Waspadai Pinjaman Cina

Penulis

Senin, 13 Maret 2017 12:07 WIB

Tri Winarno
Peneliti Ekonomi Bank Indonesia.

Cina saat ini telah mencapai negeri dengan pendapatan menengah ke atas dan negara dengan perdagangan luar negeri terbesar di dunia. Cina juga menjadi negara dengan tingkat perekonomian terbesar di dunia. Pada 2014, pendapatan domestik brutonya mencapai US$ 10,3 triliun, naik dari hanya US$ 2,3 triliun pada 2005. Dengan demikian, produk domestik bruto (PDB) per kapitanya telah mencapai lebih dari US$ 14 ribu.

Pada akhir 2015, Dana Moneter Internasional (IMF) menambahkan renminbi, mata uang Cina, ke keranjang mata uang yang menentukan nilai Special Drawing Rights, satuan mata uang yang dipakai IMF untuk bertransaksi dengan 188 negara anggotanya. Langkah tersebut menempatkan renminbi sejajar dengan mata uang global utama, seperti dolar AS, euro, pound, dan yen.

Dengan bermodalkan kekuatan ekonomi dan cadangan devisa yang besar tersebut, Cina memperluas kepentingan geostrategisnya melalui Prakarsa Jalan Sutra (Silk Road Initiative). Cina membentuk Dana Jalan Sutra untuk mendukung proyek infrastruktur yang dicanangkan Presiden Xi Jinping, yakni "Satu Sabuk, Satu Jalan". Untuk merealisasi ambisinya tersebut, Cina telah mengalokasikan dana US$ 1 triliun.

Dengan bermodalkan devisa yang besar tersebut, Cina memberikan pinjaman kepada pemerintah negara-negara berkembang untuk membantu pembangunan proyek infrastruktur. Akibatnya, negara-negara tersebut terjerat jebakan utang sehingga rentan terhadap pengaruh dan kontrol Cina.

Tentu saja, memberikan pinjaman untuk kepentingan pembangunan proyek infrastruktur pada hakikatnya bukanlah suatu yang buruk. Namun proyek yang dibantu Cina tersebut sering tidak dimaksudkan untuk kepentingan ekonomi domestik negara penerima pinjaman, melainkan membuka akses Cina ke sumber daya alam atau untuk membuka pasar produk murah dan berkualitas rendah dari Cina.

Beberapa proyek yang telah beroperasi tidak mendatangkan keuntungan sebagaimana diharapkan. Misalnya, Bandar Udara Internasional Mattala Rajapaksa di dekat Hambantota, Sri Lanka, yang dibuka pada 2013. Ini merupakan bandara internasional tersepi saat ini. Begitu juga Pelabuhan Magampura Mahinda Rajapaksa di Hambantota yang sebagian besar menganggur.

Ditengarai, Cina berharap proyek-proyek tersebut tidak beroperasi. Musababnya, semakin besar beban utang negara-negara kecil itu, maka kian besar daya tawar Cina ke negara tersebut. Bagi negara yang terbebani utang Cina, mereka dipaksa menjual sahamnya atau memindahkan pengelolaan proyeknya ke badan usaha milik negara Cina.

Cina makin memantapkan langkahnya untuk memastikan bahwa negara-negara peminjam tersebut tidak dapat lepas dari jeratan utangnya. Sebagai imbalan atas penjadwalan utang, Cina meminta negara-negara peminjam memberikan tambahan kontrak proyek-proyek baru, sehingga mereka semakin terjebak oleh jeratan utang yang menggurita. Pada Oktober 2016, Cina menghapus utang Kamboja sebesar US$ 90 juta agar memperoleh tambahan kontrak utang baru yang lebih besar.

Pemerintah baru di beberapa negara, dari Nigeria sampai Sri Lanka, telah memerintahkan investigasi atas dugaan penyuapan oleh Cina terhadap pemimpin-pemimpin sebelumnya. Misalnya, Sri Lanka sebagai negara yang sangat strategis bagi Cina. Posisi Sri Lanka berada di antara pelabuhan paling timur Cina dan Mediterania. Bahkan Presiden Xi Jinping menyebutnya sebagai proyek vital dalam mewujudkan jalur sutra maritimnya. Tak mengherankan jika Cina kemudian menginvestasikan dana yang cukup besar untuk ukuran ekonomi negara berskala kecil seperti Sri Lanka.

Lantaran proyeknya secara keuangan tidak menguntungkan, maka utang pemerintah Sri Lanka ke Cina mengalami default. Alhasil, Sri Lanka membutuhkan pinjaman segar untuk mengatasinya dengan kompensasi memberikan proyek baru kepada Cina. Ini di antaranya berupa pembangunan Kota Pelabuhan Colombo senilai US$ 1,4 miliar. Selain itu, pemerintah Sri Lanka menyetujui penjualan saham 80 persen pelabuhan laut Hambantota ke Cina senilai US$ 1,1 miliar. Menurut Duta Besar Cina di Sri Lanka, Yi Xianliang, penjualan saham di pro- yek-proyek lain sedang didiskusikan untuk membantu memecahkan problem keuangan pemerintah Sri Lanka.

Dengan mengintegrasikan kebijakan luar negeri, ekonomi, dan keamanan, Cina telah memantapkan hegemoninya dalam perdagangan, komunikasi, transportasi, dan keamanan regional. Melalui strategi pinjaman, Cina telah menancapkan kendalinya. Karena itu, negara-negara yang belum terperangkap sebaiknya pandai-pandai mengambil pelajaran dari beberapa kasus di atas.

Namun bukan berarti kita harus memusuhi Cina dan mendukung Donald Trump. Bukan berarti kita antimodal dari Cina dalam bentuk apa pun, seperti investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya. Kita bisa menerima dengan syarat modal-modal tersebut benar-benar bermanfaat untuk perkembangan ekonomi domestik, terutama untuk penyerapan tenaga kerja nasional. Cina untung kita untung. Bukan Cina untung kita buntung.

Berita terkait

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

8 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

10 hari lalu

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan Bandara Panua Pohuwato menjadi pintu gerbang untuk mengembangkan perekonomian di Kabupaten Pohuwato dan Provinsi Gorontalo.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

11 hari lalu

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan kain batik pada hari terakhirnya di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April kemarin.

Baca Selengkapnya

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

15 hari lalu

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

Konflik Iran-Israel menjadi sorotan sejumlah pengamat ekonomi di Tanah Air. Apa dampaknya bagi Indonesia menurut mereka?

Baca Selengkapnya

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

17 hari lalu

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons soal imbas serangan Iran ke Israel terhadap harga minyak dunia. Ia mengatakan pemerintah akan memonitor kondisi selama dua bulan ke depan sebelum membuat keputusan ihwal anggaran subsidi bahan bakar minyak atau BBM.

Baca Selengkapnya

Airlangga Siapkan Antisipasi Imbas Tekanan Serangan Iran ke Israel Terhadap Perekonomian RI

17 hari lalu

Airlangga Siapkan Antisipasi Imbas Tekanan Serangan Iran ke Israel Terhadap Perekonomian RI

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi soal imbas serangan Iran ke Palestina terhadap perekonomian Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menko Perekonomian Airlangga Sebut Bakal Lakukan Antisipasi Imbas Serangan Iran ke Israel

17 hari lalu

Menko Perekonomian Airlangga Sebut Bakal Lakukan Antisipasi Imbas Serangan Iran ke Israel

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bakal melakukan antisipasi imbas serangan Iran ke Israel agar perekonomian tidak terdampak lebih jauh.

Baca Selengkapnya

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

22 hari lalu

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik bakal mencapai angka rata-rata 4,9 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Pengusaha Beri Masukan Peta Perekonomian ke Prabowo, Apa Isinya?

22 hari lalu

Pengusaha Beri Masukan Peta Perekonomian ke Prabowo, Apa Isinya?

Kalangan pengusaha di Apindo memberi masukan berupa peta perekonomian kepada pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya