Lain Freeport, Lain Mahakam

Penulis

Senin, 3 April 2017 01:06 WIB

Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi UGM

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan soal divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia sangat lugas dan tegas, bahkan terkesan heroik. Keputusan Jonan itu seolah tidak lagi memberikan ruang bagi Freeport untuk menawar besaran komposisi divestasi sahamnya yang menjadi syarat izin usaha pertambangan khusus (IUPK), seperti diatur Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Ketegasan Jonan untuk memenuhi syarat IUPK itu yang menjadi salah satu pemicu CEO MacMoran menebar ancaman untuk memperkarakan Indonesia ke arbitrase internasional.

Berbeda dengan keputusan soal Freeport, Jonan justru memberikan peluang bagi Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation untuk memperbesar hak kelola di Blok Mahakam, dari 30 persen menjadi 39 persen. Tidak hanya itu, Jonan menawari dua kontraktor asing tersebut untuk tetap menjadi operator Blok Mahakam.

Padahal keputusan Menteri ESDM sebelumnya, Sudirman Said, sudah membatasi porsi hak kelola dua kontraktor tersebut maksimal 30 persen setelah masa kontrak berakhir pada akhir 2017. Awalnya, Sudirman Said akan menyerahkan 100 persen hak kelola kepada Pertamina sekaligus sebagai operator tunggal Blok Mahakam. Namun Pertamina memutuskan untuk mengajak kembali operator yang ada dengan memberikan hak kelola maksimal 30 persen.

Alasan yang dikemukakan Jonan untuk memperbesar hak kelola dan menawarkan hak operator adalah menjamin tidak terjadinya penurunan volume produksi saat dikelola Pertamina. Alasan itu secara tersirat menunjukkan bahwa Jonan masih meragukan kemampuan Pertamina untuk mempertahankan volume produksi dalam mengoperasikan Blok Mahakam. Alasan serupa juga pernah dikemukakan Menteri ESDM era pemerintahan SBY, Jero Wacik.

Sejak 2008, Pertamina telah berulang kali mengajukan usul kepada Kementerian ESDM untuk mengelola Blok Mahakam secara mandiri. Pertamina juga menyatakan kesanggupannya mengalokasikan dana investasi untuk mengoptimalkan produksi jika kelak ditunjuk sebagai operator tunggal Blok Mahakam. Namun kala itu Menteri Jero Wacik cenderung lebih memilih memperpanjang kontrak Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation ketimbang menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina.

Jero Wacik beralasan, Pertamina tidak mampu mengelola Blok Mahakam, baik dari sisi kemampuan sumber daya manusia, teknologi, maupun pendanaan investasi. Keraguan itu menunjukkan bahwa mental terjajah, yang menganggap bangsa asing lebih unggul daripada bangsa sendiri, masih menggelayuti para elite, meski Indonesia sudah merdeka lebih dari 70 tahun. Untungnya, Menteri Jero Wacik sudah digantikan Sudirman Said sebelum sempat memutuskan perpanjangan kontrak Blok Mahakam.

Kemampuan Pertamina dalam mengelola lapangan minyak dan gas di lepas pantai sebenarnya sudah tidak diragukan lagi. Selama ini Pertamina telah berhasil meningkatkan produksi di Blok Offshore North West Java, yang tingkat kompleksitasnya jauh lebih tinggi daripada Blok Mahakam. Pertamina saat ini memiliki lebih dari 1.500 karyawan dengan pengalaman rata-rata 20 tahun di operasi minyak dan gas lepas pantai. Selain itu, Pertamina masih dapat mempekerjakan mantan karyawan Total E&P Indonesie, yang 95 persennya merupakan warga negara Indonesia.

Pertamina juga sudah mewaspadai potensi penurunan produksi Blok Mahakam selama masa transisi. Untuk menjaga produksi gas tetap di atas 1 miliar kaki kubik (bcf), Pertamina akan meningkatkan jumlah sumur pengeboran dari enam menjadi 19 sumur. Pertamina bahkan telah menyiapkan dana US$ 180 juta atau sekitar Rp 2,34 triliun untuk membiayai pengeboran 19 sumur itu. Memang, pada awal pengambilalihan oleh Pertamina, produksi berpotensi menurun. Namun, dengan dioperasikannya 19 sumur itu, produksi gas akan kembali meningkat, yang diperkirakan bisa mencapai 1,6 bcf pada tahun berikutnya.

Pengalihan pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie ke Pertamina akan menjadi preseden baik bagi negeri ini. Pertamina akan semakin percaya diri dalam setiap pengambilalihan lahan minyak dan gas dari kontraktor asing. Ini akan meningkatkan akumulasi kemampuan Pertamina dalam mengelola lahan minyak dan gas, yang akan sangat berguna saat Pertamina mengoperasikan lahan minyak dan gas di luar negeri. Dengan begitu, Pertamina dapat menjadi perusahaan tangguh kelas global.

Maka, tak ada alasan bagi Menteri Jonan untuk meragukan kemampuan Pertamina dalam mempertahankan volume produksi setelah pengambilalihan Blok Mahakam. Jonan semestinya tetap konsisten dalam pengambilan keputusan antara Freeport dan Blok Mahakam. Jangan malah membuka peluang bagi Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation untuk memperbesar hak kelola dan tetap mempertahankan diri sebagai operator Blok Mahakam setelah berakhirnya kontrak pada akhir 2017.

Berita terkait

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

2 hari lalu

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN membuka lowongan kerja pada bulan Mei 2024 ini

Baca Selengkapnya

Bahlil Sebut Izin Freeport Diperpanjang sampai 2061, Tunggu Revisi PP Minerba

6 hari lalu

Bahlil Sebut Izin Freeport Diperpanjang sampai 2061, Tunggu Revisi PP Minerba

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan proses perpanjangan izin Freeport, yang habis pada 2041, hampir selesai.

Baca Selengkapnya

Riwayat Saham Freeport Indonesia: Dijual ke Bakrie dan Dibeli Lagi, Kini 61 Persennya Diincar RI

22 hari lalu

Riwayat Saham Freeport Indonesia: Dijual ke Bakrie dan Dibeli Lagi, Kini 61 Persennya Diincar RI

Presiden Jokowi memerintahkan divestasi saham lanjutan PT Freeport Indonesia sehingga negara mempunyai saham 61 persen.

Baca Selengkapnya

Jokowi: Freeport Bukan Milik Amerika Lagi

38 hari lalu

Jokowi: Freeport Bukan Milik Amerika Lagi

Presiden Jokowi kembali mengingatkan bahwa Indonesia merupakan mayoritas pemegang saham PT Freeport.

Baca Selengkapnya

Freeport Produksi 1,6 Miliar Pon Tembaga dan 1,9 Juta Ons Emas per November 2023

3 Desember 2023

Freeport Produksi 1,6 Miliar Pon Tembaga dan 1,9 Juta Ons Emas per November 2023

Hingga November tahun ini, PT Freeport Indonesia telah memproduksi 1,6 miliar pon tembaga dan 1,9 juta ons emas .

Baca Selengkapnya

Freeport Rogoh USD 370 Juta untuk Tutup Tambang Tembagapura pada 2041, Untuk Apa?

2 Desember 2023

Freeport Rogoh USD 370 Juta untuk Tutup Tambang Tembagapura pada 2041, Untuk Apa?

Freeport menyiapkan dana sebesar 370 juta dolar AS untuk menutup tambang di Tembagapura.

Baca Selengkapnya

Sejarah Konsesi Tambang PT Freeport Indonesia yang Kembali Diperpanjang hingga 2061

19 November 2023

Sejarah Konsesi Tambang PT Freeport Indonesia yang Kembali Diperpanjang hingga 2061

Izin operasi tambang perusahaan Freeport Indonesia kembali diperpanjang hingga 2061. Begini awal mula konsesi tambang tembaga dan emas di Papua ini.

Baca Selengkapnya

Kemendag Targetkan Perpanjangan Izin Ekspor Freeport Rampung Pekan Ini

6 Juli 2023

Kemendag Targetkan Perpanjangan Izin Ekspor Freeport Rampung Pekan Ini

Kemendag buka suara soal perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga milik PT Freeport Indonesia.

Baca Selengkapnya

Perpanjangan Izin Ekspor PT Freeport, Stafsus Menteri ESDM: Masalah Waktu Pembangunan Smelter

12 Juni 2023

Perpanjangan Izin Ekspor PT Freeport, Stafsus Menteri ESDM: Masalah Waktu Pembangunan Smelter

Staf Khusus Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, membantah pemerintah tidak tegas dalam melarang ekspor tembaga.

Baca Selengkapnya

RI Minta Tambahan Saham 10 Persen, Begini Kata Luhut dan Bos Freeport

31 Mei 2023

RI Minta Tambahan Saham 10 Persen, Begini Kata Luhut dan Bos Freeport

Menko Luhut Binsar Pandjaitan dan Bos Freeport Indonesia Tony Wenas buka suara tentang tambahan kepemilikan saham 10 persen.

Baca Selengkapnya