjaja, ia sebenarnya tak berjualan apa-apa; ia malah membagi-bagikan mainan gratis.

Tapi jika "adat" itu dianggap sebagai subversi terhadap masyarakat yang dikuasai jual-beli, "perlawanan" itu tak bisa bertahan. Dengan segera kapitalisme menangkap dan menyulap tokoh dongeng ini.

Konon kostumnya yang merah-putih itu berasal dari penampilannya dalam serangkaian iklan Coca-Cola tahun 1940-anmeskipun sebenarnya Santa sudah tampil seperti itu dalam ilustrasi yang dibikin Norman Rockwell di sampul majalah The Country Gentlemen pada 1921. Bagaimanapun, modal dan media massa mencetaknya dengan sebuah identitas yang diulang-ulang. Ia dibuat agar mudah dikenali dan diingat sebagaimana lazimnya komoditas. Tanpa kejutan, tanpa ketakjuban.

Dan dengan energi baru Santa Klaus pun menembus pusat-pusat belanja. Ia bagian dari sekularisasi Natal, ketika saat yang disebut dengan syahdu dalam lagu "Malam Sunyi" itu ditarik keluar dari ruang yang takzim dan jadi bagian pasar yang meriah. Natal dan ke-Kristen-an berpisah. Di Jepang yang tak percaya Yesus, misalnya, ketika orang bersuka ria dengan pesta bounenkai (mari-lupakan-ini-tahun) di ujung Desember, satu acara Natal yang menarik dibuat di Roppongi: "Sexy Santa Party".

Orang-orang Kristen yang alim akan merengut, tentu, melihat hura-hura Santa macam ituyang makin menegaskan pemisahan Natal dari iman. Tapi umumnya kita lupa, orang Protestan sendiri pernah mengharamkan Natal. Ketika mereka menguasai Inggris, pada 1647, Parlemen menyatakan Natal sebagai "festival kepausan", papal festival, yang tak berdasarkan Alkitab. Di Boston, Amerika, perayaan Natal dilarang selama 20 tahun sejak 1659. Baru di pertengahan abad ke-19 orang Boston terbiasa bilang Merry Christmas. Kini di kota itu bahkan bisa dibaca iklan "Santa Claus for Hire", menawarkan tenaga-tenaga yang bisa memerankan Santa Klaus buat pesta.

Santa yang disewakan, yang bisa dipertukarkan, dengan segera jadi Santa yang muncul di segala sudut dunia seperti McDonald's dan Starbucks. Di abad ke-19 Thomas Nast menggambar sosoknya di majalah Harper's Weekly dengan wajah orang pedalaman yang kasar: ia dikesankan sebagai penghuni Kutub Utara yang belum dijinakkan peradaban. Kini ia lebih necis dan borjuis, bergerak tanpa paspor tanpa visa.

Mungkin sebab itu pemerintah Kanada membuat satu kampanye jenaka: Desember 2008, Santa Klaus diberi status warga negara. Kata menteri urusan kewarganegaraan, Santa "berhak kembali ke Kanada setelah perjalanannya melanglang dunia selesai".

Apa salahnya jenaka? Santa toh bagian kegembiraan (dan barang dagangan) yang tak perlu pikiran mendalam.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Borussia Dortmund dan Marco Reus Sepakat Berpisah Akhir Musim Ini

6 menit lalu

Borussia Dortmund dan Marco Reus Sepakat Berpisah Akhir Musim Ini

Borussia Dortmund telah mengumumkan bahwa Marco Reus akan meninggalkan klub akhir musim ini dan berstatus bebas transfer.

Baca Selengkapnya

Wakil Ketua DPRA Sebut Prabowo Bakal Kembalikan Dana Otsus Aceh 2 Persen

7 menit lalu

Wakil Ketua DPRA Sebut Prabowo Bakal Kembalikan Dana Otsus Aceh 2 Persen

Wakil Ketua DPRA Safarudin mengatakan meski suara Prabowo di Pilpres 2024 kalah di Aceh, namun dia berkomitmen kembalikan dana otsus 2 persen.

Baca Selengkapnya

Nasdem, PKS, dan Perindo Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel

7 menit lalu

Nasdem, PKS, dan Perindo Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel

Nasdem Sulsel menyatakan komunikasi politik tetap terbuka dengan partai lain guna menghadapi Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Mampir ke Jakarta Tzuyu TWICE Bagi Makna Kecantikan hingga Pose di Jalur Evakuasi

13 menit lalu

Mampir ke Jakarta Tzuyu TWICE Bagi Makna Kecantikan hingga Pose di Jalur Evakuasi

Tzuyu membagikan beberapa momen saat di Jakarta

Baca Selengkapnya

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

26 menit lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Piala Thomas 2024: Kunci Chou Tien Chen Kalahkan Viktor Axelsen dan Bawa Taiwan ke Semifinal

27 menit lalu

Piala Thomas 2024: Kunci Chou Tien Chen Kalahkan Viktor Axelsen dan Bawa Taiwan ke Semifinal

Taiwan akan menjadi lawan Indonesia pada babak semifinal Piala Thomas 2024. Chou Tien Chen mengalahkan Viktor Axelsen.

Baca Selengkapnya

Kelompok yang Rentan terhadap Cuaca Panas Berikut Dampaknya

37 menit lalu

Kelompok yang Rentan terhadap Cuaca Panas Berikut Dampaknya

Cuaca panas dapat berdampak lebih serius pada kesehatan orang-orang yang rentan, seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak karena dehidrasi.

Baca Selengkapnya

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

53 menit lalu

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

Kehilangan orang yang disayangi memang berat. Tak jarang, kesedihan bisa berlangsung lama, bahkan sampai bertahun-tahun.

Baca Selengkapnya

Jokowi Soal Susunan Kabinet Prabowo: Kalau Enggak Diminta Saran tapi Ikut Nimbrung, Enggak Boleh

1 jam lalu

Jokowi Soal Susunan Kabinet Prabowo: Kalau Enggak Diminta Saran tapi Ikut Nimbrung, Enggak Boleh

Menurut Jokowi, berbagai masukan tentang susunan kabinet mendatang itu boleh diberikan jika Prabowo meminta.

Baca Selengkapnya

3 Faktor Penyebab Sindrom Anak Sulung Perempuan

1 jam lalu

3 Faktor Penyebab Sindrom Anak Sulung Perempuan

Fenomena beban emosional yang dipikul oleh anak perempuan tertua alias anak sulung perempuan di banyak keluarga, sejak mereka masih kecil.

Baca Selengkapnya