Prioritas Strategi Melawan Teror

Penulis

Minggu, 2 Juli 2017 21:54 WIB

Dua serangan langsung terhadap polisi dalam sebulan ini merupakan alarm bahaya nyaring ancaman kelompok teroris. Serangan yang menyasar polisi ini bukanlah yang pertama. Pemerintah perlu memiliki sejumlah strategi untuk menghadapi teror yang tak kunjung berhenti ini, selain tentu saja menemukan cara yang lebih tepat untuk melindungi polisi dari aksi balas dendam kelompok yang mereka buru tersebut.

Serangan terbaru terjadi pada Jumat pekan lalu di Masjid Falatehan, Jakarta, yang berjarak sekitar 200 meter dari Markas Besar Kepolisian RI. Setelah salat isya, dua orang yang berada di saf belakang merangsek ke depan, menusukkan pisau ke dua anggota Brimob, yakni Dede Suhatmi dan Syaiful Bakhtiar, sembari berteriak "kafir" dan "thogut" (berhala). Lima hari sebelumnya, seorang anggota Kepolisian Daerah Sumatera Utara tewas ditikam dua orang yang teridentifikasi sebagai teroris.

Dua kasus ini menambah panjang daftar polisi yang menjadi sasaran langsung teroris. Sejak 2011, setidaknya ada empat serangan serupa. Polri sadar bahwa anggotanya menjadi target. Menurut Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, polisi menjadi sasaran prioritas karena dianggap sebagai "kafir Harbi"-julukan untuk mereka yang dituding sebagai musuh kaum muslim karena memusuhi Islam.

Melindungi sekitar 430 ribu personel kepolisian dari serangan teroris bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan sumber daya besar dan dana yang tak sedikit. Perburuan terhadap teroris oleh Detasemen Khusus 88 Polri, tak bisa tidak, pun harus tetap dilakukan. Namun polisi juga harus memperhatikan kritik publik dalam soal ini, yaitu harus meminimalkan korban salah tangkap. Kebijakan tembak mati terhadap teroris sepatutnya menjadi alternatif terakhir. Mereka semestinya diupayakan ditangkap hidup-hidup agar bisa dikorek keterangannya dan ditelusuri jaringannya.

Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia mencatat, sejumlah serangan terhadap polisi dimulai pada 2010. Solahudin, peneliti dari lembaga itu, menyebut artikel yang beredar di tengah kelompok jihad berjudul "Wahai Bidadari Surga, Kupinang Engkau dengan Kepala Densus" sebagai deklarasi perang terhadap polisi. Peneliti ini juga melihat, selain ada pergeseran target teroris (sasaran sebelumnya adalah pub, hotel, atau kedutaan), terjadi perubahan pelaku dari kelompok menjadi perorangan alias lone wolf-seperti dalam penusukan polisi di Masjid Falatehan.

Advertising
Advertising

Perubahan ancaman itu bisa dijawab dengan memperkuat strategi selama ini atau memprioritaskan hal lain yang dianggap lebih mendesak. Selain menangkap dan menghukum teroris, strategi yang mesti ditingkatkan efektivitasnya adalah program deradikalisasi dan menangkal radikalisasi melalui Internet. Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika serta lembaga terkait seperti Badan Intelijen Negara, mesti bisa melawan indoktrinasi jihad dan segala hal yang berkaitan dengan teroris yang dilakukan melalui Internet dengan cara yang tepat.

Berita terkait

Pengamat Nilai KPU dan Bawaslu Kurang Prioritaskan Sidang Sengketa Pileg di MK

3 menit lalu

Pengamat Nilai KPU dan Bawaslu Kurang Prioritaskan Sidang Sengketa Pileg di MK

Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyoroti peran KPU dan Bawaslu dalam sengketa pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

10 menit lalu

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

Jokowi mengatakan dia dan pihak lain boleh ikut berpendapat jika dimintai saran soal susunan kabinet Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kaji Penerapan Publisher Rights Australia

12 menit lalu

Indonesia Kaji Penerapan Publisher Rights Australia

Indonesia berencana mempelajari penerapan aturan Publisher Rights dari Australia yang telah lebih dulu melakukannya.

Baca Selengkapnya

Kuota Pupuk Bersubsidi Naik, Mentan: Segera Tebus

13 menit lalu

Kuota Pupuk Bersubsidi Naik, Mentan: Segera Tebus

Penambahan pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton telah mendapat persetujuan dari presiden.

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

24 menit lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya

Paritrana Award BPJS Ketenagakerjaan Masuk Tahap Wawancara Nasional

24 menit lalu

Paritrana Award BPJS Ketenagakerjaan Masuk Tahap Wawancara Nasional

Paritrana Award merupakan apresiasi untuk mendorong terwujudnya universal coverage perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Mahasiswa Universitas Indonesia Gelar Aksi Simbolik UI Palestine Solidarity Camp

27 menit lalu

Ratusan Mahasiswa Universitas Indonesia Gelar Aksi Simbolik UI Palestine Solidarity Camp

Ratusan mahasiswa Universitas Indonesia menggelar aksi solidaritas bagi warga Palestina dan mahasiswa di Amerika yang diberangus aparat.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

28 menit lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

UTBK di UNJ: Dua Peserta Pingsan, Diduga karena Stres

30 menit lalu

UTBK di UNJ: Dua Peserta Pingsan, Diduga karena Stres

Seluruh peserta UTBK UNJ sebanyak 30.364 orang yang terbagi atas 132 sesi dimana setiap hari dilakukan ujian sebanyak 2 sesi.

Baca Selengkapnya

Helldy: Aspal Plastik di Cilegon Bisa Jadi Percontohan

34 menit lalu

Helldy: Aspal Plastik di Cilegon Bisa Jadi Percontohan

Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi akan berkunjung ke Kota Cilegon. Penggunaan aspal plastik dapat menjadi contoh implementasi pengolahan sampah.

Baca Selengkapnya