Pemerintah mesti ketat dalam memberikan izin setelah memutuskan mencabut moratorium pembukaan program pendidikan dokter. Penghentian sementara pendirian fakultas kedokteran diputuskan menjelang pertengahan tahun lalu akibat tekanan dari beberapa organisasi kedokteran, seperti Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia. Mereka prihatin atas kondisi pendidikan dokter dan kualitas dokter yang ada.
Tekanan memuncak ketika tahun lalu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan delapan izin baru pendirian fakultas kedokteran. Padahal hanya dua yang mendapat rekomendasi dari Tim Evaluasi Program Studi Pendidikan Dokter. Satu kampus yang dimiliki kerabat petinggi negara yang tak dikaji Tim Evaluasi juga mendapat izin. Diduga ada lobi dan tekanan.
Pemerintah jangan mengulangi kesalahan pada masa lalu. Proses keluarnya izin mesti transparan, tidak didasari kepentingan politik atau bisnis. Maklum, ongkos masuk fakultas kedokteran rata-rata tinggi, hingga ratusan juta rupiah. Peminatnya pun besar.
Pemberian izin pendirian fakultas kedokteran harus mengikuti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter. Selain itu, ada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Standar Profesi Pendidikan Dokter.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi kampus yang hendak mendirikan fakultas kedokteran adalah memenuhi syarat rasio dosen-mahasiswa 1 : 10, dengan enam di antara dosen harus spesialis. Syarat lainnya, kampus tersebut memiliki laboratorium dan mesti menjalin kerja sama dengan fakultas kedokteran berakreditasi A yang menjadi pembimbing. Kurikulumnya pun terintegrasi dan berbasis kompetensi.
Tahun lalu, banyak fakultas kedokteran yang tak memenuhi standar, termasuk rasio dosen-mahasiswa. Ada kampus yang memiliki rasio 1 : 26. Selain itu, data Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi menunjukkan 40 persen dari 75 fakultas kedokteran menyandang akreditasi C. Kualitas lulusannya pun tak bagus. Berdasarkan data hasil uji kompetensi 2015, tingkat kelulusan calon dokter di 11 kampus yang kebanyakan berakreditasi C di bawah 50 persen. Selain kurang memenuhi syarat, pemerintah ternyata tidak menghiraukan rekomendasi Tim Evaluasi.
Bila sebuah kampus tidak memenuhi persyaratan mendirikan fakultas kedokteran, tak perlu dipaksakan. Rasio dokter dan penduduk Indonesia sudah melampaui standar ideal Organisasi Kesehatan Dunia, yakni 1 : 2.500. Menurut data Konsil Kedokteran Indonesia, rasio saat ini 1 : 2.270. Pemerintah hanya perlu bekerja keras untuk meratakan para ahli kesehatan tersebut ke seluruh Indonesia.
Pada saat yang sama, pemerintah mesti terus meningkatkan kualitas pendidikan dokter yang telah ada. Pengawasan kampus pun diperketat. Dengan demikian, jumlah kampus berakreditasi A bisa jauh meningkat dibanding tahun lalu.