Masalah Kecerdasan Bangsa

Penulis

Jumat, 4 Agustus 2017 03:37 WIB

M. Alfan Alfian
Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta


Kalau kita baca media massa, sederet peristiwa menyembul ke permukaan, dari pro-kontra Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan yang bermaksud memproteksi ideologi Pancasila, penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP, atau aksi walk out tiga fraksi dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum. Belum lagi soal siapa penyiram air keras Novel Baswedan, penyelundupan narkotik berton-ton, polemik utang biaya insfrastruktur, terorisme, tenaga kerja di luar negeri, perbatasan wilayah, politik identitas, penggandaan uang secara gaib Dimas Kanjeng, dan ratusan berita lainnya. Kalau dirangkum, itulah mozaik masalah bangsa yang wajahnya penuh keruwetan.


Sejauh mana peristiwa-peristiwa tersebut mencerminkan filosofi Preambule UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa? Mengapa para pendiri bangsa memilih kata "mencerdaskan" ketimbang "memintarkan"? Mengapa pula kata "kehidupan" terselip di antara mencerdaskan dan bangsa? Mengapa yang hendak dicerdaskan itu kehidupan bangsa? Pertanyaan-pertanyaan demikian sering terlewatkan dalam ritme hidup kita sebagai bagian dari bangsa.


Saya bersepakat dengan pandangan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa tak sekadar mengilhami Pasal 32 Konstitusi yang terfokus pada pendidikan dan kebudayaan, tetapi jauh lebih mendalam lagi maknanya. Ini terkait dengan kecerdasan seluruh elemen bangsa, termasuk penyelenggara negara, rakyat, dan hubungan-hubungannya.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "cerdas" itu "sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiran." Mencerdaskan adalah "mengusahakan dan sebagainya supaya sempurna akal budinya; menjadikan cerdas."


Advertising
Advertising

Ada dua perspektif yang bisa kita uraikan dalam hal ini. Pertama, kecerdasan itu harus ada di semua elemen dan segmen kebangsaan kita. Hanya dengan posisi atau kondisi cerdaslah yang satu bisa mendorong yang lain untuk juga cerdas. Jadi, harus ada substansi kecerdasan masing-masing. Ini mengingatkan pada petuah Jenderal Sudirman:""Hendaknya perjuangan kita harus kita dasarkan pada kesucian." Kesucian itulah basis ketulusan.


Kedua, kita bisa memaknai "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai pola hubungan antar-elemen bangsa. Pola hubungan itu bersifat empan papan, yang cerdas, proporsional, dan tentu tidak dalam semangat saling menjatuhkan. Bahasa manajemen modernnya, hubungan yang sinergis, saling menguatkan dalam hal-hal kebaikan dalam kehidupan bangsa. Itulah hakikat "mencerdaskan kehidupan bangsa".


Karena makna "cerdas" melibatkan akal budi, relevanlah syair Syauqi Bey yang dialihbahasakan Buya Hamka berikut ini: Tegak rumah kerana sendi/runtuh sendi rumah binasa/sendi bangsa ialah budi/runtuh budi runtuhlah bangsa. Untuk itu, pentinglah menjaga kecerdasan masing-masing, saling berinteraksi demi kebaikan bangsa. Kecerdasan bukan semata kepintaran, tetapi juga ketulusan, kejujuran. Kecerdasan dalam berbangsa itulah patriotisme.


Sudah banyak uraian budayawan yang menengarai bangsa yang tak sedang krisis kepintaran, karena banyak kaum terdidik dan profesional, tetapi tekor ketulusan dan kejujuran. Banyak yang pintar tapi rakus, korup. Mereka pintar untuk membodohi yang lain, yang notabene membodohi kehidupan bangsa. Mereka bernaung dalam suatu departemen pembodohan dan antikebudayaan, tak tampak tapi efektif daya rusaknya, menggerogoti, dan menghambat laju revolusi mental.


Kita bukan bangsa bodoh, atau setidaknya tak rela kalau dikatakan seperti itu. Kita memang sudah melampaui era, meminjam istilah Nurcholish Madjid, booming sarjana. Kendati rupa-rupa masalah pendidikan kita jumpai, tetapi kondisinya sudah jauh lebih baik. Dapat dimaklumi manakala fokus pendidikan karakter dipandang penting untuk zaman kita karena yang diinginkan bukan peserta didik yang sekadar pintar, tapi juga cerdas.


Kita berikhtiar agar segenap dimensi kehidupan bangsa ini cerdas, termasuk dalam menjaga keutuhan bangsa dalam ritme demokratis. Kecerdasan demokratis penting di tengah serba godaan antidemokrasi. Tapi demokrasi harus terkelola pula secara cerdas agar tak justru membuat musibah. Kita tak bisa membayangkan bangsa yang plural ini dikelola tanpa demokrasi yang bermaslahat.


Apabila tinjauannya politik praktis, setiap kelompok bisa saling mengklaim sudah dalam rel mencerdaskan kehidupan bangsa. Semua merasa paling benar, kendati tanpa ketulusan. Kerap kali politik hanya tontonan membingungkan. Pemilihan umum yang demokratis menjadi penting sebagai bentuk lain mahkamah sejarah. Para politikus dinilai rakyat dan dijatuhkan hukuman atau diberi kepercayaan. Tapi rakyat pun adakalanya menyedihkan kondisinya: permisif dan rabun oleh serangan virus pragmatisme transaksional yang membabi buta.


Untuk itu, lawan utama kita ialah kebodohan dan pembodohan sebagai lawan kecerdasan dan pencerdasan. Maka, kalaulah Gundala Putra Petir sebagai tokoh komik Indonesia harus hadir kembali, maka di dadanya perlu ditulis kalimat: "Mencerdaskan kehidupan bangsa!" Tetapi, masalahnya tentu jauh melampaui jargon tersebut.

Berita terkait

BIN Ungkap Kemungkinan Sistem Keamanan IKN Pakai Kecerdasan Buatan

4 jam lalu

BIN Ungkap Kemungkinan Sistem Keamanan IKN Pakai Kecerdasan Buatan

BIN menyatakan siap membantu Otorita IKN untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan di IKN Nusantara.

Baca Selengkapnya

Kongres Peradaban Aceh Bahas Budaya di Era Kecerdasan Buatan

2 hari lalu

Kongres Peradaban Aceh Bahas Budaya di Era Kecerdasan Buatan

Kongres Peradaban Aceh 2024 membahas nasib seni dan budaya di era kecerdasan buatan. Apa yang harus seniman lakukan?

Baca Selengkapnya

Unpad Kembangkan Robot Kuli Panggul, Mampu Rekam Data Aktivitas Logistik

2 hari lalu

Unpad Kembangkan Robot Kuli Panggul, Mampu Rekam Data Aktivitas Logistik

Proyek robot buatan Unpad akan mengikuti ajang IEEE Region 10 Robotics Competition di Jepang pada Agustus 2024. Robot berbasis AI dan IoT.

Baca Selengkapnya

Airlangga Sampaikan 3 Isu di Pertemuan OECD Paris, Apa Saja?

4 hari lalu

Airlangga Sampaikan 3 Isu di Pertemuan OECD Paris, Apa Saja?

Airlangga membahas terkait komitmen Indonesia dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan di pertemuan OECD.

Baca Selengkapnya

Safari Apple Siap Naik Level, Bakal Punya Peramban AI dan Penyaring Konten

5 hari lalu

Safari Apple Siap Naik Level, Bakal Punya Peramban AI dan Penyaring Konten

Apple menyiapkan sejumlah fitur berbasis AI untuk browser Safari. Salah satu yang menonjol adalah perangkum teks otomatis.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Penyebab Aplikasi UTBK Mati, Panitia UTBK Sediakan Kemeja, Janji Microsoft

6 hari lalu

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Penyebab Aplikasi UTBK Mati, Panitia UTBK Sediakan Kemeja, Janji Microsoft

Topik tentang kendala teknis mewarnai hari pertama pelaksanaan UTBK SNBT 2024 menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Sederet Janji Microsoft di Balik Investasi Jumbo untuk Indonesia, Apa Saja?

7 hari lalu

Sederet Janji Microsoft di Balik Investasi Jumbo untuk Indonesia, Apa Saja?

Microsoft menyodorkan sejumlah rencana untuk Indonesia melalui investasi sebesar Rp 27,6 triliun.Salah satunya pelatihan AI untuk 840 ribu peserta.

Baca Selengkapnya

iPad Pro Terbaru Dirilis Bulan Depan, Gawai Perdana Apple yang Punya Chip M4

7 hari lalu

iPad Pro Terbaru Dirilis Bulan Depan, Gawai Perdana Apple yang Punya Chip M4

Sejumlah peningkatan fitur iPad Pro bocor ke publik. Salah satunya soal pemakaian chip M4 untuk menyokong AI.

Baca Selengkapnya

Survei Buktikan Jobseeker dengan Keterampilan AI Lebih Laku di Pasar Tenaga Kerja

7 hari lalu

Survei Buktikan Jobseeker dengan Keterampilan AI Lebih Laku di Pasar Tenaga Kerja

Keterampilan menguasai AI semakin dicari oleh perusahaan di skala global. Belum diimbangi skema pendidikan yang tepat.

Baca Selengkapnya

Perlu Regulasi untuk Mengatasi Dampak Buruk AI, Begini Kata Sekjen Kominfo

8 hari lalu

Perlu Regulasi untuk Mengatasi Dampak Buruk AI, Begini Kata Sekjen Kominfo

Walau AI meningkatkan produktivitas dan efisiensi, tapi tak jarang juga mampu memproduksi hoaks, disinformasi dan bahkan deepfake.

Baca Selengkapnya