Prof Mary Astuti dan Setyastusi Purwanti MS dari Fakuktas Pertanian dan Teknologi Benih Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, beruntung karena riset mendapatkan varietas kedelai hitam Malika disambut kerja sama Unilever pada 2001. Dukungan dana pengembangan benih kedelai hitam itu memungkinkan ia dan tim nya melakukan uji multilokasi dan uji DNA serta melepas varietas Malika melalui Kementerian Pertanian pada 2007.
Cerita berbeda datang dari peneliti Crop Center Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat. Mansyur dan Dedi Ruswandi adalah peneliti yang harus berjuang mencari dana riset untuk melepas varietas hasil inovasi pemuliaan tanaman di laboratorium mereka.
Mansyur menuturkan dibutuhkan sedikitnya Rp 500 juta untuk melakukan uji multilokasi guna melepas varietas baru di sepuluh lokasi eksistem agro yang berbeda sebagai persyaratan pemerintah. Dana untuk uji multilokasi saat ini tak mudah didapatkan dari pemerintah, sementara sumber dana lainnya belum tersedia. Dia harus merelakan tujuh calon varietas baru hasil inovasi pemuliaannya hilang sebelum dikembangbiakkan karena terkendala dana uji rilis varietas.
Merilis varietas baru adalah cara mempertahankan jenis dan ekspresi genetik suatu tanaman dari laboratoruim ke pasar sehingga bersinambungan dan lestari. Kalaupun dana uji multilokasi berhasil diperoleh, varietas pembanding sebagai kontrol terhadap calon varietas baru tak tersedia lagi, sehingga upaya rilis varietas baru tak dapat dilakukan.
Dedi Ruswandi menambahkan, "ada hukum positif berlaku, bahwa peneliti atau petani pemulia benih yang melakukan inovasi pemuliaan tanaman yang melibatkan pengkayaan genetik/kawin silang harus melakukan uji multilokasi sebelum dirilis, diedarkan, atau diperjualbelikan. Tanpa uji multilokasi perbanyakan benih dianggap melanggar hukum".
Pemerintah harus dapat menjamin tersedianya sumber pendanaan dan mekanisme dukungan bagi rilis varietas baru ini. Misalkan dengan menciptakan mekanisme pendanaan yang dicangkokkan pada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau mengoptimalkan peran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tentunya agar selalu tersedia dana untuk memperkuat ketahanan pangan melalui pemuliaan jenis flora dan fauna, sekaligus menjaga harta paling berharga di nusantara, yaitu benih lokal dan keanekeragaman hayati kita. (*)