Hoax dan Kenormalan Baru

Penulis

Jumat, 27 Januari 2017 00:54 WIB

Todung Mulya Lubis
Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia

Seorang mantan presiden mengeluhkan betapa banyak berita bohong, fitnah, palsu, atau hoax dan bertanya bagaimana nasib rakyat kecil di hadapan semua itu. Keluhan itu bukan tak beralasan karena memang di media sosial bertaburan hoax yang berisi berita bohong, palsu, manipulatif, dan fitnah. Di sana ujaran kebencian, kemarahan, dan niat jahat bercampur-baur dengan provokasi yang sangat berbahaya. Bisa-bisa rakyat yang awam termakan dengan semua kebohongan dan fitnah itu lalu bergerak melakukan sesuatu. Sebuah kekacauan bisa saja terjadi, sebuah rasialisme bisa meledak. Malah pergantian kekuasaan bisa saja menjadi ujung dari kekacauan dan kegaduhan yang membakar massa.

Seorang pengamat mengatakan bahwa produsen hoax paling besar dan sempurna adalah pemerintah karena pemerintah memiliki semua instrumen yang bisa diberdayakan untuk membuat hoax, lalu menyebarkannya. Ini bukan sekadar hoax, tapi di balik itu ada ikhtiar sistematis untuk menutupi kebenaran yang sengaja disembunyikan.

Pada dasarnya, hoax memang dibuat dengan sengaja untuk menyebarkan kebohongan dan kebencian karena hanya dengan itu massa bisa digerakkan atau, sebaliknya, disuruh berdiam diri. Bergantung pada isi hoax yang disebarluaskan, dampaknya juga bisa diukur. Kalau dulu sering disebut ada politik disinformasi, maka penyebaran hoax ini adalah kelanjutannya dan sekarang semakin luas menyebar.

Produsen hoax itu bisa siapa saja dan saya tak berani mengatakan bahwa pemerintah adalah produsen hoax paling besar dan sempurna. Dalam kecanggihan media sosial sekarang, siapa pun bisa memproduksi hoax lebih besar dari negara dan bisa lebih efektif. Tak berlebihan jika saya katakan bahwa telah tumbuh industri hoax yang berinduk pada banyak kepala, entah itu pemerintah, pihak swasta, atau individu. Hoax bisa diperdagangkan karena produksinya membutuhkan bukan saja keterampilan, tapi juga orang-orang yang berkomitmen untuk membuat strategi produksi dan penyebaran hoax. Karena itu, kampanye bisa disertai dengan hoax, pemerintahan bisa dipermainkan dengan hoax, dan para pesohor bisa dirusak karena hoax.

Dunia memang sedang berubah. Hal-hal yang dulu tak pernah terbayangkan sebagai kenormalan sekarang menjadi kenormalan dalam keseharian. Terorisme, isolasianisme, dan fundamentalisme telah menjadi kenormalan baru. Saya kira hoax juga sudah menjadi kenormalan baru. Suka-tidak suka kita mesti berurusan dengannya dan sekarang bergantung pada kita bagaimana menyikapinya.

Tak perlulah bahaya hoax ini dilebih-lebihkan. Kita mesti belajar menanggapinya dengan kepala dingin, jernih, dan cerdas. Kebohongan sesempurna apa pun tak akan bisa mengalahkan akal sehat. Kebohongan yang sifatnya individual tak perlu kita risaukan, tapi kebohongan yang menyangkut masa depan kita semua yang majemuk, harmonis, bersatu, dan toleran perlu kita tanggapi secara tegas. Kita tak boleh menganggap remeh hoax yang akan mencabik-cabik negeri ini.

Kita memiliki perangkat peraturan perundangan untuk melawan dan menghukum mereka yang memproduksi hoax yang memecah-belah bangsa. Pasal 156 dan 156a KUHP dan Pasal 27 dan 28 UU ITE bisa dipakai, walaupun itu adalah pasal-pasal yang sejak dulu kita tentang. Pasal-pasal tersebut masih bisa dipakai, tapi sebaiknya kita segera merumuskan perangkat perundangan baru untuk mengganti perangkat hukum yang cenderung bisa disalahgunakan itu.

Sering sekali penegakan hukum mengalami kesu-litan menghadapi hoax karena dia keluar dari akun yang tak jelas pembuatnya dan tak bisa dilacak. Mereka bisa diblokir, tapi akan lahir seribu akun pengganti. Jadi, tugas memblokir adalah tugas yang harus dijalankan meski akan lahir lebih banyak akun anonim dan palsu. Kita harus adu napas. Tapi kita juga tak boleh menafikan adanya akun anonim yang membantu membongkar kasus korupsi atau narkoba.

Ini tantangan bagi penegakan hukum dan intervensi melalui regulasi. Sikap Mahkamah Agung kita tidak begitu jelas. Kita tak pernah bisa membaca alasan rasional sikap Mahkamah Agung karena argumentasinya memang tak pernah dijelaskan secara rinci.

Bandingkan dengan Mahkamah Agung Amerika dalam kasus Cohen vs California (1971) dan United States vs Alvares (2012). Mahkamah mengatakan masyarakat Amerika punya komitmen nasional yang kuat untuk menyelenggarakan debat publik terbuka tentang hal yang tak boleh dilarang atau dihalangi. Dengan perspektif seperti ini, intervensi melalui regulasi tak boleh mematikan debat publik. Sebab, debat publik inilah tiang dan sokoguru demokrasi.

Sekarang ini RUU KUHP sedang diperdebatkan di DPR. Saya tak tahu sudah sampai di mana perdebatannya, tapi sekaranglah saatnya DPR dan pemerintah merumuskan ketentuan mengenai ujaran kebencian, hate crime, hoax, dan kejahatan cyber lainnya. Mari kita tunggu.

Berita terkait

AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

5 hari lalu

AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

AirNav Indonesia memastikan kabar adanya pesawat terbang rendah yang jatuh di perairan Bengga Nagekeo yang tersebar luas adalah tidak benar alias hoax

Baca Selengkapnya

Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

12 hari lalu

Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

Polda Bali buka suara perihal penangkapan paksa istri anggota TNI yang mempunyai anak usia 1,5 tahun dan menyusui di sel tahanan.

Baca Selengkapnya

Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

36 hari lalu

Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

BMKG menyatakan bahwa video tersebut bukan dampak dari gempa magnitudo 6,5 di Laut Jawa pada Jumat sore.

Baca Selengkapnya

Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

36 hari lalu

Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pidana berita bohong.

Baca Selengkapnya

Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

46 hari lalu

Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

Ratna Sarumpaet kembali menjadi perbincangan publik lantaran aksinya keluar rumah dengan mobil saat perayaan Nyepi di Bali.

Baca Selengkapnya

Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

50 hari lalu

Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

Pakar fertilitas dari RSCM ingatkan pentingnya edukasi diri soal kesuburan agar tercegah termakan isu hoax soal infertilitas.

Baca Selengkapnya

Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

53 hari lalu

Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

Le Minerale dapat menangkis berbagai serangan terkait keamanan dan mutu produknya dengan menggambarkan ketaatan perusahaan

Baca Selengkapnya

Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

53 hari lalu

Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

Upaya terus-menerus dari sejumlah pihak untuk memojokkan Le Minerale sejatinya tak lebih dari persaingan bisnis yang tidak etis.

Baca Selengkapnya

Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

53 hari lalu

Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

Masyarakat diminta agar selalu bersikap cermat dan bijak di jagad maya

Baca Selengkapnya

Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

26 Januari 2024

Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

YLKI meminta masyarakat untuk tidak termakan terhadap berita hoax tentang pelunasan utang pinjol.

Baca Selengkapnya