Anti-Santa

Penulis

Senin, 26 Desember 2016 00:00 WIB

Menjelang Natal 1951, di Kota Dijon, Prancis, para pastor memutuskan menggantung patung Pere Nol, alias Sinterklas, alias Santa Klaus, di halaman Katedral. Kemudian jenggotnya dibakar. Kemudian seluruh tubuhnya dimakan api.

Sebanyak 250 anak diundang buat menyaksikan upacara itu. Gereja menjelaskan alasannya dalam sebuah siaran pers, mengisyaratkan bahwa Sinterklas adalah dusta dan "dusta tak mampu membangunkan rasa keagamaan pada diri anak".

Kata para padri Dijon pula: "Bagi kita yang Kristiani, hari raya Natal harus tetap merupakan hari lahir Juru Selamat kita."

Di Indonesia, sebagian orang Islam dengan konyol masih percaya, Sinterklas dan topinya yang berbentuk kantong merah-putih itu penanda "Kristen". Mereka tak menelaah sejarah: di negeri Nasrani sendiri bahkan seluruh perayaan Natal pernah diharamkan, dan acara Sinterklasdengan keramaiannya yang tak religius dan perdagangannyadikecam. Tak amat mengherankan jika para pastor di Dijon ingin meniadakan tokoh ganjil yang disebut "Bapa Kermis" itu dari fantasi anak-anak.

Pada mulanya para anti-Santa bukan penganut Katolik. Pada mulanyasebelum Sinterklas jadi tokoh sentral di Hari Natalyang kuat adalah anti-Natal.

Advertising
Advertising

Di Skotlandia, hari Natal telah dihapuskan pada 1560-an oleh penguasa Protestan. Pada Januari 1645, di London, parlemen mengumumkan Directory for the Public Worship of God, arahan bagi orang yang akan beribadah di tempat umum. Parlemen, yang dikuasai kaum Puritan yang anti-gereja dan memusuhi segala ornamen dan kemeriahan ala Katolik, menganggap Natal tak perlu dirayakan, apalagi dengan disertai wanton Bacchanalian feast, "pesta binal mabuk-mabukan".

Memang sebelum itu, Natal adalah libur yang asyik. Selama 12 hari, gereja dan gedung-gedung di London dirias dengan cantik, hadiah dibagikan kepada fakir miskin, makanan terlezat disiapkan, dan pesta berlangsung. Orang bersantap, berdansa, bernyanyi, minum, berjudi. Antara iman dan syahwat, antara syukur dan gairah tubuh, terdapat batas yang sangat samar.

Bagi kaum Puritan, ini semua akan berujung pada dosa. Ketika berkuasa, mereka menolak menyebut Natal "Christmas" (ada kata "mass"). Natal adalah "Christ-tide". Tanggal 25 Desember mereka nyatakan bukan hari libur; pasar dan toko harus buka seperti di hari lain. Tentu saja tak ada ramai-ramai. Jika ada yang istimewa: 25 Desember adalah hari puasa dan berdoa, hari umat bersujud dan mengenang dosa.

Dalam sejarah Inggris, sejak 1660 berangsur-angsur kaum Puritan terpojok. Mereka yang mengungsi ke Amerikakhususnya ke daerah New Englandmelanjutkan pandangan hidup mereka. Tak mengagetkan bila pada 1659, di Massachusetts, orang didenda jika merayakan Natal.

Baru satu abad kemudian pesta Natal mulai bermunculan, dan baru pada 1830-1890 Natal dianggap perayaan yang dijamin hukum.

Dari sini Sinterklas, dalam wujudnya sekarang, ditampilkan: bukan oleh gereja Protestan tentu saja, bukan pula oleh gereja mana pun, melainkan oleh imajinasi khalayak, hasrat bersuka-suka, dan mekanisme modal.

Mula-mula adalah perdagangan hadiah. Makin lama, hadiah Natal bukan dibuat sendiri, melainkan dibeli. Toko-toko pun menggelar etalasenya. Hasrat pun berkembang jadi kebutuhan dan rasa kurang yang tak putus-putus. Pada 1874 Macy's, toserba besar di New York, memajang tableau boneka-boneka dengan harga total 10 ribu dolar. Sejak itu, etalase yang bersaing gilang-gemilang jadi bagian hari Natal.

Sosok Sinterklas, sebagaimana kita lihat kini, adalah bagian dari etalase itu: sebuah ilusi yang menyajikan janji tentang milik dan benda-benda. Tokoh Natal Amerika ini memang mirip tokoh religi; ia mengandung misteri. Tapi ia, sebagai salesman, tak menakutkan. Ia ceria. Jika dongengnya mirip dongeng agama, karena ia dipercaya anak-anak kecil yang diperdayakan orang-orang dewasa. Antropolog Levi Strauss menyebut Sinterklas "dewa dari sebuah kelompok usia di masyarakat kita".

Dari fantasi Sinterklas kita pun melihat dua dunia yang terpisah tapi berjenjang: dunia anak-anak dan dunia orang dewasa, yang dijalani dalam inisiasi, rites of passage.

Para pastor di Dijon mungkin melihat bagaimana "ritus" itu perlu dijauhkan dari "dusta", yakni dusta tentang Sinterklas. Dusta tak pernah mendidik, kata merekadan lagi pula Si Bapa Kermis telah mengambil peran Kristus sebagai tokoh Natal. Maka ia harus dimusnahkan.

Tapi orang yang tak beriman mungkin akan mengatakan, di balik Katedral Dijon itusebagaimana di dalam lembaga agama mana puntersimpan dusta juga, meskipun lain. Jangan-jangan orang dewasa memerlukan agama seperti konsumen suka nonton etalase: perlu janji, perlu dusta atau ilusi yang indah, sebagaimana anak-anak perlu Santa. Ritus ke arah dewasa terjadi ketika mereka menyadari kemungkinan itu.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Somasi Minta Robert Bonosusatya Jadi Tersangka Korupsi PT Timah Tak Direspons, MAKI Akan Gugat Praperadilan Kejaksaan Agung

52 menit lalu

Somasi Minta Robert Bonosusatya Jadi Tersangka Korupsi PT Timah Tak Direspons, MAKI Akan Gugat Praperadilan Kejaksaan Agung

Boyamin mengklaim punya data sendiri tentang Robert Bonosusatya dalam pusaran korupsi timah yang telah diserahkan kepada penyidik Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

KPK Terima 214 CPNS Baru di 19 Unit Kerja

1 jam lalu

KPK Terima 214 CPNS Baru di 19 Unit Kerja

KPK berharap ke depannya, paraCPNS baru ini dapat menjaga nama baik lembaga dalam menjalankan tugasnya.

Baca Selengkapnya

Polres Metro Depok Tangkap 2 Kurir Narkoba Modus Tempel dan Bungkus Permen

2 jam lalu

Polres Metro Depok Tangkap 2 Kurir Narkoba Modus Tempel dan Bungkus Permen

Dari kedua kurir narkoba itu, polisi juga mengamankan 6 botol liquid ganja cair dan alat hisap.

Baca Selengkapnya

Polisi Ungkap Alasan Keluarga Tak Mau Jenazah Brigadir RA yang Tewas Bunuh Diri Diautopsi

2 jam lalu

Polisi Ungkap Alasan Keluarga Tak Mau Jenazah Brigadir RA yang Tewas Bunuh Diri Diautopsi

Brigadir RA disebut bunuh diri dengan menembakkan senjata api HS Kaliber 9mm ke aras kepalanya saat berada di dalam mobil Alphard.

Baca Selengkapnya

Kompolnas Turun Tangan Selidiki Motif Bunuh Diri Brigadir RA dalam Mobil Alphard

2 jam lalu

Kompolnas Turun Tangan Selidiki Motif Bunuh Diri Brigadir RA dalam Mobil Alphard

Polisi telah menutup kasus tewasnya Brigadir RA dalam mobil Alphard di sebuah rumah di Mampang. Disebut bunuh diri.

Baca Selengkapnya

KPK Eksekusi Eks Kadis PUPR Papua Gerius One Yoman ke Lapas Sukamiskin Bandung

3 jam lalu

KPK Eksekusi Eks Kadis PUPR Papua Gerius One Yoman ke Lapas Sukamiskin Bandung

Hakim memvonis eks Kadis PUPR Papua, Gerius One Yoman dengan hukuman empat tahun delapan bulan penjara dan uang pengganti Rp 4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

3 jam lalu

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Brazil berkolaborasi untuk memformulasikan upaya mencegah peningkatan insiden penyakit Arbovirus seperti DBD

Baca Selengkapnya

Hakim Izinkan Kasdi Subagyono Hadir di Sidang Etik Nurul Ghufron di Dewas KPK

3 jam lalu

Hakim Izinkan Kasdi Subagyono Hadir di Sidang Etik Nurul Ghufron di Dewas KPK

Majelis hakim memberikan izin kepada bekas Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono untuk mengikuti sidang Dewas KPK tentang kasus Nurul Ghufron.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo, Program Studi Produksi Media Gelar Bedah Film

3 jam lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo, Program Studi Produksi Media Gelar Bedah Film

Dalam acara ini, ditayangkan film karya mahasiswa Politeknik Tempo yang berjudul Kala: Rahasia Fana.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Rp 48,5 Miliar dari Berbagai Rekening Orang Kepercayaan Mantan Bupati Labuhanbatu

3 jam lalu

KPK Sita Rp 48,5 Miliar dari Berbagai Rekening Orang Kepercayaan Mantan Bupati Labuhanbatu

KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Januari 2024 lalu terhadap Erik Adtrada Ritonga yang saat itu menjabat Bupati Labuhanbatu

Baca Selengkapnya