Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mega dan Sonia

Oleh

image-gnews
Iklan

Wahyu Dhyatmika
wahyu.dhyatmika@gmail.com

Sebelum 1991, tak banyak orang India yang mengenal Sonia Gandhi. Sosok ibu rumah tangga biasa ini mendadak jadi pembicaraan publik setelah bom bunuh diri menewaskan suaminya, Perdana Menteri India Rajiv Gandhi, pada pekan ketiga Mei 1991.

Tujuh tahun setelah insiden mengenaskan itu, kader Partai Kongres memilih Sonia menjadi ketua umum mereka. Meski berdarah Italia dan terlahir dengan nama asing Antonia Maino, dia dipercaya untuk  melanjutkan trah kepemimpinan dinasti Gandhi.   

Di Indonesia, pada 1993, sebuah nama baru juga menyeruak di panggung politik nasional. Dialah Megawati Soekarnoputri. Sebagai putri tertua proklamator Bung Karno, Mega punya karisma dan diyakini mewarisi aura kepemimpinan ayahnya. Pada kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Mega terpilih menjadi ketua umum.

Kita semua tahu, itulah awal karier politik Megawati. Meski sempat digulingkan Orde Baru pada 1996, popularitas Mega tak tertahankan. Pada Pemilihan Umum 1999, pemilu demokratis pertama selepas jatuhnya rezim diktator Soeharto, PDI Perjuangan meraup suara terbanyak. Sayangnya-karena tak menggunakan sistem pemilihan presiden langsung-Mega tak otomatis menjadi presiden. Lewat voting di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mega harus puas menjadi wakil presiden. Baru pada 2001, dia  menggantikan Abdurrahman Wahid yang dipaksa turun di tengah jalan.

Sejak masa-masa awal itu, kemiripan karier politik Mega dan Sonia mulai tampak. Dua perempuan perkasa ini memiliki latar belakang serupa. Mereka tidak pernah berencana terjun ke dunia politik, namun dipaksa oleh keadaan untuk mengambil peran menjadi komandan. Keduanya juga berasal dari dinasti politik terkemuka, yang punya tempat khusus di hati rakyatnya. Indonesia dan India tak akan ada tanpa Sukarno dan Nehru.

Kemiripan Mega dan Sonia tak berhenti di situ. Sampai kini, Mega masih menjabat Ketua Umum PDI Perjuangan. Dia mencatat rekor sebagai politikus terlama yang  menjabat pucuk pimpinan partai politik di negeri ini. Sonia punya catatan serupa. Dia adalah Ketua Umum Partai Kongres terlama. Tanpa Mega dan Sonia, sulit membayangkan PDI Perjuangan dan Partai Kongres berada dalam kondisinya saat ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekarang, garis politik dua perempuan berkuasa ini akan kembali menemukan kemiripan. Pada 2004, ketika Sonia Gandhi memimpin partainya meraih kemenangan, dia sebenarnya punya kesempatan untuk menjadi perdana menteri. Tapi, yang mengejutkan, ketika itu Sonia justru mengambil keputusan berani. Dia menyadari keterbatasannya dan menunjuk Manmohan Singh, seorang teknokrat dengan rekam jejak cemerlang, untuk menduduki kursi eksekutif tertinggi di India.

Dengan keputusannya itu, popularitas Sonia kini justru makin menjulang. Pengorbanannya untuk tidak menduduki posisi politik paling kunci ketika partainya memenangi pemilu menunjukkan visinya yang jernih untuk memajukan India. Pada pemilu berikutnya, 2009, Sonia memimpin partainya untuk kembali menang.

Mega kini menghadapi dilema serupa. Dalam semua survei, PDI Perjuangan bersaing ketat dengan Golkar sebagai calon pemenang pemilu tahun ini. Banyak yang menduga, seandainya partai banteng menang pemilu pada April depan, partai ini akan mengajukan Mega sebagai calon RI-1.

Pada saat bersamaan, semua tahu, jajak pendapat enam bulan terakhir lebih menjagokan Jokowi. Lewat banyak kesempatan, hampir seluruh kader PDI Perjuangan mendesak Mega untuk memberi jalan kepada Gubernur Jakarta yang baru setahun menjabat itu.

Kita belum tahu apa sikap Mega nanti. Apa pun, keputusan Mega soal calon presiden partainya akan memperlihatkan apa visinya untuk Indonesia di masa depan. Tak hanya itu, kita pun nanti akan lebih tahu seberapa mirip sebenarnya Mega dengan Sonia itu. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kontrak, Baiat, Nyoblos

10 April 2014

Kontrak, Baiat, Nyoblos

Demokrasi kita, secara prosedural, dirayakan dengan pemilu.


Balada Pemasang Baliho

11 Februari 2014

Balada Pemasang Baliho

Ratusan baliho yang telah dipasang Pan Darma memenuhi pinggir-pinggir jalan.


Politik Industrialisasi Perikanan 2014

24 Januari 2014

Politik Industrialisasi Perikanan 2014

Pada awal 2014 ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengevaluasi perjalanan pembangunan perikanan 2013 dan prospeknya pada 2014. Dari laporan KKP tersebut, aspek-aspek apa saja yang dinilai mengalami kemajuan dan apa yang perlu mendapat catatan khusus untuk perbaikan pada 2014?


Peta Politik 2014

30 Desember 2013

Peta Politik 2014

Pemilu 2014 juga menjadi warning bagi partai politik Islam.


Pemilik Televisi Sebagai Aktor Politik

2 November 2013

Pemilik Televisi Sebagai Aktor Politik

Susah sekali untuk tidak mengatakan bahwa stasiun-stasiun TV yang disebutkan di atas telah menjadi media propaganda partai atau kepentingan politik pemilik media.


Perjuangan Melawan Lupa

25 Juni 2009

TEMPO/Wahyu Setiawan
Perjuangan Melawan Lupa

Kini waktunya setiap calon pemimpin mengatakan apa saja yang bisa membuat mereka kelihatan lebih unggul dari yang lain.