Komnas HAM dan Paradigma Baru

Penulis

Kamis, 16 Maret 2017 03:31 WIB

Kemala Atmojo
Pemerhati masalah HAM


Kritik terhadap kinerja Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akhir-akhir ini terus bermunculan. Sepak terjang Komnas HAM dianggap kurang tajam dan tak terdengar gaungnya. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menyatakan Komnas HAM membutuhkan komisioner yang bisa membersihkan birokrasi, memutarbalikkan wajah negara dalam pemenuhan HAM, dan berkomunikasi dengan baik.


Sebenarnya, usaha pe-menuhan HAM saat ini tidak sesulit seperti era 1970-1980-an. Perubahan paradigma HAM telah terjadi di tingkat internasional dan nasional. Dalam Sidang Tahunan Ke-70 Majelis Umum PBB di Amerika Serikat, misalnya, Majelis menyepakati visi dan program Tata Dunia Baru yang hendak diraih melalui cetak biru 17 Sustainable Development Goals (SGDs) dan ratusan target guna membebaskan rakyat dan lingkungan dari kelaparan, ketimpangan, dan perubahan iklim. Visi dan program Tata Dunia Baru PBB ini disebut sebagai Agenda 2030 PBB. Implementasi agenda tersebut diharapkan dapat menjadi arah baru tata dunia guna mengatasi krisis sistemik yang merapuhkan daya tahan dan daya saing setiap negara.


Dinamika global selama 100 tahun terakhir memperlihatkan aneka risiko akibat pemanasan global, rapuhnya daya sangga ekosistem planet bumi, ledakan pertumbuhan penduduk, dan kemiskinan. Selain itu, terjadi konflik di zona kaya sumber alam, penipisan sumber daya alam akibat eksploitasi sistematis untuk pertumbuhan ekonomi tanpa upaya konservasi, rapuhnya kontrol negara terhadap sumber-sumber mineral, dan korupsi kronis di sektor-sektor sumber-sumber alam di berbagai negara.


Indonesia pun memiliki faktor risiko di atas. Sekitar 260 juta penduduk dan lingkungannya menghadapi risiko kenaikan level permukaan laut, gelombang laut, bencana alam, dan punahnya spesies-spesies langka.


Advertising
Advertising

Khusus perihal HAM pada bidang perdamaian, keamanan, dan keadilan, Resolusi Agenda 2030 PBB telah menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan tidak akan dapat direalisasikan tanpa perdamaian dan keamanan. Paradigma baru ini sangat berbeda dibanding sebelumnya. Dulu, banyak yang meyakini bahwa target investor adalah negara yang penduduknya dapat dieksploitasi dan dikontrol. Eksploitasi sumber-sumber alam dan tenaga kerja pada masyarakat periferal adalah tujuan investasi masyarakat kapitalis. Maka, untuk mempertahankan dominasi keuangannya, perusahaan-perusahaan multinasional berupaya mempertahankan kontrol terhadap penduduk di negara-negara miskin yang kaya sumber alam.


Pada awal abad ke-20 hingga akhir 1970-an itu, elite-elite dalam negeri menikmati keuntungan dari aliran investasi luar negeri dan berupaya melakukan kompromi guna menjaga keran aliran investasi asing. Rezim pemerintah menekan oposisi guna mengamankan investasi. Aliran pemikiran itu melihat bahwa represi terhadap HAM memudahkan suatu negara menjadi surga bagi investor asing.


Kini, paradigma lama tersebut sudah tidak mampu merespons krisis sejak akhir abad ke-20. Pertama, paradigma dan pendekatan pembangunan tersebut gagal menghasilkan pembangunan berkelanjutan yang mensyaratkan sehat, cerdas, damai, sejahteranya rakyat, dan sehat lestarinya ekosistem negara. Kedua, semakin kuat tuntutan masyarakat terhadap pengakuan, penjaminan, dan perlindungan hak-hak dasarnya. Ketiga, pendekatan dan paradigma lama sangat merapuhkan daya saing sumber daya manusia suatu negara.


Sejak akhir abad ke-20, banyak perkembangan skala global yang mendorong lahirnya paradigma baru: pembangunan bangsa dan negara berbasis HAM. Misalkan, Dewan Keamanan PBB mengutuk perdagangan ilegal berlian yang memicu perang saudara di Sierra Leone. Parlemen Eropa merespons laporan tentang pelecehan HAM yang dilakukan perusahaan-perusahaan asal Eropa di sejumlah negara berkembang. Orang-orang yang selamat dari tragedi Holocaust menggugat bank-bank, perusahaan-perusahaan asuransi, dan industri di Eropa dengan tuduhan terlibat dalam tindakan melanggar HAM pada masa Perang Dunia II. Para penggugat mendapat kompensasi jutaan dolar AS setelah dibantu pemerintah Amerika Serikat.


Awal abad ke-21, perusahaan-perusahaan yang dituduh melanggar HAM berisiko "dihukum" pula oleh pasar global. Hal ini dapat merapuhkan citra, reputasi, bahkan nilai saham perusahaan. Sejumlah riset empiris juga menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki level pengakuan, penjaminan, dan perlindungan HAM selalu mencatat hasil lebih baik dalam memenuhi syarat-syarat proyek infrastruktur yang didanai oleh Bank Dunia. Menurut Bank Dunia (1991), negara-negara yang menjamin HAM mampu meraih rata-rata kenaikan pendidikan perempuan dan pengurangan jumlah bayi meninggal.


Komnas HAM harus menjelaskan kepada pemerintah dan masyarakat bahwa pengakuan dan perlindungan HAM membuat suatu negara menarik bagi aliran investasi. Pengakuan dan perlindungan HAM dapat meningkatkan stabilitas politik dan mengurangi risiko biaya bagi investor akibat isu-isu pelanggaran HAM. Pengakuan dan penjaminan HAM pada akhirnya akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi program pengembangan sumber daya manusia dan mendorong masyarakat lebih terbuka, terlatih, dan efisien secara ekonomi.

Berita terkait

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

2 hari lalu

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

Komnas HAM Papua berharap petugas keamanan tambahan benar-benar memahami kultur dan struktur sosial di masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

Tambahan Pasukan ke Intan Jaya, Komnas HAM Papua Ingatkan Soal Ini

2 hari lalu

Tambahan Pasukan ke Intan Jaya, Komnas HAM Papua Ingatkan Soal Ini

Komnas HAM mengingatkan agar pasukan tambahan yang dikirimkan ke Intan Jaya sudah berpengalaman bertugas di Papua.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

2 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

3 hari lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

15 hari lalu

Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

Pertemuan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Komnas HAM tidak secara khusus membahas konflik di Papua dan upaya penyelesaiannya.

Baca Selengkapnya

Kecelakaan Maut Terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Pernah Terjadi Pula Tragedi Unlawful Killing di KM 50

18 hari lalu

Kecelakaan Maut Terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Pernah Terjadi Pula Tragedi Unlawful Killing di KM 50

Tol Cikampek Kilometer atau KM 50-an kembali menjadi lokasi tragedi. Sebuah kecelakaan maut terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek pada arus mudik lalu

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

20 hari lalu

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum

Baca Selengkapnya

Begini Kata Komnas HAM Soal OPM dan Kekerasan di Papua

21 hari lalu

Begini Kata Komnas HAM Soal OPM dan Kekerasan di Papua

Apa kata Komnas HAM soal OPM?

Baca Selengkapnya

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

22 hari lalu

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.

Baca Selengkapnya

Begini Respons Komnas HAM soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM

23 hari lalu

Begini Respons Komnas HAM soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM

Komnas HAM perlu mempelajari implikasi dari kebijakan pemerintah dengan perubahan penyebutan dari KKB menjadi OPM.

Baca Selengkapnya