Badan

Penulis

Senin, 26 Juni 2017 00:00 WIB

"Duh apa dosaning raga?"
--petilan dari tembang dalam tari Panji Sepuh

Sang Buddha duduk bersemadi--ataukah ia jerangkong yang duduk bersila: sepasang mata yang mirip dua lubang di kranium, tubuh yang nyaris hanya 24 bilah tulang iga?

Patung Buddha yang kurus kering dengan rusuk mencuat itu, yang disimpan di Museum Lahore, Pakistan, tak mudah dilupakan. Ia tak kita temukan di pagoda-pagoda Myanmar dan Thailand, ia tak tampak di Borobudur atau di patung termasyhur di Nara, Jepang. Yang umumnya digambarkan: Sang Buddha yang montok.

Berasal dari abad ke-3, ditemukan di wilayah yang dulu disebut Gandhara (kini Pakistan-dan-Afganistan), arca mirip rangka manusia itu mengisahkan satu babak dalam hidup Sang Buddha: pada satu titik dalam enam tahun pengembaraannya mencari jalan pembebasan dari hasrat jasmani, ia berpuasa, hampir tak makan, berhari-hari. Duduk bersemadi di bawah pohon Bodhi, berangsur-angsur ia merasakan perubahan pada tubuhnya.

"...sebagaimana labu pahit yang dipotong mentah mengeriput retak oleh hujan dan matahari, begitu juga kulit kepalaku mengeriput karena makan yang sedikit. Dan ketika aku ingin meraba kulit perutku, yang terasa hanya rusuk.... Untuk mengendurkan ototku, aku gosok-gosok anggota badanku, dan bulu tubuh pun rontok berjatuhan...."

Advertising
Advertising

Dalam riwayat yang ditulis di pelbagai teks, disebutkan bahwa Sang Buddha sejak itu tak melanjutkan pertapaannya. Ia akhirnya memutuskan bahwa ia, juga siapa pun, tak boleh berkata "tidak" kepada dirinya sendiri--pada saat diri itu berupa tubuh.

Sebab apa sebenarnya yang hendak didapat dari bertapa atau, dalam versi lainnya, berpuasa? Kemampuan menentang tubuh?

Dalam pelbagai ekspresi peradaban, manusia memang sering menunjukkan kecenderungan menampik, bahkan menista, tubuh. Di abad ke-4 sebelum Masehi, di Yunani, Plato meletakkan epithymetikon di bagian bawah struktur sukma manusia. Di sinilah bersembunyi dan berkecamuk hasrat erotik, rasa lapar, dan haus--singkat kata: hal-hal yang badani. Bagian ini--sebagaimana juga pusat amarah dan semangat--harus dikendalikan oleh logistikon, nalar.

Pengaruh pandangan ini luas dan lama, dalam pelbagai variasinya. Setidaknya acap ditemukan kesejajaran antara pandangan Platonis dan ajaran lain, terutama dalam agama-agama yang menegaskan sifat tubuh yang fana dan sifat roh yang kekal, atau yang menganggap pentingnya yang rohani di atas yang jasmani. Meskipun ada anggapan di kalangan muslim bahwa manusia pra-Islam hidup dalam kondisi jahiliah, filsafat Yunani yang menyebar cemerlang sebelum Quran itu juga masuk ke karya sejumlah pemikir Islam. Terutama dalam theori ethis Ibnu Miskawayh dari Persia (932-1030) yang mengadopsi pemikiran Plato tentang tiga "lapis" sukma manusia: "Siapa yang mengendalikan nalarnya ia disebut arif bijaksana; siapa mengendalikan amarahnya disebut berani; siapa yang mengendalikan nafsunya disebut santun."

Tapi Plato dan Ibnu Miskawayh tak bisa meyakinkan selamanya. Di abad ini, nafsu, hasrat, dan peran tubuh justru berbalik posisinya. Setelah apa yang ditemukan dalam analisis Freud, Lacan, dan Kristeva mengenai psike manusia, disimpulkan, semua hal dalam epithymetikon ternyata berperan besar dalam proses peradaban. Dan ketika orang berasumsi--seperti dalam dualisme Descartes--bahwa tubuh tak terpaut dengan nalar dan nalar tak bertaut dengan tubuh, apa yang membatasi keduanya?

Pertanyaan yang tak terjawab. Bahkan dualisme itu kini harus menghadapi apa yang belum ada di masa lampau: penelitian neuroscience tentang bagaimana pengetahuan dan nilai-nilai budaya dibentuk oleh sesuatu yang jasmani: sistem saraf. Kini makin ganjil untuk menyisihkan pengaruh tubuh dalam kebudayaan--bahkan berdasarkan pengamatan sehari-hari. Lihat Ramadan. Ketika umat Islam diharapkan mengontrol yang badani dengan kekuatan rohaniahnya, yang meriah justru kreasi dan konsumsi kuliner. Dalam 12 jam, orang berubah dari lapar ke gembul.

Sang Buddha tentu tak berubah jadi gembul. Tapi dalam askesisnya yang keras, ia justru berangsur-angsur merasakan dan memperhatikan tubuhnya sampai rinci, sampai kulit dan bulu.

Mungkin itu seharusnya nilai puasa: bukan menahan nafsu tapi sebenarnya hanya membuatnya eksplosif setelah magrib, bukan pula menaklukkan yang jasmani, melainkan mengapresiasi tubuh pada hal-hal yang tampaknya bersahaja. Dengan itu hidup terasa bergetar di jangat dan pori-pori.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Apple Hapus Aplikasi yang Dapat Hasilkan Gambar Telanjang Menggunakan AI Generatif dari App Store

2 menit lalu

Apple Hapus Aplikasi yang Dapat Hasilkan Gambar Telanjang Menggunakan AI Generatif dari App Store

Apple telah secara aktif membangun reputasi untuk pengembangan AI yang bertanggung jawab, bahkan sampai melisensikan data pelatihan secara etis.

Baca Selengkapnya

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

4 menit lalu

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

Gempa tektonik bermagnitudo 3,7 mengguncang wilayah sekitar Priangan Timur bagian selatan.

Baca Selengkapnya

Arsenal Kalahkan Tottenham Hotspur 3-2, Mikel Arteta: Kami Harus Lebih Baik

13 menit lalu

Arsenal Kalahkan Tottenham Hotspur 3-2, Mikel Arteta: Kami Harus Lebih Baik

Kemenangan Arsenal atas Tottenham Hotspur pada pekan ke-35 Liga Inggris menjaga peluang The Gunners meraih gelar Liga Inggris.

Baca Selengkapnya

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

13 menit lalu

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

Parlemen Arab menyerukan investigasi internasional independen menyusul penemuan kuburan massal di Rumah Sakit Al-Shifa dan Rumah Sakit Nasser di Gaza

Baca Selengkapnya

12 Penyebab Kantuk Berat yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Kanker

19 menit lalu

12 Penyebab Kantuk Berat yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Kanker

Rasa kantuk merupakan hal normal yang terjadi dalam tubuh. Tapi, ada beberapa penyebab kantuk berat yang harus diwaspadai. Ini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Hakim Saldi Isra soal Arsul Sani Tangani Sidang Sengketa Pileg PPP

19 menit lalu

Penjelasan Hakim Saldi Isra soal Arsul Sani Tangani Sidang Sengketa Pileg PPP

Hakim MK Saldi Isra menjelaskan, hakim konstitusi Arsul Sani tetap menangani sidang sengketa pileg untuk PPP. Tapi Arsul tak menggunakan haknya untuk memutus.

Baca Selengkapnya

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

22 menit lalu

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

BRIN meminta ratusan pensiunan ilmuwan mengosongkan rumah dinas di Puspiptek paling lambat 15 Mei 2024

Baca Selengkapnya

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

27 menit lalu

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumnya mengaku dirinya sudah berulang kali menyampaikan bahwa PAN membuka pintu untuk Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

28 menit lalu

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

KPU akan mendapatkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) untuk Pilkada 2024 dari Kemendagri pada 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

28 menit lalu

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

Model United Nations IGN tidak hanya berfokus pada debat semata, tetapi juga menerapkan pembelajaran praktis yang selaras dengan Kurikulum Merdeka.

Baca Selengkapnya