Waswas

Penulis

Senin, 13 Maret 2017 00:00 WIB

Agama kadang-kadang tampil sangar karena waswas menatap manusia. Di Inggris abad ke-16, di masa Ratu Elizabeth berkuasa, ketika kaum Puritan mulai merasuk ke tubuh Protestantisme, para pengkhotbah melihat Setan di mana-mana: di hari Minggu, di hari biasa, dalam pakaian, minuman, dan keriang-gembiraan. Terutama dalam teater.

Teater, kata John Northbrooke, seorang pendeta yang penuh api, adalah tempat di mana Setan bergerak cepat. Di sana, katanya dalam sebuah pamflet dari tahun 1577, Iblis akan langsung menjerat manusia dengan syahwat.

Northbrooke tak sendirian. Zaman itu para penjaga moral masyarakat (atau yang merasa punya peran itu) cemas bila komedi memamerkan kebrandalan dan tragedi memberi contoh pembunuhan dan pengkhianatan. Ibadah dan khotbah merasa disaingi panggung sandiwara. Di hari Minggu bunyi lonceng gereja sering berebut dengan trompet yang mengiklankan lakon baru. Gedung pertunjukan, kata Northbrooke, harus ditutup. Seperti bordil.

Orang-orang teater diam, berbisik-bisik, menyelundupkan reaksi di karya mereka -- dan bekerja terus. Shakespeare menulis Twelfth Nights dan salah satu tokohnya, Sir Toby Belch, bertanya mencemooh: "Tuan pikir, karena tuan alim, tak boleh lagi ada kue dan bir?". Para penulis tetap menggubah lakon yang mengandung kekerasan, zinah, incest, pelacuran. Penonton bisa melihat kamar bordil dan mendengar keluhan sang germo dalam lakon Pericles Shakespeare.

Sebenarnya dari dunia teater waktu itu tak ada yang kontroversial. Misalnya, tak ada aktor perempuan di pentas. Tokoh wanita diperankan pria, seperti dalam ludruk di Surabaya dulu. Para pekerja pentas sadar, mereka tak sepenuhnya bebas. Pada 1574 dewan rakyat kota London hanya membolehkan pementasan karya yang sudah disensor.

Advertising
Advertising

Kita bisa tahu tentang ini ketika di salah satu sonetanya yang tak dipublikasikan Shakespeare menulis: art made tongue-tied by authority, "ketikalidahseni diikat penguasa". Shakespeare frustrasi, sebab ketak-adilan tengah berlangsung di masyarakat. Orang-orang bodoh, berlagak pakar, pegang kendali; perempuan yang tak berdosa dikasari. Penghormatan, dengan baju keemasan, diberikan kepada mereka yang tak patut, gilded honour shamefully misplaced.

Ia mencatat itu dengan seksama. Di gedung teater, ketimpangan sosial tak mudah disembunyikan. Di The Globe yang termashur itu, yang didirikan pada 1599, ada tempat terpisah buat kelas atas, di galeri, di mana ada atap dan tempat duduk. Buat kelas bawah, the groundlings, ada ruang terbuka terjepit di tengah.

Zaman itu, ketika Elizabeth berkuasa, Inggris memang penuh kontradiksi, tak hanya antara kelas sosial. Di satu sisi kaum Puritan mulai menjalarkan pandangannya yang memandang dunia sekitarnya sebagai lahan dosa. Di sisi lain, kebanyakan orang yang mau hidup normal bersama takbiat baik maupun buruk mereka, dengan sederhana maupun berlebihan.

Tapi seperti di masa kita sekarang, kaum agama lebih waswas Setan bertahta di tubuh yang dipertontonkan dan syahwat dibiarkan; mereka tak banyak bicara ketika kecurangan berlangsung di kalangan atas. Ada petinggi yang menerima dana dari raja Spanyol untuk mempengaruhi politik luar negeri, ada laksamana yang berdagang budak, ada pastor-pastor yang berjualan sertifikat bebas dosa. Perempuan-perempuan yang dituduh nenek sihir dibakar dan sejumlah padri Jesuit dibantai.

Kaum Puritan tak melihat itu. Mereka lebih sering mengutuk hidup yang meriah dan mewah-- yang dalam masa itu memang agak berlebihan. Tapi mereka tak berdaya. Sri Ratu lajang yang punya sejumlah pacar itu selalu royal: gaya busananya berganti-ganti. Mungkin Shakespeare menyindir keadaan itu dalam Much Ado About Nothing:"The fashion wears out more apparel than the man".

Kaum Puritan, kelompok yang paling waswas melihat dunia dan dosa, dan tak percaya kepada manusia, hanya menatap dengan tegang. Elizabeth meminggirkan mereka dari kekuasaan, meskipun di sana sini luput. Tapi pada 1....Ratu itu mangkat.

Berangsur-angsur, ketimpangan sosial dan salah-urus kerajaan di masa pasca-Elizabeth memberi peluang kepada kelompok agama yang teguh dan keras itu untuk jadi alternatif politik. Dan mereka menang.

Inggris berubah. Hidup lebih alim terkendali. Yang berkuasa orang-orang yang ingin agar Kitab Suci dipatuhi tanpa ditafsirkan -- seakan-akan dengan itu mereka sendiri sedang tidak menafsirkannya. Mereka menyukai Tuhan yang cemburu dalam Perjanjian Lama. Mereka anggap manusia "anak-anak kemarahan", children of wrath.

Dan 1642 seluruh teater di kota London ditutup. The Globe diruntuhkan.

Untung 40 tahun sebelumnya Shakespeare sudah meninggalkan sejumlah karya --yang lebih bertahan hidup ketimbang kekuasaan kaum Puritan. Mungkin karena teater memilih kehidupan, lebih dari agama yang waswas akan kehidupan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

75 Tahun Hubungan Diplomatik, Kedutaan Besar Australia Roadshow ke ITB

5 menit lalu

75 Tahun Hubungan Diplomatik, Kedutaan Besar Australia Roadshow ke ITB

Dalam rangka memperingati 75 Tahun Hubungan Diplomatik, Kedutaan Besar Australia mengadakan acara acara "#AussieBanget University Roadshow" di ITB

Baca Selengkapnya

Ini Kronologi Nasabah BTN Kehilangan Uang Rp7,5 M

5 menit lalu

Ini Kronologi Nasabah BTN Kehilangan Uang Rp7,5 M

Kasus sejumlah nasabah yang mengklaim dananya hilang bermula ketika mereka menempatkan dana di BTN melalui pegawai perseroan.

Baca Selengkapnya

AS Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel, Khawatir Serangan ke Rafah

11 menit lalu

AS Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel, Khawatir Serangan ke Rafah

Amerika Serikat menghentikan pengiriman senjata yaitu 3.500 bom ke Israel pekan lalu, khawatir digunakan di Rafah.

Baca Selengkapnya

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

41 menit lalu

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

Busyro Muqoddas tak ingin KPK kian terpuruk setelah pimpinan yang dipilih lewat pansel hasil penunjukkan Jokowi bermasalah

Baca Selengkapnya

Film KHD, Debut Produser Maudy Ayunda hingga Mengangkat Kisah Ki Hadjar Dewantara

51 menit lalu

Film KHD, Debut Produser Maudy Ayunda hingga Mengangkat Kisah Ki Hadjar Dewantara

Film KHD yang mengangkat kisah hidup tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara akan disutradarai oleh Gina S. Noer dan Maudy Ayunda sebagai produser

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Rokan Tambah Produksi Minyak dari Lapangan Minyak Tua

59 menit lalu

Pertamina Hulu Rokan Tambah Produksi Minyak dari Lapangan Minyak Tua

Pertamina Hulu Rokan menyebut lapangan minyak tua dan sempat tidak berfungsi dapat digunakan kembali dengan keuntungan yang banyak atau difungsikan sebagai kilang minyak lagi

Baca Selengkapnya

Cara Mengurangi Kesedihan buat yang Baru Kehilangan Ibu

59 menit lalu

Cara Mengurangi Kesedihan buat yang Baru Kehilangan Ibu

Untuk yang baru saja kehilangan ibu, berikut lima tips pakar untuk mengatasi emosi yang sulit sekaligus menyambut Hari Ibu Internasional pada 12 Mei.

Baca Selengkapnya

Guru Besar UGM Kembangkan Alat Skrining Pencegahan Malnutrisi Pasien di Rumah Sakit

1 jam lalu

Guru Besar UGM Kembangkan Alat Skrining Pencegahan Malnutrisi Pasien di Rumah Sakit

Guru Besar UGM, Profesor Susetyowati, mengembangkan sistem skrining untuk mencegah malnutrisi pasien dalam perawatan. Skrining hanya butuh 5 menit.

Baca Selengkapnya

Cina Minta Israel Berhenti Menyerang Rafah

1 jam lalu

Cina Minta Israel Berhenti Menyerang Rafah

Beijing menyerukan kepada Israel untuk mendengarkan seruan besar masyarakat internasional, dengan berhenti menyerang Rafah

Baca Selengkapnya

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

1 jam lalu

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

Mahfud Md mengatakan Pilpres 2024 secara hukum konstitusi sudah selesai, tapi secara politik belum karena masih banyak yang bisa dilakukan.

Baca Selengkapnya