Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

image-profil

Dosen Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta

image-gnews
Ferdinand
Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr., putra dan mendiang diktator Ferdinand Marcos, memberikan pidato setelah diambil sumpahnya sebagai Presiden Filipina ke-17, saat upacara pelantikan di Museum Nasional di Manila, Filipina, 30 Juni 2022 REUTERS/Eloisa Lopez
Iklan

Beberapa kalangan menilai proses pemilihan Presiden Filipina pada 2022 lalu memiliki kemiripan dengan dinamika pilpres di tanah air. Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong. 

Kemenangan Bongbong tidak bisa hanya dilihat dari dinamika semasa kampanye pilpres Filipina tahun 2022 lalu. Joget-joget yang ia lakukan, kampanye medsos secara masif, terstruktur dan sistematis serta penghindaran mengikuti debat-debat publik, memang merupakan pakem baru dalam kampanye Presiden pada pilpres Filipina. Tulisan ini merangkum percakapan personal penulis dengan beberapa sarjana politik dan aktivis pro-demokrasi yang telah berlibat sejak revolusi People Power EDSA I tahun 1986 hingga titik balik demokratisasi di negara tetangga kita. Apa yang terjadi di Filipina adalah revolusi mental, perlu menjadi refleksi bersama dan membuat langkah antisipasi.    

Kembalinya Dinasti Marcos

Kemenangan spektakuler Bongbong Marcos, bukanlah terjadi dalam semalam. Kenyataannya, dinasti Marcos telah melakukan perencanaan atas serangkaian operasi politik selama tiga dasawarsa sebagai upaya untuk kembali ke jantung pentas politik nasional Filipina. Setidaknya ada lima hal yang menganulir sejarah demokratisasi Filipina dalam kurun waktu 36 tahun semenjak Ferdinand Marcos senior melarikan diri mencari suaka di Hawaii. 

Hal pertama dan utama adalah upaya memutarbalikkan narasi sejarah masa kediktatoran Marcos senior semasa kurun waktu diterapkannya Martial Law pada 1972 yang berdampak pada pelanggaran HAM, skandal korupsi dan penguasaan sumberdaya ekonomi oleh kapitalis kroni. Dengan tekun, bani Marcos memproyeksikan masa kediktatoran tersebut sebagai zaman keemasan Filipina, di mana pembangunan infrastruktur, industrialisasi, dan maraknya investasi asing menjadi komoditas jualan semasa kampanye. Slogan seperti ‘lebih enak zamanku tho’ digaungkan oleh dinasti Marcos (Brookings 13 Mei 2022). 

Maka tidak heran jika dinasti Marcos kemudian memilih untuk menggunakan medsos secara masif, sistematis, dan terstruktur, karena medsos tidak mengenal aturan publikasi yang mensyaratkan kebenaran fakta dan divalidasi sesuai kaidah jurnalistik. Dengan keterbukaan medsos dan media digital tim kampanye Bongbong dengan bebas memproduksi informasi bahkan propaganda memutarbalikkan sejarah kelam Martial Law. 

Tidaklah mengherankan jika Bongbong tidak pernah mau hadir dalam forum dialog atau debat, karena ia tidak sanggup memberikan jawaban yang menyakinkan atas pertanyaan-pertanyaan terkait kekejaman dan keserakahan Marcos senior selama memimpin. Pun, Bongbong menghindari wawancara dengan media massa yang kritis dalam pemberitaan sesuai pakem jurnalistik. Sebagai gantinya, ia lebih memilih membuat gimmick dan berjoget agar terhindar atau menghindari diskursus publik yang substantial. 

Kedua, adalah pengaburan sejarah masa kediktatoran Marcos senior. Sejarah kelam masa Martial Law sejak 1972 hingga 1986 mengakibatkan belasan ribu orang hilang, diculik, disiksa maupun dihukum tanpa melalui pengadilan yang adil, serta praktek korupsi yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha kroni Marcos senior yang memperoleh privilege dan keistimewaan seperti monopoli dan konsesi terutama pada sektor sumberdaya alam tidak pernah dituliskan dalam catatan sejarah. Masa kegelapan tersebut tidak menjadi bahan ajar sehingga generasi muda Filipina tidak memiliki pengetahuan akan sejarah hitam dalam perjalanan bangsanya. 

Tanpa penjelasan sejarah, terutama di sekolah-sekolah kepada generasi muda, maka warga Filipina yang lahir setelah peristiwa EDSA I tahun 1986 tidak memiliki informasi tentang masa kelam tersebut. Karenanya, tidaklah mengherankan jika Bongbong dan tim kampanyenya menyasar generasi yang tidak mengalami peristiwa kelam otoritarian sebagai kelompok pemilih yang menjadi sasaran utama kampanye. Gencarnya kampanye melalui media sosial dilakukan sebagai bagian dari upaya cuci dosa masa lalu dan membuat propaganda untuk menghadirkan kembali zaman keemasan Filipina semasa Marcos senior. 

Faktor ketiga, klan Marcos menikmati impunitas secara hukum dan politik. Semenjak kabur ke Hawaii dan meninggalkan tiga ribuan pasang sepatu di istana Malacanang dan menggondol kekayaan hasil korupsi, keluarga Marcos nyaris tak tersentuh hukum. Sewaktu Marcos senior meninggal, kemudian Presiden Cory Aquino memberikan pengampunan pada Imelda dan diperbolehkan kembali ke Filipina. Sejak kepulangannya pada tahun 1991, Imelda disambut bak superstar di ilocos Norte kampung halaman sekaligus benteng basis politik dinasti Marcos. 

Beberapa kali dinasti Marcos diajukan ke pengadilan terkait pelanggaran HAM dan korupsi, tetapi dengan koneksi, kekayaan dan pengaruh politik, mereka terbebas dari jeratan hukum terutama terhindar dari penjara. Memang pengadilan anti korupsi (Sandigabayan) pernah menjatuhi denda ratusan miliar sebagai bukti Marcos senior melakukan korupsi, tetapi jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan kekayaan negara yang mereka jarah. Hingga kini, tidak ada satupun dari klan Marcos, bahkan ibu suri Imelda yang dipenjarakan akibat keterlibatannya dalam perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan kekayaan yang masih segudang, mereka dapat dengan leluasa berkontestasi dalam pemilu. Imelda sendiri mencoba peruntungan dengan maju sebagai kandidat Presiden pada pemilu 1992 dan 1998, walau gagal. Akan tetapi, putera dan puterinya, Bongbong dan Imee berhasil menjadi anggota parlemen dan kepala daerah dari kampung halaman mereka (Rappler.com, 25 Februari 2017). 

Faktor keempat adalah kolaborasi antar klan politik. Klan politik di Filipina telah bermetamorfosis menjadi dinasti karena memonopoli kekuasaan daerah selama beberapa generasi. Tentu saja dalam menjalankan pemerintahan di daerah dan menjadi perwakilan di pentas politik nasional, para dinasti menggunakan beragam instrumen kekuasaan dan kekerasan agar tetap bercokol. Praktek penyalahgunaan kekuasaan secara masif ini tentu saja menjadi titik lemah bagi para trapo (traditional political clan) (The Guardian, 20 Mei 2022).

Slogan kampanye unity (persatuan), adalah bentuk kompromi sekaligus kolaborasi antar dinasti politik. Bongbong Marcos dan Rodrigo “Digong” Duterte berhasil meyakinkan para trapo berkolaborasi untuk memenangkan Bongbong dan Sara sebagai jaminan kejahatan publik yang mereka lakukan akan mendapatkan impunitas. Sebaliknya jika Leni Robredo memenangi Pilpres, impunitas para trapo akan terancam. Selain itu, ruang gerak mereka dalam memanipulasi kekuasaan, menggunakan keistimewaan dan pengaruh politik menjadi lebih terbatas, seperti pada masa Presiden Noynoy Aquino, sebelum masa Duterte.

Bagi dinasti Marcos, memenangkan Pilpres adalah momen untuk mencuci dosa dinasti tersebut semasa martial law. Sedangkan bagi Duterte, dengan Sara memenangkan kursi wapres adalah jaminan pelanggaran HAM berupa eksekusi tanpa proses pengadilan (extra judicial killing) ala petrus masa Orba, dalam bingkai kebijakan war on drugs, tidak diproses untuk sementara waktu (The Guardian, 20 Mei 2022). Tentu saja, pada pilpres berikutnya, Sara berpeluang besar menjadi Presiden, mengingat Bongbong tidak akan bisa ambil bagian dalam kontestasi elektoral. 

Kelima, melenggangnya Bongbong dan Sara pada kontestasi pilpres lalu, tidak bisa dilepaskan dari langkah sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh Duterte dalam membonsai oposisi, baik oposisi dari kelompok politik maupun oposisi dari masyarakat sipil, termasuk Gereja Katolik. Selama 6 tahun kepemimpinannya, Duterte mampu melumpuhkan kelompok oposisi, terutama dari masyarakat sipil melalui kombinasi beragam instrumen, persuasi, kooptasi dan intimidasi. Alhasil, penyelenggaraan pemilu tanpa mendapatkan pengawalan dari publik untuk menghindari kemungkinan terjadinya kecurangan pemilu (Nikkei Asia, 27 April 2022). 

Hal ini jauh berbeda dengan kekuatan people power pada pemilu 1984 dan 1986 lalu, di mana kelompok masyarakat sipil, gereja, universitas, bahu membahu mengawasi praktek kecurangan pemilu. Mereka saat itu terhimpun dalam wadah NAMFREL (National Independent Movement for Free Election) dengan spartan mengawasi dan membuktikan kecurangan yang dilakukan oleh Marcos senior. Keberhasilan NAMFREL membongkar kecurangan secara masif dan vulgar kemudian memicu gerakan People Power EDSA I dan melengserkan dinasti Marcos. 

Revolusi Mental

Kembalinya dinasti Marcos ke tampuk pimpinan nasional Filipina, bagi sebagian pihak merupakan arus balik dari gelombang revolusi yang menuntut perubahan politik, sosial dan ekonomi Filipina dari tangan para cacique dinasti. Setelah 36 tahun, dinasti Marcos, simbol dekadensi politik dan kebangkrutan ekonomi Filipina yang membuat negara tersebut digelari sebagai ‘the Sickman from Asia’ kembali ke istana Malacanang.   

Revolusi People Power yang menginspirasi banyak perubahan politik di Asia, menjadi mental. Filipina Kembali ke titik nadir. Ironis karena hanya dibutuhkan waktu kurang dari 4 dasawarsa untuk mementalkan revolusi. Fenomena Bongbong ini sekaligus membunyikan lonceng alarm bagi banyak pegiat demokrasi di berbagai belahan dunia. Peristiwa people power yang heroik dan legendaris tersebut, berhasil diputarbalikkan oleh dinasti Marcos dengan dalih suara rakyat yang akan memutuskan. Sejatinya, kelima faktor diatas dikerjakan secara sistematis, terstruktur dan masif selama 30 tahun sejak kepulangan mereka dari pengasingan di Hawaii tahun 1991. 

Dalam salah satu kutipan media, Bongbong berseloroh bahwa Imelda Marcos, ibu suri legendaris, telah memimpikan dirinya menjadi Presiden semenjak ia berusia 3 tahun, bahkan sebelum Ferdinand Marcos menjadi Presiden (Nikkei Asia 27 April 2022). Persistensi akan hasrat tersebut menjadikan Imelda sebagai permaisuri dan ibu suri yang menahkodai dinasti politik sehingga berhasil mengantarkan suami dan anak sulungnya menjadi presiden Filipina. Imelda tentu telah  kembali menyusuri ruang demi ruang di istana Malacanang, dan kemungkinan bertemu dengan 3 ribu pasang sepatu yang ia tinggalkan sewaktu kabur ke Hawaii. Bagi kalangan aktivis pro-demokrasi Filipina, hal ini adalah mimpi buruk. 

Tanpa dipungkiri, kita pun berada di persimpangan jalan sejarah. Pemilihan Presiden secara langsung yang kelima kali, akan menentukan sejarah ke depan. Apakah demokratisasi Indonesia akan terkonsolidasi sesuai dengan proyeksi dari Guillermo O’Donnell dan Philippe Schmitter atau stagnan dalam kubangan para oligarki seperti proyeksi Thomas Carothers, hasilnya ada ditangan kita. Bijaklah memilih dan jaga pemilu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

2 hari lalu

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

Terowongan silaturahmi yang dikunjungi Paus Fransiskus bukan sekadar untuk penyeberangan, melainkan juga simbol toleransi antarumat beragama


Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

9 hari lalu

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

Kelompok rentan disabilitas, lanjut usia, juga ibu hamil bisa menikmati layanan antar-jemput Benteng Vredeburg Yogyakarta mulai awal Agustus 2024


Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

10 hari lalu

Mead Lake, Nevada-Arizona, Amerika Serikat (visitarizona.com)
Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

Kedua pria tersebut mendorong bongkahan formasi batuan kuno ke tepi tebing dekat Redstone Dunes Trail di Area Rekreasi Nasional Danau Mead Nevada.


Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

11 hari lalu

Sejumlah pencari kerja mengunjungi pameran bursa kerja Jakarta Job Fair 2024 di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Mei 2024. Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Sudin Nakertransgi) Jakarta Pusat menggelar Jakarta Job Fair yang diikuti oleh 40 perusahaan selama dua hari pada 28-29 Mei 2024. Dok. Pemprov DKI Jakarta
Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

Warga yang mencari lowongan kerja atau pelatihan meningkatkan keahlian dapat melihat informasi di laman milik dinas yang mengurusi ketenagakerjaan.


PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

13 hari lalu

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menghadiri Muktamar PKB di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali pada Sabtu, 24 Agustus 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

Cak Imin merespon peluang pencalonan Anies oleh PDIP untuk Pilkada Jakarta.


26 hari lalu


BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

28 hari lalu

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

elaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA.


Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

38 hari lalu

Terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon Saka Tatal menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu 24 Juli 2024. Saka Tatal yang telah bebas murni setelah menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan itu mengajukan PK untuk memulihkan nama baiknya karena merasa tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

Dalam sidang PK Saka Tatal, Liga Akbar mencabut seluruh BAP yang ia berikan dalam kasus Vina Cirebon. Merasa lebih tenang.


Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

40 hari lalu

Pesawat N250 karya Presiden RI ketiga, BJ Habibie saat menjabat sebagai Menristek dan Dirut IPTN di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Rabu, 11 September 2019. Pesawat N250 adalah karya monumentalnya yang menerapkan teknologi kendali otomatis fly by wire pertama di dunia. TEMPO/Prima Mulia
Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

Sebagai sebuah pembahasan, buku ini berusaha menganalisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional.


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

52 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)