Akhiri Rangkap Jabatan

Penulis

Senin, 3 April 2017 23:05 WIB

Tradisi menempatkan penyelenggara negara sebagai komisaris di badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah harus diakhiri. Kebiasaan yang sudah berurat-akar itu tidak pantas diteruskan. Pekan lalu, menurut Ombudsman Republik Indonesia, dalam tiga tahun terakhir terdapat 99 penyelenggara negara menjadi komisaris pada 48 perusahaan negara atau daerah. Ini jumlah yang tentu tidak sedikit.

Banyak argumen kenapa kebiasaan ini tidak layak dilanjutkan. Dari sisi perundang-undangan, penempatan penyelenggara negara sebagai komisaris menabrak Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang ini melarang pelaksana pelayanan publik menjadi komisaris di badan usaha milik negara ataupun daerah.

Adanya penyelenggara negara di dalam badan usaha negara tentu berisiko menciptakan konflik kepentingan. Ada potensi munculnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) jika perusahaan yang dipimpin oleh pejabat eselon I itu mengikuti lelang pemerintah. Perusahaan itu menang bukan karena unggul atas apa yang ditawarkan, melainkan karena pengaruh penyelenggara negara tersebut.

Alasan bahwa pejabat pemerintah di perusahaan itu diperlukan untuk menjalankan fungsi pengawasan juga mudah dibantah. Sebab, pemerintah bisa dengan mudah menempatkan para profesional di dalam perusahaan negara itu. Bahkan para profesional ini bisa mencurahkan seluruh waktunya mengawasi jalannya perusahaan--hal yang tak bisa diharapkan dari penyelenggara negara yang ditempatkan di sana.

Selain itu, banyak instrumen yang bisa dipakai untuk pengawasan tanpa harus menempatkan seorang pejabat di sana, misalnya melalui rapat umum pemegang saham. Dengan posisi sebagai pemegang saham mayoritas, bukankah pemerintah bebas memilih manajemen yang sesuai dengan garis kebijakannya? Malah, pada BUMN/BUMD yang berstatus perusahaan terbuka, pengawasan tata kelola perusahaan sudah dikerjakan secara berkala oleh otoritas bursa.

Advertising
Advertising

Ada yang berpendapat bahwa kebijakan rangkap jabatan merupakan upaya memberikan tambahan penghasilan bagi pejabat pemerintah. Jika ini benar, sungguh mengusik rasa keadilan. Setelah muncul kebijakan remunerasi, pendapatan pejabat eselon I mencapai Rp 70 juta per bulan atau 1.750 persen lebih tinggi dari pendapatan per kapita Indonesia 2016 yang hanya Rp 4 juta per bulan.

Upaya menghapus rangkap jabatan sebetulnya pernah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani sembilan tahun lalu. Sri saat itu melarang anak buahnya merangkap jabatan di BUMN maupun perusahaan swasta setelah memperbaiki remunerasi pada jajarannya. Langkah Sri saat itu terbilang sukses karena efeknya adalah para pejabat di departemen memang hanya berfokus pada bidangnya.

Rangkap jabatan pada perusahaan negara harus diakhiri. Karena itu, sikap Menteri BUMN Rini Soemarno membolehkan pejabat eselon satu menduduki jabatan komisaris pada perusahaan negara patut kita sesalkan. Alasan pejabat itu bertindak sebagai pengawas tidak bisa diterima. Semestinya Menteri Rini memberi contoh dengan melarang tegas anak buahnya merangkap jabatan. Larangan itu setidaknya mencegah munculnya bibit KKN.

Berita terkait

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

44 detik lalu

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

Keputusan penyelenggara Eurovision diambil meskipun ketegangan meningkat seputar partisipasi Israel

Baca Selengkapnya

Belum Kunjung Mulai CPNS 2024, Kemenpan RB: Screening Dokumen Usulan Belum Selesai

8 menit lalu

Belum Kunjung Mulai CPNS 2024, Kemenpan RB: Screening Dokumen Usulan Belum Selesai

Kemenpan RB menjelaskan ada perbedaan teknis pengumpulan rincian formasi yang menghambat pengumuman CPNS tahun ini.

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

22 menit lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty International Kecam Polisi Masuk ke dalam Kampus dan Menangkap Mahasiswa di Makassar

29 menit lalu

Amnesty International Kecam Polisi Masuk ke dalam Kampus dan Menangkap Mahasiswa di Makassar

Amnesty International kecam kekerasan polisi di dua kampus di Makassar saat Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

39 menit lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

39 menit lalu

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

Pemerintah Kota Bandung ingin menghidupkan kembali Jalan Braga yang menjadi ikon kota sebagai tujuan wisata.

Baca Selengkapnya

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

54 menit lalu

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

Inflasi April 2024 sebesar 3 persen secara year on year.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

58 menit lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Pihak Kampus Akui Pengemudi HR-V yang Tabrak Bis Kuning Mahasiswa Universitas indonesia

1 jam lalu

Pihak Kampus Akui Pengemudi HR-V yang Tabrak Bis Kuning Mahasiswa Universitas indonesia

Kepala Biro Humas Universitas Indonesia membenarkan pengemudi Honda HR-V yang menabrak bis kuning atau Bikun merupakan mahasiswa UI.

Baca Selengkapnya

Warga Jawa Barat Rasakan 6 Gempa Sepanjang April 2024, Sebenarnya Terjadi 106 Kali

1 jam lalu

Warga Jawa Barat Rasakan 6 Gempa Sepanjang April 2024, Sebenarnya Terjadi 106 Kali

BMKG mencatat 106 kali gempa di Jawa Barat pada April 2024. Dari 6 guncangan yang terasa, gempa Garut M6,2 jadi yang paling besar.

Baca Selengkapnya