Saatnya Menghentikan Perisakan

Penulis

Kamis, 20 Juli 2017 01:36 WIB

Perisakan di kalangan pelajar sudah saatnya dihentikan. Jangan sampai ada lagi pelajar yang mengalami nasib seperti SW, 12 tahun, siswi kelas VI sebuah sekolah dasar di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Beberapa bagian tubuh SW luka memar. Jalannya terpincang-pincang karena ia sempat diinjak-injak.

SW merupakan korban perisakan yang dilakukan sejumlah pelajar SMP di pusat belanja Thamrin City, Tanah Abang, Jumat pekan lalu. SW dijambak, dipukul, ditendang, hingga disuruh bersujud mencium kaki temannya. Di sekeliling SW ada beberapa anak lain yang melihat, tapi mereka hanya menonton dan merekam kejadian tersebut. Perisakan yang dipicu perselisihan di media sosial Facebook itu terekam dalam video yang viral sejak Senin lalu.

Kasus SW menunjukkan praktik perisakan di kalangan pelajar masih terus terjadi. Fenomena ini terus berulang saban tahun dalam satu dekade terakhir. Hal serupa juga terjadi di kalangan mahasiswa. Yang mutakhir adalah pada 15 Juli lalu. Dalam sebuah video yang tersebar di Instagram, seorang mahasiswa difabel menjadi korban perisakan mahasiswa lain di Universitas Gunadarma, Depok.

Praktik perisakan di lembaga pendidikan sangat memprihatinkan. Anehnya, baik sekolah maupun kampus seakan-akan tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah perbuatan negatif itu. Padahal pemerintah telah menghapus sistem perpeloncoan di sekolah, lantaran dinilai sebagai akar dari "budaya" perisakan. Penyelenggaraan masa orientasi siswa tak lagi dipegang oleh organisasi siswa intra sekolah, melainkan diserahkan kepada para pengajar.

Perisakan yang masih terjadi menunjukkan lemahnya pengawasan. Jangan menganggap remeh perilaku perisakan. Penelitian menyebutkan, seseorang yang terus-menerus menjadi korban penganiayaan berisiko menderita stres yang bisa berujung pada tindakan bunuh diri.

Advertising
Advertising

Karena itu, perisakan harus dihentikan. Langkah efektif untuk menghentikannya adalah melawan dengan tegas. Sebab, para perisak biasanya menganggap korbannya sebagai target yang lemah, gampang dilecehkan, dan tak berisiko apa pun. Pandangan pelaku itu harus diubah dengan terapi kejut yang menimbulkan efek jera.

Pemecatan dari sekolah atau kampus memang merupakan sanksi tegas. Tapi itu langkah yang terlambat. Sekolah dan kampus seharusnya bertindak sejak gejala mulai tercium, sehingga tak ada lagi pelajar dan mahasiswa yang menjadi korban perisakan. Pencegahan sejak dini dapat meniadakan sanksi pemecatan siswa pelaku.

Komunikasi para guru dan murid mesti ditingkatkan. Siswa yang berpotensi menjadi pelaku perisakan perlu dirangkul dan diajari mengendalikan emosi serta mengembangkan empati kepada orang lain. Termasuk menghargai para difabel atau yang berkebutuhan khusus.

Para orang tua harus lebih memberi perhatian kepada pendidikan anaknya. Sebab, keluarga merupakan lembaga pertama tempat anak mendapat pendidikan dan penanaman nilai-nilai yang membentuk watak, sikap hidup, kepribadian, serta etika.

Berita terkait

Pj Wako Padang Soal Isu Megathrust: Jangan Panik, Tetap Waspada

1 detik lalu

Pj Wako Padang Soal Isu Megathrust: Jangan Panik, Tetap Waspada

Dalam keadaan bencana gedung-gedung pemerintah bisa dimanfaatkan sebagai TES (Tempat Evakuasi Sementara).

Baca Selengkapnya

Risiko Hidup dengan Satu Paru-Paru

3 menit lalu

Risiko Hidup dengan Satu Paru-Paru

Pneumonektomi atau operasi pengangkatan salah satu paru-paru, merupakan operasi berisiko tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Apa saja resikonya?

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Putuskan Nurul Ghufron Langgar Kode Etik, Begini Kilas Balik Kasusnya

15 menit lalu

Dewas KPK Putuskan Nurul Ghufron Langgar Kode Etik, Begini Kilas Balik Kasusnya

Dewas KPK vonis Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji.

Baca Selengkapnya

Kim Jong Un Kerap Lakukan Hukuman Mati, Terbaru Eksekusi Mati 30 Pejabat Buntut Gagal Mitigasi Banjir

17 menit lalu

Kim Jong Un Kerap Lakukan Hukuman Mati, Terbaru Eksekusi Mati 30 Pejabat Buntut Gagal Mitigasi Banjir

Kim Jong Un eksekusi mati sekitar 30 pejabat akhir Agustus lalu. Ini deretan hukuman mati oleh pemimpin Korea Utara, termasuk kepada pamannya sendiri.

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus Pimpin Misa di Papua Nugini, Warga: Semoga Ketegangan dan Konflik Berakhir

26 menit lalu

Paus Fransiskus Pimpin Misa di Papua Nugini, Warga: Semoga Ketegangan dan Konflik Berakhir

Paus Fransiskus adalah Paus kedua yang mengunjungi Papua Nugini.

Baca Selengkapnya

Kericuhan Warnai Pertandingan Muaythai di PON 2024

33 menit lalu

Kericuhan Warnai Pertandingan Muaythai di PON 2024

Kericuhan sempat mewarnai pertandingan cabang olahraga muaythai di PON 2024 di Banda Aceh, Sabtu malam, 7 September 2024.

Baca Selengkapnya

Kata Pramono-Rano soal Program Anies, dari Hunian Vertikal hingga DP 0 Rupiah

36 menit lalu

Kata Pramono-Rano soal Program Anies, dari Hunian Vertikal hingga DP 0 Rupiah

Menurut Pramono Anung, Anies memiliki berbagai peninggalan usai menjabat selama lima tahun sebagai gubernur.

Baca Selengkapnya

Kim Jong Un Eksekusi Mati Sekitar 30 Pejabat Dianggap Gagal Mitigasi Banjir, Hukuman Mati di Korut Melonjak Setelah Covid

37 menit lalu

Kim Jong Un Eksekusi Mati Sekitar 30 Pejabat Dianggap Gagal Mitigasi Banjir, Hukuman Mati di Korut Melonjak Setelah Covid

Presiden Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan memerintahkan eksekusi 20 hingga 30 pejabat pemerintah dan partai akhir Agustus lalu.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Kegiatan Paus Fransiskus di Papua Nugini

42 menit lalu

Top 3 Dunia: Kegiatan Paus Fransiskus di Papua Nugini

Top 3 dunia masih didominasi berita soal Paus Fransiskus yang sekarang berada di Papua Nugini.

Baca Selengkapnya

5 Bandara Terburuk di Eropa Ada di Yunani hingga Belgia

42 menit lalu

5 Bandara Terburuk di Eropa Ada di Yunani hingga Belgia

Sebuah penelitian mengungkapkan daftar bandara terbaik dan terburuk di Eropa berdasarkan ulasan di Google

Baca Selengkapnya