Pemilihan Rektor oleh Presiden

Penulis

Kamis, 15 Juni 2017 00:59 WIB

Darmaningtyas
Pengurus Keluarga Besar Taman Siswa

Pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri kita selalu penuh hiruk-pikuk dengan politik primordialisme dan sektarianisme. Tidak jarang proses pemilihan menimbulkan gesekan antar-civitas academica berdasarkan ideologi atau agama yang dianut dan kadang berakhir di pengadilan karena saling gugat, mirip seperti pemilihan kepala daerah. Seorang kolega yang pernah ikut bertarung dalam pemilihan rektor mengaku dilobi dari kelompok tertentu yang siap mendukung. Tapi, kompensasinya, bila terpilih menjadi rektor, asistensi pendidikan agama mereka pegang.

Asistensi pendidikan agama di perguruan tinggi negeri menjadi rebutan kelompok-kelompok tertentu karena merupakan ruang yang sangat strategis untuk melakukan kaderisasi maupun indoktrinasi kepada kaum muda potensial. Hampir semua perguruan tinggi negeri menempatkan jadwal asistensi agama pada masa-masa awal kuliah, saat pemikiran mahasiswa masih jernih dan mudah diarahkan sesuai dengan kehendak dosen atau mentor. Siapa yang menguasai ruang tersebut akan menggenggam suara mahasiswa, dan menggenggam suara mahasiswa berarti menggenggam masa depan politik di negeri ini.

Jadi, wajar, bila saat pemilihan rektor di perguruan tinggi, hak pemberi asistensi pendidikan agama menjadi alat posisi tawar antara calon rektor dan pendukungnya. Padahal kampus adalah lembaga ilmiah. Pertarungan calon pemimpin di perguruan tinggi negeri semestinya pertarungan gagasan, pemikiran, dan program yang akan dilakukan bila terpilih menjadi rektor.

Kecenderungan membawa kampus ke institusi yang lebih bersifat politis dan tidak ilmiah itu bukanlah hal baru. Sewaktu menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1978-1983, Daoed Joesoef memandang penting untuk menormalkan kehidupan kampus sebagai lembaga ilmiah melalui program Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK). Daoed saat itu menengarai adanya kecenderungan kampus sebagai lembaga politik praktis sehingga memunculkan gesekan antar-civitas academica berdasarkan suku, agama, dan afiliasi politiknya.

Konsep NKK/BKK saat itu ditolak dan menimbulkan gelombang protes besar di kampus-kampus karena dinilai sebagai proses depolitisasi kampus. Namun, ketika kita sekarang merasakan polutifnya kampus-kampus dari penetrasi berbagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, kita baru menyadari kebenaran konsep tersebut.

Melihat perkembangan situasi politik kampus-kampus yang sudah dikuasai oleh kaum yang anti-Pancasila dan lebih suka mengusung ideologi khilafah, muncul wacana baru bahwa pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri akan dilakukan oleh presiden. Wacana itu tidak terlepas dari fenomena merebaknya paham radikalisme di kampus-kampus tersebut. Kampus pun dipakai untuk deklarasi negara khilafah oleh para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Bahkan ada sejumlah guru besar di sana yang terang-terangan mendukung berdirinya negara khilafah.

Gagasan pemilihan rektor oleh presiden sebetulnya secara yuridis tidak bertentangan dengan undang-undang. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi memiliki 35 persen suara dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri. Apalagi, berdasarkan pengalaman selama ini, suara pemerintah amat menentukan seseorang terpilih menjadi rektor atau tidak.

Namun pemilihan rektor oleh presiden itu cukup dilematis. Di satu sisi, perkembangan perguruan tinggi pasca-reformasi, terutama menyangkut otonomi kampus, sudah cukup jauh, termasuk dalam menentukan biaya yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Bila rektor dipilih oleh presiden, baik-tidaknya amat bergantung pada sosok presiden yang mampu memilih calon rektor secara bijak.

Namun, di sisi lain, bila pemilihan rektor dilepas seperti selama ini, konstelasi kampus-kampus amat bergantung pada dominasi organisasi mahasiswa di sana. Hal itu mengingat formasi sivitas akademika di kampus-kampus tidak terlepas dari dominasi organisasi ekstra mahasiswanya. Bila organisasi ekstra mahasiswa yang kuat HMI, yang direkrut menjadi dosen adalah mayoritas berlatar belakang HMI, dan secara otomatis rektor yang akan terpilih pun dari HMI. Demikian pula bila organisasi ekstra yang dominan itu GMNI, secara otomatis yang direkrut menjadi dosen mayoritas berlatar belakang GMNI dan demikian pula rektor yang akan terpilih. Intervensi presiden dalam pemilihan rektor dapat memotong siklus yang tidak sehat seperti itu dan mendorong ke kondisi yang lebih obyektif rasional (berdasarkan kompetensi).

Namun yang lebih utama lagi adalah memunculkan calon-calon pemimpin yang memang kompeten. Berdasarkan pengalaman selama ini, formasi dosen perlu dirombak dalam hal rekrutmen dosen baru agar lebih obyektif dengan mendasarkan pada kompetensi akademis, sosial, dan profesional; bukan berdasarkan afiliasi organisasi, apalagi berdasarkan suku dan agama.

Berita terkait

Risma Mundur, Siapa Kader PDIP yang Tersisa di Kabinet Jokowi?

23 jam lalu

Risma Mundur, Siapa Kader PDIP yang Tersisa di Kabinet Jokowi?

Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) resmi mengundurkan diri dari jabatannya. Siapa kader PDIP yang masih tersisa di kabinet Jokowi?

Baca Selengkapnya

Ibu Kota Pindah ke IKN, Heru Budi: Perlu Rp 600 Triliun Bangun Jakarta Menjadi Kota Global

1 hari lalu

Ibu Kota Pindah ke IKN, Heru Budi: Perlu Rp 600 Triliun Bangun Jakarta Menjadi Kota Global

Heru Budi mengatakan perlu dana Rp 600 triliun untuk membangun Jakarta menjadi kota global setelah ibu kota pindah ke IKN.

Baca Selengkapnya

Jokowi Cek Pasar Soponyono: Harga Pangan Turun

1 hari lalu

Jokowi Cek Pasar Soponyono: Harga Pangan Turun

Presiden Jokowi melakukan pengecekan harga pangan di Pasar Soponyono, Surabaya.

Baca Selengkapnya

Jokowi Terima Kunjungan Kehormatan Menteri Senior Singapura

2 hari lalu

Jokowi Terima Kunjungan Kehormatan Menteri Senior Singapura

Kehadiran Teo Chee Hean di Istana adalah kunjungan kehormatan kepada Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Dicecar Wartawan Soal Jet Pribadi Setelah Berhari-hari Dicari, Kaesang Bilang Izin Balik Dulu Lalu Masuk Mobil

2 hari lalu

Dicecar Wartawan Soal Jet Pribadi Setelah Berhari-hari Dicari, Kaesang Bilang Izin Balik Dulu Lalu Masuk Mobil

Anak Presiden Jokowi yang juga Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep akhirnya muncul di kantor DPP PSI setelah dicari-cari soal penggunaan jet pribadi.

Baca Selengkapnya

Pemilihan Rektor ITB 2025-2030 Dimulai, Begini Tahapan Lengkapnya

3 hari lalu

Pemilihan Rektor ITB 2025-2030 Dimulai, Begini Tahapan Lengkapnya

Pemilihan rektor baru ITB akan berlangsung selama tiga bulan, sejak 4 September hingga 30 November 2024.

Baca Selengkapnya

Tidak Hanya Menunggu Pendaftar, Panitia Pemilihan Ikut Cari Calon Rektor ITB

3 hari lalu

Tidak Hanya Menunggu Pendaftar, Panitia Pemilihan Ikut Cari Calon Rektor ITB

Hari ini ITB memulai proses pemilihan rektor. Ketua Search Committee Arcandra Tahar mengatakan akan aktif mencari kandidat yang pas.

Baca Selengkapnya

Setelah Mukidi Muncul Mulyono, Nama-nama Unik yang Viral di Indonesia

3 hari lalu

Setelah Mukidi Muncul Mulyono, Nama-nama Unik yang Viral di Indonesia

Nama Mulyono disebut sebagai nama kecil presiden Joko Widodo alias Jokowi. Nama ini menjadi viral, sebelumnya ada Mukidi dan jargon Masuk Pak Eko.

Baca Selengkapnya

Presiden RI Resmikan RSHS Bandung, ADHI: Wujud Komitmen Kualitas Infrastruktur Bangunan

3 hari lalu

Presiden RI Resmikan RSHS Bandung, ADHI: Wujud Komitmen Kualitas Infrastruktur Bangunan

Gedung baru milik Kementerian Kesehatan ini memiliki 8 lantai dengan total 490 tempat tidur dan berbagai fasilitas medis modern dengan teknologi baru untuk pelayanan ibu dan anak.

Baca Selengkapnya

Persiapan Istana Sambut Kedatangan Paus Fransiskus

3 hari lalu

Persiapan Istana Sambut Kedatangan Paus Fransiskus

Suasana Istana sebelum pertemuan Presiden Jokowi dan Paus Fransiskus.

Baca Selengkapnya