Peluru Kosong Angket DPR

Penulis

Rabu, 16 Agustus 2017 00:41 WIB

Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat seperti kehabisan peluru untuk "menembak" Komisi Pemberantasan Korupsi. Ternyata, tak ada tekanan dari penyidik komisi antikorupsi terhadap Miryam S. Haryani, anggota DPR dari Partai Hanura yang merupakan saksi penting korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Rekaman pemeriksaan terhadap Miryam yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin lalu, menunjukkan hal sebaliknya. Politikus yang kini menjadi terdakwa kasus kesaksian palsu itu justru menyebutkan adanya tekanan dari rekan-rekannya di DPR. Dalam rekaman pemeriksaan, Miryam mengakui diminta teman-teman agar tidak mengungkap anggota Dewan yang terlibat skandal korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.

Bukti rekaman itu semakin membuat DPR kehilangan pijakan dalam menggunakan hak angket. Semula dugaan adanya tekanan dari penyidik terhadap Miryam menjadi salah satu alasan Dewan membentuk Panitia Angket untuk menyelidiki KPK. Komisi antikorupsi dianggap telah melanggar undang-undang dalam melaksanakan wewenangnya. Tak hanya menyoal proses penyidikan terhadap Miryam, Panitia Angket juga memanggil sejumlah orang bermasalah yang pernah diperiksa KPK.

Temuan yang didapat Panitia Angket sejauh ini hanya tuduhan tanpa bukti yang disampaikan bekas saksi atau tersangka yang pernah berurusan dengan penyidik KPK. Panitia Angket terkesan memanfaatkan kesaksian mereka untuk memojokkan KPK. Sebagian saksi yang dihadirkan dalam sidang Panitia Angket di DPR bahkan sudah dinyatakan bersalah lewat putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Pembentukan Panitia Angket diduga juga merupakan serangan balasan terhadap KPK yang membongkar korupsi proyek e-KTP. Ternyata, komisi antikorupsi berhasil menunjukkan bahwa skandal ini layak dibongkar tuntas. KPK bahkan telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus ini. Penyerangan terhadap Novel Baswedan, penyidik dalam kasus e-KTP, dan kematian janggal saksi kunci Johannes Marliem diduga juga berkaitan dengan skandal ini.

Advertising
Advertising

DPR seharusnya membubarkan Panitia Angket karena terkesan hanya mencari-cari kelemahan KPK. Dasar hukum mengadakan angket pun lemah. Sebab, KPK merupakan lembaga independen, bukan cabang eksekutif yang bisa dijadikan sasaran angket. Wilayah yang bisa diselidiki lewat hak angket itu sudah dibatasi secara jelas dalam Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dibuat politikus Senayan sendiri.

Mahkamah Konstitusi sebaiknya mencermati secara jeli soal keabsahan Panitia Angket itu. Permohonan uji materi sudah disampaikan, antara lain oleh karyawan KPK, yang mempersoalkan konstitusionalitas langkah DPR. Jangan biarkan komisi antikorupsi hancur karena manuver serampangan anggota DPR.

Berita terkait

Rupiah Ditutup Melemah 20 Poin Jadi Rp 16.046 per Dolar AS

16 detik lalu

Rupiah Ditutup Melemah 20 Poin Jadi Rp 16.046 per Dolar AS

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa melemah 20 poin.

Baca Selengkapnya

Lee Memperkenalkan Koleksi Golf Pertama, Mengenal Asal-usul Jenama Ini

10 menit lalu

Lee Memperkenalkan Koleksi Golf Pertama, Mengenal Asal-usul Jenama Ini

Jenama celana jeans Lee meluncurkan koleksi golf pertama untuk pria

Baca Selengkapnya

Pelantikan Putin sebagai Presiden Rusia, Ini Respons dari AS dan Negara-negara Eropa

11 menit lalu

Pelantikan Putin sebagai Presiden Rusia, Ini Respons dari AS dan Negara-negara Eropa

Vladimir Putin diambil sumpahnya untuk masa jabatan kelima sebagai presiden Rusia dalam sebuah upacara di Kremlin, Selasa.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Pakar Hukum: Kayak Klub Golf Aja

12 menit lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Pakar Hukum: Kayak Klub Golf Aja

Juru bicara Prabowo mengatakan ide presidential club Prabowo ditujukan untuk menjaga silaturahmi kebangsaan dan menjadi teladan.

Baca Selengkapnya

Soal Gugatan PDIP ke PTUN, Gibran: Biar Berproses Dulu

18 menit lalu

Soal Gugatan PDIP ke PTUN, Gibran: Biar Berproses Dulu

Gibran tak banyak menanggapi soal gugatan PDIP ke PTUN yang putusannya bisa saja berimbas pada pelantikannya sebagai wakil presiden.

Baca Selengkapnya

Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

18 menit lalu

Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

Pakar mengatakan kebaya bisa menjadi identitas budaya Indonesia berbasis kelokalan dengan sejarah panjang busana di Nusantara.

Baca Selengkapnya

Tinjauan Psikologi Ihwal Xenophobia

22 menit lalu

Tinjauan Psikologi Ihwal Xenophobia

Xenophobia sebagai fenomena psikologis, melibatkan ketakutan, ketaksukaan, atau kebencian ke individu atau kelompok yang dianggap asing atau beda.

Baca Selengkapnya

Kemenperin: Pabrik Motor Listrik Baru Akan Groundbreaking Pekan Depan, Luasnya 54 Hektare

23 menit lalu

Kemenperin: Pabrik Motor Listrik Baru Akan Groundbreaking Pekan Depan, Luasnya 54 Hektare

Merek motor listrik ini sudah dijual di Indonesia, tetapi produksinya masih dilakukan di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Tragedi Penembakan di Pesta Remaja Buffalo AS Tewaskan Seorang Remaja Putri dan Lukai 5 Lainnya

26 menit lalu

Tragedi Penembakan di Pesta Remaja Buffalo AS Tewaskan Seorang Remaja Putri dan Lukai 5 Lainnya

Lagi-lagi terjadi penembakan di Amerika Serikat, kali ini terjadi di Buffalo yang menewaskan seorang remaja putri dan melukai lima orang lainnya.

Baca Selengkapnya

Gus Muhdlor Ditahan KPK karena Dugaan Korupsi, Subandi jadi Plt Bupati Sidoarjo

36 menit lalu

Gus Muhdlor Ditahan KPK karena Dugaan Korupsi, Subandi jadi Plt Bupati Sidoarjo

KPK menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai tersangka dugaan korupsi di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD)

Baca Selengkapnya