Profesor Madya Dr Awang Azman Awang Pawi
Dosen senior di Departemen Sosial dan Budaya, Akademi Studi Malaysia, Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tun Mahathir Mohamad membuat kejutan dalam sejarah politik Malaysia setelah berhasil menduduki kursi Perdana Menteri di Putrajaya setelah bersaing sengit dengan bekas anak didiknya, yaitu bekas PM Najib Abdul Razak.
Ketika itu, menjelang pemilihan umum 9 Mei 2018, banyak kajian dan pendapat menyatakan Najib Razak akan menang tipis jika dia tidak kalah telak. Ada juga kajian yang menyatakan Najib Razak bakal menang pada pemilu kemarin.
Apalagi, Barisan Nasional, yang mendukung Najib Razak dan dimotori Partai UMNO yang dipimpin Najib, belum pernah kalah di tangan oposisi selama 60 tahun dalam sejarah Malaysia.
Di lapangan, sejumlah media utama, yang selama ini bekerja sama dengan partai pemerintah, terdiam dan berdebar ketika Presiden Partai UMNO, Najib Razak, yang juga menjabat PM Malaysia saat itu, tidak muncul di Gedung Putra World Trade Center (PWTC) pada malam usai pencoblosan. Ini merupakan gedung milik UMNO dan menjadi kantor pusatnya.
Lazimnya, Presiden UMNO akan muncul di PWTC sebelum pukul 9.00 malam pada hari pencoblosan, namun kali ini itu tidak terjadi. Ada yang mengatakan Najib ketika itu sedang terbang menggunakan pesawat jet pemerintah selama sekitar 2 jam untuk memantau kondisi di lapangan dan merancang pernyataan pasca kekalahan pemilu.
Ada juga yang mengatakan Najib memanggil anggota National Security Council, yang merupakan lembaga keamanan di bawah kantor PM. Namun pertemuan itu gagal digelar karena karena Kepala Polisi Malaysia hanya mengirim wakil saja.
Yang pasti pada malam itu, seperti telah dikonfirmasi dua kali, Najib menelpon Anwar Ibrahim untuk ‘berunding’ dan meminta masukan. Saat itu, Anwar memberi saran kepada Najib agar mengakui kekalahan dan menyiapkan pasukan pengacara terbaik untuk membelanya di pengadilan. Ini menunjukkan Anwar tidak tunduk dalam perundingan kerjasama UMNO-Partai Keadilan Rakyat, yang dipimpin Anwar, lewat pintu belakang.
Drama politik ini juga memiliki plot yang menarik. Pucuk pimpinan koalisi partai politik Pakatan Harapan berusaha melakukan audiensi dengan Raja Malaysia secepatnya.
Pakatan Harapan merupakan koalisi dari empat partai politik yaitu Partai Keadilan Rakyat, yang dipimpin Anwar Ibrahim, Partai Pribumi Bersatu Malaysia, yang dipimpin Mahathir Mohamad, Partai Aksi Demokrasi, dan Partai Amanah Nasional.
Dalam pertemuan yang berlangsung satu-dua hari pasca pencoblosan, Raja Malaysia, Sultan Muhammad V, yang bergelar Yang Dipertuan Agung, menyatakan PKR mendapat kursi terbanyak di Dewan Rakyat, yang merupakan lembaga parlemen. Maka, Presiden PKR, Wan Azizah, layak menjadi PM berikutnya menggantikan Najib Razak.
Namun untuk menghormati perjanjian internal koalisi Pakatan Harapan, yang dibuat sebelum pemilu, para pemimpin koalisi menyatakan Mahathir menjabat sebagai PM jika PH dinyatakan sebagai pemenang pemilu. Lalu, Anwar Ibrahim bakal menjadi Perdana Menteri menggantikan Mahathir setelah beberapa waktu.
Inilah drama politik Malaysia yang berakhir dengan bahagia ketika Mahathir menjadi PM untuk kedua kalinya.