Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan, telah memastikan tak berencana menerbitkan peraturan daerah (perda) syariah. Pernyataan gubernur terpilih ini melegakan, tapi itu saja tak cukup. Dia harus memastikan bahwa administrasi pemerintahannya nanti tak akan membuka panggung bagi kelompok-kelompok yang selama ini terang-terangan menunjukkan intoleransi, radikal, dan menolak keberagaman.
Kekhawatiran bahwa Jakarta akan "disyariahkan" muncul karena, dalam masa kampanye, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menikmati dukungan kelompok-kelompok Islam yang dikenal bergaris keras. Setidaknya, pasangan ini tak pernah terang-terangan menolak dukungan kelompok itu. Bahkan kuat kesan mereka sengaja menggunakan dukungan kelompok itu untuk mendapatkan keuntungan elektoral.
Anies-Sandi, misalnya, diam saja ketika lawannya, pasangan inkumben Basuki-Djarot, dipojokkan dengan isu agama dan ras. Memang soal perda syariah tidak termasuk dalam 23 janji Anies-Sandi dan-mengutip pernyataan Anies-justru masuk 94 daftar fitnah terhadap mereka. Namun isu tentang nilai-nilai kemanusiaan seharusnya tidak pernah diabaikan siapa pun, bahkan harus lebih diutamakan daripada keuntungan politik pemilihan.
Anies-Sandi sudah memenangi proses pemilihan gubernur yang paling banyak diwarnai caci-maki, hujatan, dan fitnah ini. Meski baru akan resmi menjabat setelah Oktober mendatang, ada banyak hal yang mulai sekarang bisa mereka kerjakan. Salah satunya, keduanya sudah harus bergerak untuk menyatukan kembali warga Jakarta yang terbelah. Mereka harus menempatkan diri sebagai gubernur bagi semua warga Jakarta, bukan hanya milik para pemilihnya.
Segera berusaha mendapatkan kepercayaan dari pemilih Basuki-Djarot sangat penting. Bagaimanapun, jumlah pemilih inkumben tidak sedikit. Dari hasil penghitungan sementara Komisi Pemilihan Umum Jakarta, Anies-Sandi meraup 3.239.668 suara atau 57,95 persen, sementara pasangan Basuki-Djarot memperoleh 2.350.887 suara atau 42,05 persen. Tentu saja mendapatkan kepercayaan mereka tidak akan selalu gampang. Patut diingat, seperti halnya pada pemilih Anies-Sandi, pada pemilih Basuki-Djarot juga ada pendukung garis keras, sehingga tugas merangkul mereka makin sukar.
Cara terbaik yang bisa diambil Anies-Sandi untuk menyatukan kembali warga Jakarta adalah menegaskan sikap yang seharusnya diambil siapa pun kepala daerah di Indonesia, yakni tegas dan terang berpihak pada keberagaman. Intoleransi tidak boleh diberi tempat. Itu artinya, perda syariah cuma satu kasus.
Bagian terpenting yang harus dilakukan Anies-Sandi adalah meyakinkan khalayak bahwa mereka, meski mendapat dukungan kelompok Islam garis keras, akan tetap menjalankan tugasnya menjaga Jakarta sebagai kota toleran dan plural. Jakarta bukan milik satu golongan saja, apalagi golongan yang memimpikan Indonesia mengubah kebinekaannya. Ketegasan Anies-Sandi soal inilah yang ditunggu.