Politik Etnik dan Agama
Setelah 100 hari koalisi Pakatan Harapan memerintah, yang berlangsung dari 10 Mei 2018 – 17 Agustus 2018, isu etnis, agama dan bahasa masih ramai menjadi pembahasan publik. “Malaysia Baru” masih mewarisi ciri-ciri budaya politik tradisional. Isu pelantikan anggota kabinet masih lagi berkisar soal etnis dan agama. Soal ini, Mahathir menegaskan pelantikan Lim Guan Eng dari DAP sebagai menteri Keuangan bukan hal baru dalam sejarah Malaysia. Sejarah mencatat pembentukan kabinet pada awal berdirinya Malaysia melibatkan tokoh seperti H.S.Lee dan Siew Sin, yang berasal dari etnis Tionghoa, pernah menjadi menteri Keuangan.
Mahathir membawa nostalgia politik dengan keputusannya ini dan pada saat yang sama mengukuhkan dukungan komunitas etnis Cina terhadap pemerintahan bentukan Pakatan Harapan. Ide integrasi nasional terasa dalam narasi proses penunjukan Lim Guan Eng. Kredibilitas Lim juga memainkan faktor penting terkait penunjukan dirinya untuk posisi itu.
Begitu juga dengan pelantikan pakar strategi DAP seperti Liew Chin Tong untuk posisi wakil menteri pertahanan, yang merupakan strategi untuk menghilangkan kesan bahwa hanya ada satu etnis saja di bidang militer dan pertahanan. Keputusan ini juga juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi etnis Cina untuk berkarir di bidang militer, yang kerap dianggapi sebagai pekerjaan kasar dan kurang menguntungkan secara pendapatan. Ini jika dibandingkan dengan karir bisnis yang menjadi pekerjaan mayoritas komunitas etnis Cina di negara ini.
Reformasi Mahathir
Pelantikan Tommy Thomas sebagai Jaksa Agung mendapat kritik karena dia dianggap kurang mampu berbicara dalam bahasa Melayu. Tommy, yang keturunan India, juga pernah ditantang menggelar jumpa pers dan berbicara sepenuhnya dalam bahasa Melayu. Tetapi Tommy terlihat masih kurang yakin berhadapan dengan media menggunakan bahasa nasional ini.
Biasanya, Jaksa Agung diisi tokoh dari komunitas Melayu. Penunjukan Tommy ini menjadi ‘pembaruan’ oleh Mahathir untuk menunjukkan perlunya rasa tanggung jawab bersama semua elemen masyarakat sebagai orang Malaysia bahwa pemerintah tidak boleh mengasingkan satu etnis dari penyelenggaraan negara.
Pelantikan Ketua Mahkamah Agung, Richard Malanjum, menjadi isu agama dan etnis bagi sebagian orang Islam dan Melayu yang merasa bimbang dengan penunjukan itu. Keprihatinan ini muncul karena selama ini hampir semua Ketua MA merupakan orang Islam kecuali pada awal kemerdekaan. Masyarakat menginginkan individu yang memimpin badan kehakiman memahami pengetahuan dan prinsip dasar Islam. Ini agar ketua MA memahami perbandingan antara undang-undang sipil dan Syariah sehingga tidak menimbulkan konflik hukum di masa depan.
Ketua Informasi dari Partai Islam Se-Malaysia (PAS), Nasruddin Hasan, mengkritik penunjukan ini, yang dinilai melengkapi tiga posisi kunci dalam “posisi tiga serangkai”, sebagai suatu hal yang aneh. Dia melihat masa depan Islam menjadi lemah terkait perundang-undangan. Dia juga menuding pemerintahan Pakatan Harapan berdiam diri terhadap sejumlah keluhan dan kekhawatiran komunitas Muslim. Menurutnya, keluhan-keluhan ini terlihat lebih mengkhawatirkan dibandingkan era pemerintahan BN. Ini bisa menyebabkan dukungan dari komunitas Melayu terhadap Pakatan Harapan goyah dan membuat posisi PH menjadi lemah tanpa dukungan etnis mayoritas.