Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Balada Pemasang Baliho

Oleh

image-gnews
Iklan

Putu Setia,
@mpujayaprema

Mobil pikap itu datang lagi. Sopirnya bergegas menurunkan setumpuk bahan baliho sebagai alat peraga calon legislator. Pan Darma, yang sedang membelah bambu, menyambut dengan sigap. "Ini ada lagi empat baliho caleg, masing-masing dua puluh, terserah mau dipasang di mana," kata sang sopir.

Tak perlu lagi dialog lain. Sopir itu adalah karyawan perusahaan digital printing yang tumbuh menjamur. Mesin cetaknya bahkan ada di kota/kecamatan. Biaya cetak pun murah, hanya Rp 15 ribu per meter persegi. Spanduk dari kain yang disablon dianggap lebih mahal dan sudah kedaluwarsa. Pan Darma adalah tukang pasang baliho paling top di kampung itu. Dia punya kebun bambu.

Ratusan baliho yang telah dipasang Pan Darma memenuhi pinggir-pinggir jalan. Puluhan pula baliho yang tumbang oleh angin, tapi dia tak peduli. Kontrak kerjanya hanya membuat bentangan baliho dan memasangnya. Urusan lain-roboh oleh angin atau dirobohkan orang-ia tak peduli. Pan Darma hanya menjual jasa plus menjual bambunya.

Dia juga sering tak peduli akan wajah caleg pada baliho itu, bahkan tak memedulikan pemilu itu sendiri. Toh, Pan Darma kerap heran lantaran wajah dan slogan atau apa pun namanya yang tertulis pada baliho itu hampir seragam. "Mohon doa restu dan dukungannya", lalu ada wajah manis dengan tangan seperti mengemis. Kalau pun ada kalimat lain, semuanya gombal. "Berjuang meningkatkan kehidupan petani dan wong cilik." Puih, Pan Darma sering meludah ketika memasang bentangan bambu pada baliho itu.

Baca Juga:

Mega dan Sonia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kali ini, tatkala dia membuka sebuah outdoor banner untuk mengetahui besar bentangannya, dia kaget. Wajah perempuan itu dikenalnya betul. "Ini teman SMA-ku, gobloknya selangit," ia mengumpat dalam hati. Tapi memang cewek caleg itu terkenal sebagai pemain drama gong, dan ketika drama tak laku lagi, dia menjadi penari "joged binal", yang hanya bisa mengangguk-angguk. "Betul dia populer, tapi bisa apa? Saya lebih pantas jadi wakil rakyat, tapi saya tak punya uang dan tentu saja karena saya orang waras."

Pan Darma sering menonton televisi yang mengumbar caleg artis. Yang ia ingat adalah Angel Lelga dan Camel Petir, keduanya penyanyi. Pan Darma pun bertanya, kalau mereka betul menjadi wakil rakyat bersama penari joged goblok ini, seperti apa wajah Tanah Air? Dia tak bisa membayangkan, bagaimana wakil rakyat seperti itu akan memilih hakim agung, gubernur bank sentral, duta besar, Ketua KPK, dan seterusnya?

Seperti ada yang menyuruh, Pan Darma membuka bahan baliho dari ikatan yang lain. "Ya ampun, dia jadi caleg?" Cetakan digital itu sempat dibantingnya. Dia tahu lelaki itu. Penjudi sabung ayam dan makelar togel. Memang lelaki itu dekat dengan pejabat. Entah ia berkuliah di mana, tiba-tiba pada balihonya ada gelar S.Sos.

Tiba-tiba ada rasa menyesal pada diri Pan Darma, kenapa dia mau menjadi tukang pasang baliho kalau yang dipajang itu orang-orang tak layak semua? Ia seperti mengkampanyekan orang-orang buruk. Pasti masih ada caleg yang baik, tapi mereka enggan memasang baliho, atau bisa jadi tak punya biaya. Bagaimana masyarakat memilih caleg yang baik kalau mereka tidak dikenal. Balihonya tak ada, televisi dan koran tak memajang wajah mereka yang tak kuat beriklan. Tapi Pan Darma tak mau pula disalahkan. "Kalau saya salah, pemilik televisi lebih salah lagi. Kenapa caleg seperti itu dipamer-pamerkan?" Dia cuma membatin.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kontrak, Baiat, Nyoblos

10 April 2014

Kontrak, Baiat, Nyoblos

Demokrasi kita, secara prosedural, dirayakan dengan pemilu.


Mega dan Sonia

29 Januari 2014

Mega dan Sonia

Tujuh tahun setelah insiden mengenaskan itu, kader Partai Kongres memilih Sonia


Politik Industrialisasi Perikanan 2014

24 Januari 2014

Politik Industrialisasi Perikanan 2014

Pada awal 2014 ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengevaluasi perjalanan pembangunan perikanan 2013 dan prospeknya pada 2014. Dari laporan KKP tersebut, aspek-aspek apa saja yang dinilai mengalami kemajuan dan apa yang perlu mendapat catatan khusus untuk perbaikan pada 2014?


Peta Politik 2014

30 Desember 2013

Peta Politik 2014

Pemilu 2014 juga menjadi warning bagi partai politik Islam.


Pemilik Televisi Sebagai Aktor Politik

2 November 2013

Pemilik Televisi Sebagai Aktor Politik

Susah sekali untuk tidak mengatakan bahwa stasiun-stasiun TV yang disebutkan di atas telah menjadi media propaganda partai atau kepentingan politik pemilik media.


Perjuangan Melawan Lupa

25 Juni 2009

TEMPO/Wahyu Setiawan
Perjuangan Melawan Lupa

Kini waktunya setiap calon pemimpin mengatakan apa saja yang bisa membuat mereka kelihatan lebih unggul dari yang lain.