Rem Maut di Jalur Puncak

Penulis

Rabu, 3 Mei 2017 00:50 WIB

Sudah terlalu sering kecelakaan maut terjadi di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Penyebab dua kecelakaan terakhir, yang cuma berselang delapan hari, adalah rem blong. Dalam hal ini, bukan hanya pengemudi dan pemilik kendaraan yang mesti bertanggung jawab, tapi juga pemerintah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah merupakan penanggung jawab utama atas terjaminnya keselamatan angkutan.

Pada tragedi pertama, bus pariwisata HS Transport menabrak 7 mobil dan 5 sepeda motor di Megamendung. Empat orang tewas dalam kecelakaan yang terjadi pada dua pekan lalu itu. Polisi memergoki bus itu sempat mogok dan pengemudi hanya berbekal surat kehilangan STNK. Belakangan, terungkap pula si sopir tak punya surat izin mengemudi. Bukti uji kir bus pun palsu.

Masalah serupa terkuak dari tragedi bus pariwisata Kitrans yang menabrak 3 mobil dan 4 sepeda motor serta menewaskan 12 orang pada pekan lalu. Bukti kir bus tersebut ternyata juga bodong.

Bukan cuma masalah rem dan buku uji kir palsu yang muncul. Dua kendaraan itu rupanya tak terdaftar sebagai bus pariwisata. Semua ini menunjukkan lemahnya penegakan aturan dan pengawasan pemerintah. Rem merupakan faktor vital kendaraan yang menentukan keselamatan di jalan. Mengapa bus dengan rem yang bermasalah tetap diperbolehkan melaju di jalan?

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 133 Tahun 2015, dua bus itu semestinya diwajibkan melakukan uji kir per enam bulan. Dalam uji kir ini, kondisi mesin, rem, ban, emisi, lampu-lampu, dan kelengkapan kendaraan diperiksa. Polisi mesti mengusut siapa yang telah menerbitkan buku uji kir palsu untuk kedua bus tersebut.

Advertising
Advertising

Tanda kelulusan uji kelayakan kendaraan (uji kir) selama ini bisa "dibeli" secara mudah tanpa harus mendatangkan kendaraan. Pungutan liar juga kerap terjadi. Pemilik kendaraan pun sering kali malas mengurus uji kir karena terbatasnya fasilitas pengujian, sehingga antrean amat panjang. Karena itu, ide Kementerian Perhubungan yang ingin melibatkan swasta dalam pengujian kir bisa menjadi jalan keluar. Tapi tetap saja pemerintah perlu menata mekanisme pengawasan terhadap pemilik kendaraan yang nakal.

Razia kendaraan di daerah rawan kecelakaan, seperti Puncak, perlu dilakukan. Dalam lima tahun terakhir, ada 18 kecelakaan yang memakan puluhan korban di kawasan ini. Sebagian besar terjadi karena masalah rem yang tak berfungsi. Secara nasional, data Kepolisian RI dua tahun lalu menunjukkan rata-rata 74 orang meninggal setiap hari karena kecelakaan lalu lintas. Faktor kendaraan merupakan pemicu kecelakaan ketiga terbesar. Sebanyak 60 persen di antaranya disumbang oleh rem yang bermasalah.

Tragedi dua bus di jalur Puncak ini seharusnya mendorong pemerintah memperketat pengawasan angkutan umum. Pemilik angkutan perlu pula menyadari pentingnya pengujian semua elemen vital kendaraan, terutama rem.

Berita terkait

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

5 menit lalu

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

Aleksander Parapak tewas ditembak kelompok bersenjata TPNPB-OPM saat penyerangan Polsek Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

33 Desa di Wajo Sulawesi Selatan Terendam Banjir, Listrik Padam di Tengah Evakuasi

13 menit lalu

33 Desa di Wajo Sulawesi Selatan Terendam Banjir, Listrik Padam di Tengah Evakuasi

Banjir merendam 33 desa di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada Jumat, 3 Mei 2024, pukul 03.03 WITA.

Baca Selengkapnya

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

22 menit lalu

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

Perayaan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

29 menit lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

29 menit lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

34 menit lalu

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

Sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, mengalami panas ekstrem beberapa pekan ini. Suhu 40 derajat Celcius terasa 52 derajat Celcius.

Baca Selengkapnya

Bima NTB Diguncang Gempa Magnitudo 4,9, Dampak Pergerakan Lempeng Indo-Australia

35 menit lalu

Bima NTB Diguncang Gempa Magnitudo 4,9, Dampak Pergerakan Lempeng Indo-Australia

Gempa M4,9 di area Bima, NTB, dipicu aktivitas lempeng Indo-Australia. Tidak ada gempa susulan dan tidak berpotensi tsunami.

Baca Selengkapnya

Bandara di Jepang Ini Tak Pernah Kehilangan Bagasi Penumpang, Apa Rahasianya?

43 menit lalu

Bandara di Jepang Ini Tak Pernah Kehilangan Bagasi Penumpang, Apa Rahasianya?

Bandara Internasional Kansai Jepang pertama kali dibuka pada 1994, dan diperkirakan melayani 28 juta penumpang per tahun.

Baca Selengkapnya

Mengenal Ali Jasim Pemain Timnas Irak U-23 yang Berharap Indonesia Lolos ke Olimpiade

45 menit lalu

Mengenal Ali Jasim Pemain Timnas Irak U-23 yang Berharap Indonesia Lolos ke Olimpiade

Setelah timnas Indonesia U-23 dikalahkan Irak saat perebutan peringkat ketika Piala Asia U-23 2024, Ali Jasim mengungkapkan harapannya

Baca Selengkapnya

Pedagang Siomay Curi 675 Celana Dalam Wanita Demi Kepuasan Seksual

59 menit lalu

Pedagang Siomay Curi 675 Celana Dalam Wanita Demi Kepuasan Seksual

Polisi menangkap seorang pemuda berinisial J, 31 tahun, karena diduga mencuri ratusan celana dalam wanita dari berbagai indekos

Baca Selengkapnya