Potensi Bahaya Perpu Ormas

Penulis

Jumat, 14 Juli 2017 00:13 WIB

PEMERINTAH telah melakukan langkah keliru dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat. Alasan kegentingan yang melatari penerbitan perpu tersebut patut dipertanyakan, selain kehadirannya yang berpotensi mengekang demokrasi dan hak asasi warga negara.

Perpu yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli lalu itu memuat perubahan signifikan atas Undang-Undang Ormas. Secara hukum, penerbitan perpu ini tak salah karena diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Namun, dari segi obyektivitas dan substansi, banyak persoalan di dalamnya. Faktor "kegentingan yang memaksa", yang menjadi prasyarat penerbitan perpu tersebut, bisa dipersoalkan.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai kegentingan itu sudah terpenuhi. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2009, perpu bisa diterbitkan bila undang-undang yang ada tak lagi memadai dan pembuatan aturan baru memakan waktu lama. Namun klaim itu lemah. Pemerintah bahkan bisa dianggap hanya mencari jalan pintas.

Situasi saat ini tak mencerminkan kegentingan. Tidak ada ormas di Indonesia yang secara nyata dan jelas melakukan gerakan yang mengancam kedaulatan negara. Kekosongan hukum juga tak tecermin di masyarakat. UU Ormas sudah memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan penertiban, termasuk pembubaran organisasi masyarakat lewat pengadilan. Karena itu, sepantasnya Dewan Perwakilan Rakyat mencabut perpu ini saat membahasnya dalam masa persidangan berikutnya, sekitar September mendatang.

Salah satu pasal krusial dalam perpu ini mengatur penyederhanaan mekanisme proses pembubaran ormas. Peringatan tertulis untuk organisasi melanggar, yang semula ditetapkan tiga kali, dalam perpu dipangkas jadi sekali. Aturan baru ini juga memberi kewenangan kepada pemerintah untuk langsung membubarkan ormas tanpa meminta pertimbangan Mahkamah Agung dan menunggu putusan pengadilan, seperti diatur dalam undang-undang lama. Prosedur baru ini memberi kewenangan tanpa batas kepada pemerintah. Hal itu rawan disalahgunakan untuk membungkam dan membubarkan ormas yang kritis terhadap pemerintah.

Advertising
Advertising

Pemerintah tak secara spesifik menyebutkan ormas yang jadi sasaran perpu ini. Tapi hal itu tak sulit ditebak. Pada Mei lalu pemerintah menyatakan akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang dianggap mengancam ideologi negara lantaran mengumandangkan tegaknya kepemimpinan Islam sejagat (khilafah), yang bertentangan dengan Pancasila. Tak mengherankan bila begitu perpu terbit, kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra, langsung menyatakan akan mengajukan judicial review.

Langkah menempuh jalur hukum itu pantas didukung. Hal tersebut bisa menjadi solusi terbaik sebelum DPR mencabut perpu itu.

Berita terkait

AJI Jakarta Ikut Tolak Project Cloud Google untuk Israel, Ini Alasannya

8 menit lalu

AJI Jakarta Ikut Tolak Project Cloud Google untuk Israel, Ini Alasannya

AJI Jakarta dengungkan boikot terhadap project cloud yang dikerjakan Google untuk Israel. Momentumnya diselarasakan dengan Hari Buruh 1 Mei.

Baca Selengkapnya

CCTV Rekam Rangkaian Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas

9 menit lalu

CCTV Rekam Rangkaian Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas

Polres Jakarta Utara telah menerima laporan polisi tentang tewasnya siswa tingkat satu di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP)

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

11 menit lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Thomas 2024: Fajar / Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 atas China Taipei

12 menit lalu

Hasil Piala Thomas 2024: Fajar / Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 atas China Taipei

Fajar / Rian meraih kemenangan atas wakil China Taipei, Lee Yang / Wang Chi Lin pada babak semifinal Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Terkuak, Alasan Ayah di Bekasi Hantam Anak Kandung dengan Linggis Hingga Tewas

18 menit lalu

Terkuak, Alasan Ayah di Bekasi Hantam Anak Kandung dengan Linggis Hingga Tewas

Seorang ayah di Bekasi berinsial N, 61 tahun, menghantam anak kandungnya sendiri berinisial C, 35 tahun menggunakan linggis hingga tewas.

Baca Selengkapnya

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

24 menit lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Biaya Kuliah di PTN Makin Mahal karena Status PTNBH

26 menit lalu

Biaya Kuliah di PTN Makin Mahal karena Status PTNBH

Biaya kuliah di perguruan tinggi negeri atau PTN terus mengalami kenaikan. Akibat rencana alih status ke PTNBH atau kampus berbadan hukum.

Baca Selengkapnya

Kronologi OTT Bendesa Adat Bali yang Diduga Peras Investor Rp10 Miliar

33 menit lalu

Kronologi OTT Bendesa Adat Bali yang Diduga Peras Investor Rp10 Miliar

Seorang Bendesa Adat Berawa di Bali berinisial KR diduga memerasa pengusaha demi memberikan rekomendasi izin investasi

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

39 menit lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

51 menit lalu

Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

Mulai dari lokasi pembangunannya di pulau buatan sampai ancaman tenggelam, simak informasi menarik tentang Bandara Internasional Kansai Jepang.

Baca Selengkapnya