Pemimpin

Penulis

Senin, 23 Februari 2015 00:00 WIB

Kekuasaan mengurung orang dalam kesendirian, dan terkadang mengutuknya dalam kesepian. Ini bisa terjadi pada pemimpin mana saja, namun hanya sebuah novel yang bagus yang bisa melukiskannya: Cien aos de soledad ("Seratus Tahun Kesendirian"), karya tersohor Gabriel Garcia Marquez.

Mari kita baca lagi Marquez ketika ia lukiskan tahapan hidup Kolonel Aureliano Buendia sejak kekuasaannya semakin besar.

Di malam itu juga, ketika wewenangnya diakui semua komandan pemberontakan, ia terbangun dengan ketakutan, dan berseru meminta selimut. Dingin yang meretakkan tulang-tulangnya, yang menyiksanya bahkan di bawah terik matahari, telah membuatnya tak bisa tidur selama berbulan-bulan.... Mabuk kekuasaan yang semula dirasakannya pun mulai terburai ditempa rasa tak nyaman yang datang bergelombang... Perintahnya dilaksanakan bahkan sebelum ia ucapkan, bahkan sebelum ia pikirkan.... Tersesat dalam kesendirian kekuasaannya yang amat besar, ia mulai kehilangan arah.

Bagi sang Kolonel, dalam "kesendirian kekuasaannya" itu dunia dan manusia membuatnya risau. Ketika di dusun sebelah penduduk mengelu-elukannya dengan ramai, ia bayangkan sambutan itu juga diberikan orang-orang itu kepada musuhnya. Di mana-mana ia merasa orang menggunakan matanya, mata sang pemimpin, dalam menatap, menggunakan suaranyasuara sang pemimpinsewaktu berbicara. Ia duga mereka menyalaminya dengan rasa curiga sebagaimana ia menyalami mereka.

Dirinya pun terasa tercerai-berai dan lebih sendirian ketimbang sebelumnya. Dan akhirnyameskipun di awal novel ini disebut bahwa sang tokoh akan mati di depan regu tembakAureliano Buendia meninggal tanpa heroisme: ia mati tersandar di batang pohon castao tempat ayahnya yang sakit jiwa bertahun-tahun yang lalu diikat. Jalan raya yang dulu memakai namanya kemudian lenyap.

Advertising
Advertising

Tentu tak semua orang yang berkuasa akan berakhir suram. Tapi satu hal pasti: kesendiriannya. Di puncak piramida kekuasaan, orang tak akan bisa naik banding. The buck stops here: sebuah kalimat yang tertulis di atas meja kerja Presiden Harry S. Truman di Gedung Putih. Jika sebuah kebijakan sesat, sang presiden itulah yang akhirnya harus disalahkan. Sang presiden sendiri.

Kesendirian mengandung keberanian, tapi juga sesuatu yang buruk: keangkuhan. Truman hanya mau melihat dunia dengan sepasang mata sendiri.

The buck stops here: akulah yang memutuskan, akulah yang bertanggung jawab. Agaknya itulah sikapnya ketika Agustus 1945 ia perintahkan bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Membunuh hampir 270 ribu orang Jepang, termasuk para ibu dan anak-anak, Truman tak pernah menyesal. Ketika Oppenheimer, salah seorang perancang bom atom, mengatakan, "Pak Presiden, tangan saya berlumur darah," Truman menjawab ketus: "Yang berlumur darah adalah tanganku, dan biarlah ini jadi urusanku."

Truman tak pernah ragu. Ia tahu bahwa senjata itu sangat mengerikan, juga bagi masa depan manusia. Daya destruktifnya mirip, dalam gambaran Truman, "Pembinasaan dunia yang dinubuatkan di zaman Lembah Eufrat di masa Nabi Nuh." Ia juga tahu sejumlah jenderalnya, termasuk Eisenhower, menganggap Amerika tak perlu menjatuhkan bom atom untuk menaklukkan Jepang, toh Jepang sudah nyaris menyerah. Tapi Truman terus. Ia hanya mendengar penasihat yang disukainya: mereka yang menyetujui pandangannya.

Maka bom itu pun meledak. Sejak itu selama berpuluh tahun dunia ketakutan, dan perlombaan senjata yang paling dahsyat dalam sejarah manusia berlangsung. Menuju sebuah kiamat.

Apa yang dapat mencegah seorang pemimpin tertinggi, dalam kesendiriannya, membuat keputusan yang destruktif? Jawaban yang sederhana dan tak mengejutkan: percakapan. Tapi saya kira bukan cuma itu. Justru di pucuk kekuasaan seseorang perlu melihat bahwa kekuasaan itu tak hanya membantunya naik, tapi juga memerosotkannya pelan-pelan.

2003: Presiden Vaclav Havel mengundurkan diri dari kehidupan politik Cek. Sastrawan ini dulu dipilih jadi kepala negara setelah "Revolusi Beludru" yang tanpa percikan darah itu menang. Mungkin sebab itu ia orang yang peka akan rasa gentar yang tiap hari harus ditanggung sendiri oleh seseorang yang berkuasa.

Pidato perpisahannya diucapkan dengan nada murung tapi dengan kearifan yang dalam. Posisinya selama jadi kepala negara, katanya, bukan menyebabkannya beroleh pengalaman yang membuatnya yakin kepada diri sendiri. Justru sebaliknya: "Tiap hari saya kian menderita demam-panggung, tiap hari saya kian takut kalau-kalau saya tak pantas untuk pekerjaan ini." Ia sadar, orang sekitarnya, juga hati nuraninya sendiri, tak lagi bertanya apa yang ideal bagi bangsanya dan bagaimana mengubah dunia jadi lebih baik. Lama-kelamaan yang ditanyakan hanya: apa yang sudah dicapainya dan apa yang akan jadi peninggalannya setelah tak berkuasa lagi.

Mungkin karena ia makin merasa sendirian jauh di atas.

Nun di atas, seorang pemimpin lebih mungkin melihat liku-liku perjalanan sejarah yang tak bisa ia kuasai. Di sana pula kesendirian dalam kekuasaan terasa sama dengan kesendirian penyair dalam puisi: masing-masing berada dalam kesunyian yang tak bisa diwakilkan. Tapi, kalaupun sejarah pernah membuat seorang penyair mengalami posisi penguasa, kalaupun sejarah menjadikan sang penyair seorang pemimpin, kita, kata Havel, "Tak dapat mengharapkan dunia akan tiba-tiba jadi sebuah sajak."

Dunia memang tak akan jadi sesuatu yang indah hanya berkat kekuasaan seorang pemimpinkekuasaan yang mengurungnya dalam kesendirian.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

3 menit lalu

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

Ririn dianggap tokoh milenial muda yang dapat mewakili gender yang menjadi jumlah pemilih dominan di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

3 menit lalu

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

Satgas Pasti khawatir layanan pinjaman dana online atau pinjol baik yang resmi ataupun ilegal berkembang dan digemari masyarakat. Kenapa?

Baca Selengkapnya

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

16 menit lalu

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

Jumlah penyandang disabilitas yang mendaftar rekrutmen Bintara Polri meningkat

Baca Selengkapnya

Kelompok Petani Singgung Janji Reforma Agraria Jokowi yang Tak Tuntas di Demo Hari Buruh

21 menit lalu

Kelompok Petani Singgung Janji Reforma Agraria Jokowi yang Tak Tuntas di Demo Hari Buruh

Dewi mempertanyakan jumlah tanah yang sudah dikembalikan kepada rakyat dalam agenda reforma agraria Jokowi.

Baca Selengkapnya

Kena Modus Salah Transfer dari Pinjol Ilegal? Ini Penjelasan Pakar Hukum

22 menit lalu

Kena Modus Salah Transfer dari Pinjol Ilegal? Ini Penjelasan Pakar Hukum

Layanan pinjol ilegal PundiKas menstransfer sejumlah uang tanpa persetujuan yang diklaim sebagai utang.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Penyebab Aplikasi UTBK Mati, Panitia UTBK Sediakan Kemeja, Janji Microsoft

28 menit lalu

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Penyebab Aplikasi UTBK Mati, Panitia UTBK Sediakan Kemeja, Janji Microsoft

Topik tentang kendala teknis mewarnai hari pertama pelaksanaan UTBK SNBT 2024 menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Hari Ini di PN Jaksel

32 menit lalu

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Hari Ini di PN Jaksel

Penyidik mempunyai bukti bahwa Panji Gumilang pada tahun 2019 telah menerima pinjaman dari bank sejumlah Rp 73 miliar.

Baca Selengkapnya

Belanda Jajaki Peluang Kerja Sama di IKN

32 menit lalu

Belanda Jajaki Peluang Kerja Sama di IKN

Sejumlah perusahaan dan lembaga penelitian di Belanda, telah memberikan dukungan kepada Indonesia, termasuk terkait IKN

Baca Selengkapnya

Kuartal Pertama 2024, Laba Bersih Bukit Asam Melorot 31,9 Persen

32 menit lalu

Kuartal Pertama 2024, Laba Bersih Bukit Asam Melorot 31,9 Persen

Bukit Asam membukukan laba bersih kuartal I 2024 sebesar Rp 790,9 miliar atau anjlok 31,9 persen secara tahunan dari Rp 1,16 triliun.

Baca Selengkapnya

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

32 menit lalu

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.

Baca Selengkapnya