Dalam Sajak

Penulis

Senin, 29 Desember 2014 00:00 WIB

mengenang Sitor Situmorang (1924-2014)

Agam Wispi pernah mengatakan, ia diselamatkan puisi. Penyair ini, seorang anggota Partai Komunis Indonesia, menulis sajak-sajak yang berarti bukan karena isinya semata, melainkan karena sikapnya kepada makna.

Ia memang pernah, beberapa waktu lamanya, mencoba menyerahkan makna kepada kebenaran yang diresmikan Partai. Tapi pada akhirnya ia tak bisa. Pada akhirnya ia kembali kepada puisi itu sendiri:

puisi, hanya kaulah lagi tempatku pulang
puisi, hanya kaulah pacarku terbang

Puisi, dalam sajak ini, adalah tempat yang akrab, semacam rumah, juga sesuatu yang menemaninya dengan setia, ibarat "pacar", dalam perjalanan jauh. Setiap penyair tahu, hidup dalam sajak adalah hidup dalam kata dengan makna yang tak tunduk kepada batasdan bersama itu kemerdekaan bergelora.

Ketika mengenang Agam, yang meninggal pada 2003, sebuah sajak Zen Hae menangkap geloranya: Agam Wispi, yang hidup sebagai eksil sejak 1965 dan meninggal di Belanda tempat terakhir perjalanannya, sebenarnya bukanlah "orang buangan".

Advertising
Advertising

kau menyebutku orang buangan. aku seorang kelana, sebenarnya. aku tidur dan jaga di atas kudaku. aku dan tungganganku adalah satu.

Dengan itu sang penyair menjelajah ke dalam wilayah yang terbentang luas: "sajakku jutaan bintang merah di bawah langit tanpa pintu."

Dengan itu pula sang penyair selamat dari ruang tertutup dan jalan buntuyang umumnya dialami para sastrawan yang harus, atau ingin, patuh kepada sebuah doktrin.

Dalam sebuah wawancara dengan Hersri Setiawan dalam jurnal Indoprogress November 2014, Agam menyatakan kesimpulannya: doktrin yang dulu ada kini tak memadai lagi.

"Yang dulu sudah tidak ada," katanya. "Nonsens itu! Sudah omong kosong. Buat saya sudah berakhir ide-ide soal 'Seni untuk Rakyat', 'Politik adalah Panglima' semua sudah ketinggalan."

Agam tak hendak berhenti, sementara slogan dan doktrin mengandung beban yang mudah mandek. Dalam pengembaraan Agam ada sesuatu yang mengingatkan kita kepada Chairil Anwar yang membelot kepada ruang yang meringkus: ia ingin terbang dalam "the only possible non-stop flying". Tanpa mendarat.

Tapi dalam sajak, seorang penyair tak mungkin sepenuhnya dalam "non-stop flying". Ia pasti pernah menyentuh tempat ia berasal, tempat ia pernah tinggal. Bahasa yang dipakainya mau tak mau terkait dengan sebuah lingkungan yang memberinya arti, biarpun arti itu tak permanen. Bahasa itu juga diutarakan tubuh yang dibentuk sebuah habitat yang menumbuhkan bunyi, irama, dan langgam tertentu.

Sitor Situmorang dalam banyak hal mirip Agam Wispi. Penyair ini juga disingkirkan (dipenjarakan, kemudian hidup di Eropa) setelah perubahan politik 1965. Ia juga meninggal di Belanda di sekitar tahun baru. Dan seperti Agam, ia pernah mengenal Eropa sebelum akhirnya hidup di sana. Agam di Leipzig, Sitor di Paris.

Kedua orang ini "kelana". Mereka berangkat dengan puisi sebagai "tunggangan". Tapi tampak, hubungan mereka dengan tempat asaltanah air, kampung halaman, dengan kenangan masa laluadalah hubungan yang ambigu.

Dalam wawancaranya Agam mengakui, ia tak merasa terikat lagi dengan Indonesia, tapi bahasa Indonesia adalah bahasa yang dipakainya untuk menulis puisi, biarpun bertahun-tahun ia hidup dengan bahasa Jerman.

Sitor, dalam sajaknya yang terkenal, "Si Anak Hilang", berkisah tentang dirinya yang pulang ke tepi Danau Toba, disambut ibu dengan bahagia. Tapi,

Anak diam mengenang lupa
Dingin Eropa musim kotanya
Ibu diam berhenti berkata
Tiada sesal hanya gembira

Malam tiba ibu tertidur
Bapak lama sudah mendengkur
Di pantai pasir berdesir gelombang
Tahu si anak tiada pulang

Anak itu tiada pulang, tapi sajak ini tak jauh-jauh terbang: di dalamnya kita merasakan langgam syair Melayu lama.

Begitu pula ketika Sitor berkisah tentang sebuah percintaan di Italia: frasa-frasanya yang mengejutkan dan mempersona adalah bentuk pantun yang dihidupkan kembali:

Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Andai abang tak kembali
Adik menunggu sampai mati

Bergerak antara pengembaraan yang tak kenal pulang dan keakraban dengan tempat asal, sajak-sajak ini sebenarnya tak ingin jadi pernyataan yang final. Hidup dalam sajak adalah hidup yang peka akan gerak yang berbeda dan bertentanganjuga dalam diri sendiri.

Mungkin itu sebabnya puisi tak bisa berbaris-baris, mengikuti tata. Plato mengusir para penyair ketika ia hendak meneguhkan sebuah Republik yang terjaga moralitasnya. Tapi (saya kutip Terry Eagleton dalam The Event of Literature, 2012) sastra bukannya berbahaya bagi moralitas, melainkan bagi moralismepenilaian moral yang diabstrakkan dan terlepas dari hidup manusia yang utuh. Sebab sastra selalu mengembalikan penilaian itu kepada konteksnya yang hidup dan rumit.

Artinya, beruntunglah kita punya penyair.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Depan Rumah Warga

5 menit lalu

Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Depan Rumah Warga

Seorang suami memutilasi istrinya. Pelaku diduga mengalami gangguan jiwa.

Baca Selengkapnya

Hasil Proliga 2024: Megawati Hangestri Kembali Gagal Bantu Jakarta BIN Hindari Kekalahan, Ditekuk Jakarta Popsivo

5 menit lalu

Hasil Proliga 2024: Megawati Hangestri Kembali Gagal Bantu Jakarta BIN Hindari Kekalahan, Ditekuk Jakarta Popsivo

Tim bola voli putri Jakarta BIN menelan kekalahan untuk kedua kalinya di arena Proliga 2024, kali ini dari Jakarta Popsivo.

Baca Selengkapnya

Masih Ada 2.086 Hektare Lahan Bermasalah di IKN, Basuki Hadimuljono: Pasti Clear

9 menit lalu

Masih Ada 2.086 Hektare Lahan Bermasalah di IKN, Basuki Hadimuljono: Pasti Clear

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono buka suara soal 2.086 hektare lahan di IKN yang masih bermasalah.

Baca Selengkapnya

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

9 menit lalu

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

Kelompok bersenjata Perlawanan Islam di Irak mengaku bertanggung jawab atas serangan rudal terhadap kota Tel Aviv dan Be'er Sheva di Israel.

Baca Selengkapnya

IMI dan TransTrack Bersepakat Kembangkan Teknologi Transportasi

11 menit lalu

IMI dan TransTrack Bersepakat Kembangkan Teknologi Transportasi

TransTrack menyediakan berbagai inovasi teknologi untuk berbagai kebutuhan manajemen operasional armada transportasi.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

17 menit lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

19 menit lalu

Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

Halal Fair 2024 menyajikan nuansa berwisata syariah bersama keluarga, digelar tiga hari di Jogja Expo Center Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

25 menit lalu

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

Kementerian PUPR bakal merelokasi merelokasi warga terdampak erupsi Gunung Ruang di Sulawesi Utara.

Baca Selengkapnya

Mengenal Nur Alim Jabrik, Legenda Sepak Bola Indonesia yang Memuji Timnas U-23

25 menit lalu

Mengenal Nur Alim Jabrik, Legenda Sepak Bola Indonesia yang Memuji Timnas U-23

Nur Alim legenda sepak bola Indonesia asal Bekasi memuji performa Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia U-23

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

27 menit lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya