Kourbania

Penulis

Senin, 4 September 2017 00:00 WIB

Entah berapa abad setelah kisah itu dikabarkan, entah berapa juta kali Kitab Kejadian telah dibaca, orang masih bertanya: mengapa korban persembahan Kain ditolak Tuhan dan yang dari Abil diterima? Apa sulitnya jika Tuhan menerima kedua-duanya? Adakah itu karena Tuhan-selalu dibayangkan secara antropomorfis-lebih menyukai "anak sulung kambing domba dan lemak-lemaknya" ketimbang hasil bumi?

Dalam ritual pengorbanan agama-agama, ada misteri yang terus-menerus di sekitar hubungan Ia yang disembah, ia yang menyembah, dan obyek yang dipersembahkan. Saya kira hanya dalam cerita Nabi Ibrahim motif pengorbanan lebih terang: Tuhan bukan meminta tubuh anak itu untuk diri-Nya; Ibrahim diperintahkan untuk melepaskan apa yang paling dikasihinya sebab Tuhan menuntut pengabdian yang total, cinta yang tak mendua.

Tapi tentu saja sejak itu, ritual pengorbanan jadi rutin. Tak ada lagi rasa gundah dan kebingungan mendengar syariat itu lewat pengeras suara para pengkhotbah. Tak dirasakan lagi situasi yang absurd, yang bertentangan dengan akal, karena harus bertindak yang melampaui batas ethis demi Tuhan. Kini manusia hanya mempersembahkan sesuatu yang tak akrab dengan dirinya, tak dicintainya. Hewan yang disembelih itu tak dikenalnya. Manusia hanya membelinya di pasar seperti mendapatkan benda mati yang bisa dipertukarkan.

Dengan kata lain, apa arti hewan dalam ritual itu kembali tak jelas. Bahkan rasanya ada yang dilupakan: andaikata kita membayangkan hewan secara antropomorfis-bisa marah, sedih, kesakitan, dan merasa ditinggalkan-kita akan makin sadar bahwa dalam ritual yang berdarah itu pengorbanan terbesar datang bukan dari kita, yang akan mendapat pahala, melainkan dari mereka, yang harus mati.

Di Nepal, di Bariyarpur, di perbatasan dengan India, di Festival Gadhimai, di lapangan yang dikelilingi tembok tinggi, ratusan laki-laki siap dengan sabit bengkok yang panjang. Mereka bertugas memenggal sejumlah besar kerbau dari punggung ke leher. Di tahun 2014, korban itu 10 ribu sekaligus. Salah seorang penyembelih mengatakan pernah membunuh 300 ekor dalam sehari. Mudah, katanya, "seperti memotong sayur".

Advertising
Advertising

Siapa yang akan mengenali hewan itu satu-satu? Pertanyaan ini tentu tak ditanyakan-baik di Bariyarpur maupun di Toraja, baik dalam tradisi Yahudi yang mempersembahkan qorban dalam ritual shechita maupun dalam upacara kourbania di beberapa desa Yunani, di gereja Armenia dan Tewahedo. Kita tetap tak tahu, dan mungkin tak pernah bertanya (kecuali mungkin para aktivis hak-hak asasi hewan), apa yang terjadi.

Rene Girard akan menjawab: mimikri. Ada sifat agresif dalam amarah, yang disalurkan ke sasaran pengganti, karena manusia tak sanggup atau tak berani melakukannya kepada si penyebab amarah. Mungkin manusia sebenarnya merasa tertindas Langit dan ingin memberontak, tapi apa daya? Ia sudah terjebak iman. Kekerasan pun dialihkan, seperti sambaran geledek dialihkan ke penangkal petir. Tapi hasilnya, seperti kata Girard, tetap "tak amat elok".

Saya tak yakin itu menjelaskan semuanya. Yusuf dan Maria, seperti ditulis dalam Injil Lukas, mengorbankan dua burung merpati dan tak banyak orang yang membayangkan mereka agresif dan kejam. Mereka hanya menaati hukum Tuhan, demikian disebutkan.

Persoalannya kemudian, kenapa Tuhan menghendaki itu? Apakah antara lain itu sebabnya penyair Amir Hamzah, yang sajak-sajaknya mirip puisi sufi, menulis kepada Tuhan, "Engkau ganas, Engkau cemburu"?

Tapi mungkin sebaiknya kita tak membayangkan Tuhan sebagai manusia-meskipun berkali-kali agama-agama melakukan itu-atau sebagai hewan, seperti dewi perang dalam agama Mesir kuno yang berkepala singa. Mungkin kita perlu kembali ingat bahwa selamanya ada hubungan yang akrab antara manusia dan hewan ketika Langit tak bertitah.

Di zaman Kediri dan Majapahit di Jawa, tak sedikit orang memakai nama binatang dengan gagah: Kebo Ijo, Banyakwide, Panji Kudawanengpati. Kini anjing, kucing, bebek, kuda diberi nama seperti kawan-kawan kita. Walt Disney disambut karena membuat mereka seakan-akan bagian hidup kita, dengan siapa kita bisa berempati: Donald Duck, Mickey Mouse, Goofy. Industri film memproduksi cerita yang romantis tentang anjing, Lady and the Tramp, tentang kijang kecil yang manis, Bambi, atau ikan yang lincah, Finding Nemo.

Yang menarik, dalam film-film itu manusia hadir di antara hewan dan tak selamanya yang baik yang terjadi.

Pada suatu saat, ibu Bambi ditembak pemburu. Percakapan terakhir yang kita dengar dari layar seakan-akan datang dari dekat kita:

"Mengapa Ibu harus pergi?"

"Di hutan ini semua punya musimnya sendiri. Ketika satu rontok, yang lain tumbuh. Mungkin tak seperti yang sebelumnya, tapi sesuatu yang baru dan indah juga."

"Tapi aku merasa sendirian."

Banyak mata yang berkaca-kaca di adegan ini-dan sejenak ingat akan kekejaman kita, manusia.

GOENAWAN MOHAMAD

Berita terkait

Bea Cukai Batam Tangkap 7 ABK Kasus Penyelundupan Rokok Ilegal

1 menit lalu

Bea Cukai Batam Tangkap 7 ABK Kasus Penyelundupan Rokok Ilegal

Bea Cukai Batam mendapatkan informasi bahwa akan ada penyelundupan rokok yang diduga ilegal dengan kapal speed.

Baca Selengkapnya

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

1 menit lalu

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

Kenaikan biaya kuliah itu menuai protes dari kalangan mahasiswa, seperti UGM, Unsoed, dan ITB.

Baca Selengkapnya

Nama Kapolda Ahmad Luthfi Masuk Radar Golkar untuk Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024

6 menit lalu

Nama Kapolda Ahmad Luthfi Masuk Radar Golkar untuk Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024

Nama Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi masuk radar Partai Golkar untuk ikut dalam kontestasi Pilgub Jateng 2024.

Baca Selengkapnya

Luhut Punya Kabar Baru Soal Rencana Investasi Tesla di Indonesia

6 menit lalu

Luhut Punya Kabar Baru Soal Rencana Investasi Tesla di Indonesia

Selain Indonesia, ada negara-negara lain yang membujuk Tesla untuk berinvestasi.

Baca Selengkapnya

Sinopsis Possession: Kerasukan yang Diadaptasi dari Film Prancis

11 menit lalu

Sinopsis Possession: Kerasukan yang Diadaptasi dari Film Prancis

Film horor akan tayang di bioskop pada 8 Mei 2024. Film ini merupakan adaptasi dari film Prancis berjudul Possession. Ini sinopsis film Possesion.

Baca Selengkapnya

Realme C65 Masuk Indonesia, Ponsel 2 Jutaan dengan Sertifikat Anti Lemot

16 menit lalu

Realme C65 Masuk Indonesia, Ponsel 2 Jutaan dengan Sertifikat Anti Lemot

Realme C65 yang debut di Indonesia sejak 2 Mei 2024. Dengan jaminan lag-free 2 tahun, bagaimana harga dan spesifikasinya?

Baca Selengkapnya

Time for Political Party Elites to Vie for Cabinet Seats

21 menit lalu

Time for Political Party Elites to Vie for Cabinet Seats

Supporting political party elites are vying for strategic cabinet seats, expecting Prabowo Subioanto to form a big cabinet

Baca Selengkapnya

Pernah Disebut Penyanyi yang Buruk, Sakura LE SSERAFIM: Itu Sangat Menyakitkan

22 menit lalu

Pernah Disebut Penyanyi yang Buruk, Sakura LE SSERAFIM: Itu Sangat Menyakitkan

Pernyataan Sakura LE SSERAFIM ketika menanggapi kritik pedas atas kemampuan vokalnya kembali menjadi sorotan setelah tampil di Coachella.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

23 menit lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Tips Cegah Heat Stroke akibat Cuaca Panas dari Kemenkes

23 menit lalu

Tips Cegah Heat Stroke akibat Cuaca Panas dari Kemenkes

Masyarakat perlu mewaspadai serangan panas atau heat stroke akibat cuaca panas. Ini yang perlu dilakukan menurut Kemenkes.

Baca Selengkapnya