Kekerasan Negara di Papua

Penulis

Jumat, 17 Maret 2017 01:48 WIB

Kekerasan Negara di Papua

Neles Tebay
Pengajar STF Fajar Timur di Abepura


Tanah Papua seakan-akan tidak pernah bebas dari kekerasan negara. Aksi kekerasan ini dilakukan oleh aparat negara terhadap warga sipil. Sejumlah kejadian sejak pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014 hingga kini memperlihatkan masih adanya kekerasan negara terhadap orang Papua.


Di Kabupaten Dogiyai, 20 Januari lalu, beberapa polisi menyiksa dan menganiaya Ferdinand T., Desederius Goo, Alex Pigai, dan Oktopianus Goo dengan menggunakan potongan balok kayu berukuran 5 x 5 sentimeter serta popor senjata di Markas Kepolisian Sektor Moanemani. Sepuluh hari sebelumnya, di tempat yang sama, Otis Pekei tewas dihajar polisi.


Pada 10 Januari lalu, Edison Matuan ditangkap polisi. Ia kemudian mengalami penganiayaan baik di kantor polisi maupun di Rumah Sakit Umum Daerah Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Sehari setelah ditangkap dan disiksa, Edison tewas.


Pada 2016, menurut Setara Institute, terjadi 68 kasus kekerasan negara di Provinsi Papua dan Papua Barat. Tindakan ini merupakan kelanjutan dari setahun sebelumnya. Setara Institute menyebutkan, selama Oktober 2014-Desember 2015, terjadi 16 tindak kekerasan negara.


Advertising
Advertising

Data di atas memperlihatkan orang Papua se-bagai korban kekerasan negara. Pelakunya adalah aparat keamanan, terutama anggota Polri. Kekerasan tersebut, apa pun motifnya, menyingkap dua hal. Pertama, orang Papua masih dipandang sebagai musuh negara. Kekerasan dilakukan untuk menghancurkan musuh tersebut. Karena itu, hanya orang Papua yang menjadi korban kekerasan negara sejak 1963. Sementara itu, sekitar 1,5 juta penduduk non-Papua di tanah Papua tidak pernah menjadi korban kekerasan oleh aparat keamanan karena dipandang sebagai sesama warga negara Indonesia.


Kedua, adanya praktek pendekatan keamanan. Menurut pemerintah, pendekatan keamanan untuk Papua sudah ditinggalkan dan diganti dengan pendekatan kesejahteraan. Tapi data di atas memperlihatkan bahwa banyak anggota Polri yang masih mempraktekkan pendekatan keamanan dalam menghadapi orang Papua. Buktinya, mereka dengan mudah menganiaya, menyiksa, hingga membunuh orang Papua.


Kekerasan negara telah melahirkan empat dampak. Pertama, orang Papua, terutama para korban dan keluarganya, bersikap antipati terhadap lembaga kepolisian. Banyak anggota Polri kurang dipercaya rakyat Papua. Sejumlah kantor polisi dilihat sebagai tempat penyiksaan dan penganiayaan yang ditakuti kebanyakan warga setempat.


Anggota Brimob yang ditugaskan di sejumlah kabupaten dipandang sebagai penyebab kekerasan yang meresahkan rakyat. Maka, orang Papua mendesak peme-rintah agar semua anggota Brimob ditarik keluar dari tempat tugas mereka. Orang Papua juga menolak rencana pembangunan Markas Komando Brimob di Wamena.


Kedua, antipati terhadap negara. Polisi melalui aksi kekerasannya memperkenalkan Indonesia sebagai negara berwajah seram bak monster yang siap menerkam orang Papua. Kekerasan negara yang dialami orang Papua selama lebih dari lima dekade membangkitkan sikap antipati terhadap negara. Nasionalisme Indonesia sulit tumbuh dalam diri mereka. Maka, para korban kekerasan negara kurang antusias mengibarkan bendera Merah Putih, misalnya, dalam peringatan proklamasi kemerdekaan RI.


Ketiga, kekerasan negara memperkokoh nasionalisme Papua, seperti yang terlihat pada generasi mudanya. Mereka mewarisi ingatan yang terluka akan kekerasan negara yang dialami orang tua selama Orde Baru. Kini mereka sendiri menjadi korban kekerasan negara. Maka, mereka pun melawan. Mereka juga memimpin tuntutan referendum Papua. Banyak orang Papua merasa bangga bila dapat mengibarkan Bintang Kejora, sekalipun tahu bahwa setelah pengibaran bendera tersebut mereka pasti akan ditangkap polisi, diadili, dan dipenjara belasan tahun.


Keempat, Papua menjadi isu internasional. Kekerasan negara di Papua menuai perhatian dari luar negeri. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan negara membahas isu hak asasi manusia di Papua. Negara-negara Pasifik yang tergabung dalam Pacific Island Forum sudah mengangkat isu HAM Papua pada 2015 dan 2016. Tujuh negara, yakni Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Tonga, Tuvalu, Kepulauan Marshall, dan Palau, mengangkat isu HAM Papua dalam Sidang Umum PBB di New York pada September 2016 dan Sidang Dewan HAM PBB pada Februari 2017.


Kekerasan negara terhadap orang Papua harus dihentikan. Orang Papua harus diperlakukan sebagai warga negara Indonesia. Anggota TNI dan Polri ditugaskan ke tanah Papua bukan untuk melakukan kekerasan, melainkan melindungi sesama WNI, baik orang Papua maupun non-Papua. Semoga kunjungan Presiden Jokowi ke Papua dapat menghentikan kekerasan negara.

Berita terkait

Putra Perdana Menteri Fiji Didakwa atas Kekerasan Domestik di Australia

16 September 2022

Putra Perdana Menteri Fiji Didakwa atas Kekerasan Domestik di Australia

Putra Perdana Menteri Fiji Frank Bainimarama telah didakwa dengan serangkaian pelanggaran kekerasan domestik di Australia.

Baca Selengkapnya

Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak

18 Juli 2022

Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak

Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Presiden tentang strategi penghapusan kekerasan pada anak Salah satu pertimbangan terbitnya Stratnas PKTA karena masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak.

Baca Selengkapnya

Mason Greenwood Ditahan Polisi, Manchester United Pastikan Tak Akan Berlatih

31 Januari 2022

Mason Greenwood Ditahan Polisi, Manchester United Pastikan Tak Akan Berlatih

Polisi disebut telah menahan Mason Greenwood dalam kasus kekerasan terhadap pacarnya, Harriet Robson.

Baca Selengkapnya

Mason Greenwood Dituding Pukuli Pacarnya, Ini Kata Manchester United

30 Januari 2022

Mason Greenwood Dituding Pukuli Pacarnya, Ini Kata Manchester United

Manchester United belum menjatuhkan hukuman kepada Mason Greenwood.

Baca Selengkapnya

PM Australia Morrison Berterima Kasih kepada John Howard, Kenapa?

14 Januari 2019

PM Australia Morrison Berterima Kasih kepada John Howard, Kenapa?

Bekas PM Australia Howard membantu menghentikan pertikaian domestik di sebuah jalan di Sydney pada pekan lalu.

Baca Selengkapnya

Ini Kata Djarot Soal Pria yang Gemar Kekerasan dalam Keluarga

3 Oktober 2017

Ini Kata Djarot Soal Pria yang Gemar Kekerasan dalam Keluarga

Djarot menyebut pria yang gemar melakukan kekerasan terhadap anak atau istrinya merupakan pria tak waras.

Baca Selengkapnya

Akhirilah Kekerasan Negara di Papua

24 Agustus 2017

Akhirilah Kekerasan Negara di Papua

Kekerasan negara terjadi lagi di Tanah Papua. Penembakan yang dilakukan anggota kepolisian dan Brigade Mobil di Kampung Oneibo, Kabupaten Deiyai, pada 1 Agustus 2017, menewaskan satu orang dan melukai 16 lainnya. Orang Papua akan mengingat peristiwa penembakan ini sebagai hadiah yang menyakitkan, yang diberikan negara dalam rangka perayaan ulang tahun ke-72 kemerdekaan RI.

Baca Selengkapnya

Jateng Zona Merah Kekerasan Perempuan dan Anak  

17 Mei 2016

Jateng Zona Merah Kekerasan Perempuan dan Anak  

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan Jawa Tengah masuk zona merah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca Selengkapnya

Mangkir, Pemeriksaan Ivan Haz Ditunda Senin Pekan Depan  

24 Februari 2016

Mangkir, Pemeriksaan Ivan Haz Ditunda Senin Pekan Depan  

Ivan Haz dilaporkan pembantunya, Toipah, atas tuduhan penganiayaan pada Oktober tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Jawa Tengah Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak  

1 Desember 2015

Jawa Tengah Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak  

Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah

terus meningkat dari tahun ke tahun.

Baca Selengkapnya