Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Yang Terlupakan dalam Mimpi Khalifah

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pradipa P. Rasidi, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Kekerasan terhadap umat Kristen Timur oleh ISIS barangkali menandakan mereka lupa akan satu hal penting: dalam sejarah kekhalifahan, peradaban Islam tidak akan pernah bisa dibangun tanpa kerja sama dengan umat Kristen. Khususnya pada masa Khulafaur Rasyidin hingga kekhalifahan Abbasiyah yang digadang-gadang sebagai "zaman keemasan Islam".

Amnesia sejarah ini mungkin berlaku bukan hanya bagi para pejihad ISIS, tapi juga gerakan lain yang memimpikan kekhalifahan seperti Hizbut Tahrir, atau banyak orang yang sering mengagungkan kedigdayaan masa lalu. Di antara tokoh besar seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, atau Al-Farabi, banyak nama lain yang mungkin tak pernah terbayang dalam imajinasi modern tentang "peradaban Islam".

Theodore Abu Qurrah misalnya. Namanya sepintas terdengar seperti blasteran Eropa dan Arab. Semakin tidak lazim bila diketahui bahwa Theodore lahir di Edessa, kota yang sekarang dikenal sebagai Sanliurfa (Turki) dan sempat tinggal beberapa tahun di Antiokhia (dulu Suriah, kini Turki) pada abad ke-9 saat kekhalifahan Abbasiyah berkuasa.

Theodore adalah seorang Kristen Timur. Dalam beberapa hal ia mirip Bahira, rahib Kristen Timur yang diceritakan dalam Tarikh at-Thabari sebagai peramal kenabian Muhammad SAW. Theodore fasih berbahasa Arab, Aram (bahasa Suriah kuno yang digunakan Yesus), dan Yunani. Ia juga dekat dengan teks-teks filsafat, teologi, dan ilmu alam selazimnya seorang ahli agama pada masanya.

Dalam bayangan modern, Kristen lebih sering diidentikkan dengan mereka yang di Eropa—yang kadang diikuti stempel "penjajah" atau "pasukan salib". Sementara Timur Tengah, khususnya tanah Arab, adalah tanahnya orang Islam. Padahal di Timur Tengah dulu—sebagaimana di Indonesia kini—umat Islam dan umat Kristen adalah tetangga yang berdampingan.

Sebelum kedatangan orang-orang Arab muslim, sebagian besar masyarakat Timur Tengah, termasuk di kawasan Arabia, memang banyak yang beragama Kristen. Di lingkungan dengan ragam suku bangsa—dari Arab, Yahudi, Aramea, Assyria, Kaldea, Yunani, dan lain sebagainya—umat Kristen tumbuh di Timur Tengah (Tirmingham, 1987).

Mereka, sekilas, hampir sulit dibedakan dari bayangan modern tentang umat Islam di Timur Tengah. Mereka bisa berbahasa Arab dalam keseharian dan dalam ibadah. Lazim mendengar mereka mengucap assalamu'alaikum dan memulai doa dengan bismillabi wal ibni warruhil qudus (dengan nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Di lain sisi, mereka juga lancar berdialog dalam Yunani saat mesti menghadapi birokrasi Romawi atau bergelut dengan teks filsafat. Umat Kristen ini, yang secara umum dikenal sebagai "Kristen Timur", sudah tinggal di kawasan Timur Tengah sejak abad pertama Yesus mewartakan ajaran Kristen.

Saat Umar bin Khattab berhasil menaklukkan Suriah dan menjadikannya bagian dari kekhalifahan (634–638), ia mewarisi kerja sama dan kekayaan masyarakat Kristen Timur saat itu. Merekalah yang kemudian menerjemahkan teks-teks ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa Aram dan Yunani—bahasa paling lazim di masa Romawi—ke dalam bahasa Arab.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada masa itu, menerjemahkan suatu teks dari satu bahasa ke bahasa lain bukan hal sepele. Mendapatkan teks termasyhur dalam bidang ilmu tertentu tidaklah semudah mengunduh dari Internet atau meminjam buku dari perpustakaan kini. Manuskrip yang rapuh—disimpan berabad-abad di tempat tertutup—harus ditangani secara saksama supaya tidak hancur. Belum lagi persoalan politik, ekonomi, dan logistik yang bisa membuat proses penerjemahan terhambat. Terjemahan-terjemahan ini kemudian berperan besar dalam membentuk fondasi bagi ilmuwan dan filsuf muslim seperti Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun untuk mengembangkan karyanya.

Kontribusi umat Kristen Timur juga tidak berhenti di situ saja. Theodore Abu Qurrah, selain menerjemahkan karya Aristotelian De virtutibus animae menjadi bahasa Arab Fi fada'il al-nafs, juga terlibat dalam debat teologi lintas agama. Debat teologi masa itu bukanlah debat penuh antagonisme dan prasangka. Bukan yang ditujukan untuk hiburan khalayak lewat YouTube seperti disajikan polemikus agama macam penceramah Zakir Naik atau pendeta Pat Robertson hari ini. Debat teologi saat itu merupakan debat intelektual untuk memicu perspektif-perspektif baru tentang kemanusiaan dan ketuhanan. Theodore dijuluki sebagai seorang mutakallim (ahli ilmu kalam) Kristen dan sempat memicu pemikiran salah seorang tokoh mazhab Mu'tazilah.

Peradaban Islam bukanlah hasil kerja "pemerintahan Islam" atau "umat Islam" sebagai sebuah entitas tunggal. Toleransi dalam keberagaman yang seperti itu dimungkinkan bukan hanya semata kerja pemerintah atau karena menerapkan hukum tertentu saja, baik itu hukum yang terinspirasi aturan Ilahi maupun yang bukan. Toleransi dimungkinkan karena kerja sama dalam masyarakatnya—yang saling menghargai keberadaan umat lain.

Memang, umat beragama lain tidak pernah sepenuhnya absen dalam imajinasi modern tentang khalifah Islam. Tapi kerap kali umat-umat tersebut lebih banyak diceritakan berperan sebagai reseptor pasif ketimbang agen aktif yang bekerja sama dalam lingkungan yang dinamis.

Hizbut Tahrir, misalnya, ketika berbicara tentang Spanyol di bawah khalifah, selalu bicara tentang bagaimana "peradaban Islam" menciptakan kondisi bagi non-muslim untuk "hidup aman, damai, dan sejahtera" (Hizbut Tahrir Indonesia, 2010). Non-muslim diceritakan dalam narasi Hizbut Tahrir sebagai umat yang meraup untung dari nikmatnya kehidupan, sementara kondisi itu semuanya dimungkinkan dari kerja keras umat Islam, khususnya di pemerintahan.

Tidak pernah ada cerita tentang bagaimana peradaban itu dibangun dengan diskursus dan interaksi bersama umat beragama lain. Tidak ada cerita bagaimana Kristen bukanlah selalu yang jauh di Eropa, tapi juga yang bertetangga dengan umat Islam. Umat Kristen lebih sering menjadi "yang lain", yang asing dan datang belakangan. Akibatnya, bayangan modern akan kekhalifahan adalah bayangan akan ruang yang sepenuhnya Islam.

Tidak salah bila ada yang ingin mendirikan entitas politik dengan syariat Islam, seperti kekhalifahan yang pernah ada di masa lampau. Tapi bila mimpi yang katanya ingin membangun kembali "peradaban besar masa lalu" itu justru menafikan peran serta umat lain yang punya sumbangsih besar—terlalu menekankan pada kehebatan umat Islam sendiri—apa itu bukan mimpi yang terlalu egoistis?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Zakir Naik Ceramah di Bekasi Malam Ini, 42 Ribu Tiket Ludes

8 April 2017

Cendekiawan muslim, Zakir Naik, memberikan pemaparan saat kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), DI Yogyakarta, 3 April 2017. Selama mengunjungi Indonesia Zakir Naik melakukan dakwah di sejumlah daerah antara lain di Bandung, Yogyakarta, Ponorogo, dan Makasar. ANTARA FOTO
Zakir Naik Ceramah di Bekasi Malam Ini, 42 Ribu Tiket Ludes

Arif mengatakan, kapasitas sebenarnya 30-32 ribu, tapi ditambah lagi 10 ribu, sebagai hasil diskusi Zakir Naik dan Wali Kota Bekasi.


Zakir Naik di Bekasi, 28 Ribu dari 32 Ribu Kursi Stadion Telah Terisi  

4 April 2017

Aksi Ulama asal India, Zakir Naik saat memberi ceramah terbuka di hadapan ribuan masyarakat di kampus UPI, Bandung, Jawa Barat, 2 April 2017. TEMPO/Prima Mulia
Zakir Naik di Bekasi, 28 Ribu dari 32 Ribu Kursi Stadion Telah Terisi  

Arif mengatakan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menginginkan pendaftaran dibuka lebih walau kuota normalnya sekitar 31-32 ribu.


Zakir Naik, Hari Ini Panitia Bekasi Sebar Undangan Non-Muslim

4 April 2017

Aksi Ulama asal India, Zakir Naik saat memberi ceramah terbuka di hadapan ribuan masyarakat di kampus UPI, Bandung, Jawa Barat, 2 April 2017. TEMPO/Prima Mulia
Zakir Naik, Hari Ini Panitia Bekasi Sebar Undangan Non-Muslim

Arif tidak menyebut secara detail siapa saja yang diundang, karena nama-nama itu masih sensitif jika diumumkan.


Pendidikan Agama dan Akar Radikalisme

13 September 2016

Pendidikan Agama dan Akar Radikalisme

Sejak kematian pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, pada 18 Juli lalu, banyak pihak menilai hal itu sebagai keberhasilan ikhtiar negara menumpas akar-akar terorisme. Namun mungkinkah peristiwa tertembaknya seseorang dapat menjelaskan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia telah berakhir?


Kiai di Kediri Sebut Pengeras Suara Saat Azan Hukumnya Sunah

4 Agustus 2016

Seorang pengungsi melakukan adzan saat berada di kamp pengungsian di Irbil, Irak (28/6). Para pengungsi ini melarikan diri karena kekerasan antara sektarian mengancam kawasan Timur tengah. AP/Hussein Malla
Kiai di Kediri Sebut Pengeras Suara Saat Azan Hukumnya Sunah

Ketua Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur KH Reza Ahmad Zahid menegaskan, tak perlu kaku saat menggunakan pengeras suara ketika mengumandangkan azan.


Dosen UGM: Islam di Arab Saudi Itu Miskin Imajinasi

21 Juni 2016

Massa dari Hizbut Tahrir Indonesia berunjuk menentang kenikan BBM di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/3). TEMPO/Prima Mulia
Dosen UGM: Islam di Arab Saudi Itu Miskin Imajinasi

Universitas Islam Indonesia menangkal masuknya ide-ide Hizbut Tahrir soal khilafah ke kampus.


Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

Ben Anderson ternyata suka mengisi TTS dan menghormati Gus Dur sebagai tokoh pluralisme.


Gaya Aa Gym Pakai Topi Koboi dan Kursus Berkuda di AS

12 Agustus 2015

AA Gym memberi tausiah pada pengajian Ramadhan bersama Bandung Hijabers Community di Masjid Al Ukhuwah, Bandung, Jawa Barat, 28 Juni 2015. TEMPO/Prima Mulia
Gaya Aa Gym Pakai Topi Koboi dan Kursus Berkuda di AS

Dalam Islam, berkuda adalah olahraga yang disunahkan dan didampingi malaikat.


Ibadah yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syakban  

1 Juni 2015

Seorang umat muslim mengikuti dzikir akbar bertepatan dengan malam Nisfu Sya'ban di Monas, Jakarta, Rabu (5/8). Dzikir akbar yang dihadiri wapres bertujuan untuk keselamatan bangsa. Tempo/Tony Hartawan
Ibadah yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syakban  

Ada yang menggunakan malam Nisfu Syakban untuk berdakwah. Bagaimana memaknainya?


Bagaimana Hukum Baca Yasin di Malam Nisfu Sya'ban?  

1 Juni 2015

REUTERS/Cheryl Ravelo
Bagaimana Hukum Baca Yasin di Malam Nisfu Sya'ban?  

Umat muslim disarankan memperingati Nisfu Syaban dengan ibadah yang tidak dipamerkan.