TEMPO.CO, Jakarta-
BUNHEADS
Kreator : Amy Sherman-Palladino dan Lamar Damon
Pemain : Sutton Foster, Kelly Bishop, Kaitlyn Jenkins, Julia Goldani Teller, Bailey Buntain, Emma Dumont
Kali ini kita melihat jejak Gilmore Girls dalam format baru. Stars Hollow menjadi Paradise. Lorelai Gilmore menjadi Michelle Sims. Dan selebihnya, ini sebuah serial baru dengan sidik jari yang sama.
Seorang kreator sebetulnya pantang mengulang kesuksesan karyanya sendiri dengan pola yang sama. Namun sineas seperti Ang Lee yang selalu saja membuat film yang sangat berbeda dari satu karya ke karya lainnya memang spesies langka.
Ami Sherman-Palladino tampaknya tak keberatan membuat sebuah karya yang ‘mengulang’ pola kesuksesan serial sebelumnya. Para penggemar fanatik serial Gilmore Girls pasti akan segera mengenal dengan segera sidik jari Sherman-Palladino dalam serial baru Bunheads yang kini bisa dinikmati di Starworld dan juga dalam bentuk DVD.
Alkisah kita bertemu dengan tokoh utama Michelle Simms (Sutton Foster), seorang perempuan muda penari latar Las Vegas yang merasa bosan dan terjebak dalam pekerjaan yang sama sekali tak dinikmatinya. Seorang penari balet di masa lalunya, Simms yang rajin menghadiri audisi pertunjukan musikal Broadway dan selalu mengalami penolakan hingga akhirnya dia begitu frustrasi dan dalam keadaan mabuk dia menerima tawaran menikah dengan seorang pengagumnya, Hubbell Flowers (Alan Ruck) yang menjanjikan untuk menetap di rumahnya yang menghadap pantai di sebuah kota kecil bernama Paradise. Keputusan impulsif yang sinting. Apalagi setelah memandang pasir dan bunyi ombak di atas teras rumah Hubbel itu, Michelle baru menyadari ternyata lelaki dewasa itu masih satu rumah dengan ibunya, Fanny (Kelly Bishops) ,seorang perempuan di usia senja bekas balerina terkemuka yang kini memiliki studio balet yang berisi anak-anak remaja perempuan yang mendalami seni tari klasik itu dengan serius. Seluruh kampung semula tak menyambut perkawinan mendadak itu. Hubbel tewas tertabrak. Dan kini Michelle dan Fanny menghadapi sebuah hubungan baru yang tak nyaman, apalagi karena Hubbel memberikan seluruh harta ,tanah dan rumahnya untuk Michelle yang baru dikawininya selama 24 jam itu.
Aneh? Lucu? Tak mungkin?
Amy Sherman-Palladino selalu nekad untuk membuat plot pada hal yang nampak ‘tak mungkin’ dan entah bagaimana kita tak keberatan ditarik dalam dunianya yang ‘tak mungkin’, yang aneh, yang lucu, yang cerkas dan penuh fantasi. Mau tak mau, kita kemudian teringatan kampung fiktif Stars Hollow yang pernah menjadi kosa kata kita di tahun 1990 -an yang merasa ikut memiliki sosok ibu-anak Lorelai dan Rory Gilmore, pasangan unik yang (terlalu kompak) nyaris tak pernah bertengkar, hidup tanpa Ayah dan menjauhkan diri dari sang nenek-kakek yang kaya-raya dan angkuh. Kampung Stars Hollow yang penuh dengan penduduk aneh dan komikal itu kini bermetamorfosa menjadi Paradise yang isinya adalah Michelle, pendatang baru penari Las Vegas yang cara bicaranya begitu cepat dan cerkas seperti tokoh Lorelai. Jika Lorelai mempunyai seorang gadis semata wayang, maka dalam serial Bunheads, kita menemukan kwartet remaja penari balet Sasha Torres (Julia Goldani Telles), si cantik angkuh penari perfeksionis; Boo aka Bettina Jordan (Kaitlyn Jenkins) si gadis baik hati –yang sungguh mirip Drew Barrymore di masa muda—yang menjadi penegak moral kelompok; Ginny Thompson (Bailey Buntain) si blonda yang rebutan kekasih dengan Boo dan Melanie Segal (Emma Dummont) yang abangnya menjadi obyek hasrat kawan-kawannya. Hubungan Michelle dengan keempat penari balet inilah sebetulnya yang menjadi sumbu cerita sesungguhnya, sebagaimana hubungan Lorelai dengan puterinya yang selalu menjadi menggerak cerita.
Namun posisi Fanny sebagai ibu mertua yang karakternya tak terlalu jauh dari Emily Gilmore—kecuali Fanny bukanlah perempuan kaya raya—itu juga memiliki dinamika yang membuat kerinduan kita pada hilangnya serial Gilmore Girls terobati. Lantas muncul pula warga penduduk Paradise yang aneh dan banyak tingkah. Tetapi betapapun anehnya penduduk itu, Paradise seperti juga Stars Hollow sebetulnya diisi oleh orang-orang baik. Artinya di dunia Amy Sherman-Palladino, kita tak akan menemukan orang sakit atau psikotik seperti dalam dunia Criminal Minds, apalagi dunia David Lynch.
Kalaupun kita merasa adanya pengulangan pola, kita memaafkan karena kita semua rindu vakumnya hidup tanpa serial Gilmore Girls di mana tokoh-tokohnya berbincang dengan kecepatan yang luarbiasa dengan referensi budaya pop yang kental dan tokoh-tokoh yang nyeleneh yang menggelikan ,tanpa membuat kita khawatir akan ada ancaman pisau, darah atau perkosaan. Hidup di dalam dunia Palladino memang hidup aman dan manis, tanpa harus menjadi gulali. Setiap perubahan adegan, kita bahkan bisa mengenali scoring musik Sam Phillips yang biasa mengisi Bunheads yang berbunyi nyaris mirip dengan scoring serial Gilmore Girls.
Jika akhir dari musim tayang pertama tiba-tiba menjadi sebuah rekonstruksi akhir film Dead Poets Society, tentu saja bukan karena Sherman-Palladino sedang mencontek Peter Weir, melainkan dia sengaja memperlihatkan betapa kayanya referensi para tokohnya terhadap film, buku dan teater. “Kau tahu dalam film ini, gurunya toh harus pergi?” kata Michelle dengan suara sedih melihat para muridnya berdiri di atas bangku mencoba menghalangi kepergiannya.
Tentu saja di musim tayang kedua, kita akan melihat bagaimana Michelle kembali ke Paradise. Karena dari sanalah segala cerita dan cinta akan bersemi. Welcome back, Michelle. Welcome back Amy!
Leila S.Chudori