Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pendidikan Agama dan Akar Radikalisme

image-profil

image-gnews
Iklan

Abdallah
Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sejak kematian pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur,  Santoso alias Abu Wardah, pada 18 Juli lalu, banyak pihak menilai hal itu sebagai keberhasilan ikhtiar negara menumpas akar-akar terorisme. Namun mungkinkah peristiwa tertembaknya seseorang dapat menjelaskan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia telah berakhir?

Gerakan terorisme di sini tidak bisa dibaca dalam satu sudut pandang. Pengeboman yang dilakukan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) adalah hilir sebuah persoalan. Selama ini, hulu gerakan terorisme tidak menjadi perhatian yang serius di kalangan pemerintah. Hal ini tampak dari agenda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dititikberatkan pada deradikalisasi: upaya penyadaran terhadap teroris di lembaga pemasyarakatan.

Hulunya adalah adanya pemahaman keagamaan yang eksklusif. Sasaran empuk para teroris adalah anak-anak muda yang sedang berusaha mencari jati diri mereka. Sarana yang efektif digunakan oleh kelompok radikal adalah ruang digital yang kini digemari anak-anak muda masa kini, seperti media sosial, yang pada kadar tertentu sulit menemukan batas kepantasan.

Menurut survei Kementerian Komunikasi dan Informatika serta UNICEF Indonesia pada 2014, kurang-lebih 43,5 juta anak dan remaja berusia 10-19 tahun di Indonesia adalah pengguna Internet. Artinya, dunia digital sudah menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Pada titik ini, kebenaran tampak kabur di tengah riuhnya wacana yang terus dilempar ke ruang publik bak buih di tengah hamparan samudra yang mahaluas.

Anak muda yang menjadi sasaran adalah anak-anak SMP dan SMA yang sedang dalam proses pembentukan kepribadian. Paham keagamaan mereka diberikan di sekolah dengan waktu yang sangat sedikit: satu jam dalam seminggu. Konsekuensinya, jika tidak mendapat tambahan pelajaran agama dari orang tua atau ustad di lingkungan mereka, tidak tertutup kemungkinan anak-anak ini mencari pemahaman agama secara liar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perkara pendidikan keagamaan di sekolah tidak sebatas kurikulum dengan waktu yang sangat terbatas untuk pengajaran agama, tapi juga buku teks pendidikan agama yang dikeluarkan pemerintah—dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku teks keagamaan menjadi sorotan masyarakat setelah beredarnya buku ajar yang berisi muatan intoleransi dan kekerasan di Jombang, Jawa Timur, tahun lalu.

Dalam konteks inilah Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta melakukan penelitian "Diseminasi Paham Eksklusif dalam Pendidikan Islam" (2016). Hasil riset ini menemukan bahwa paham intoleransi keagamaan masih ditemukan melalui penyajian buku ajar di sekolah yang kurang mengedepankan aspek dialogis. Berkenaan dengan tema teologis, misalnya, penjelasan tentang apa dan siapa itu kafir, musyrik, dan munafik masih dijelaskan dalam konteks masa Nabi—yang acap kali bersifat politis—yang harus diperangi dan dibunuh. Sedangkan tema yang bersifat furu'iyah (berkaitan dengan praktek agama), seperti bacaan salat, jumlah rakaat salat tarawih, dan bacaan kunut, masih mengedepankan satu pandangan tertentu.

Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan mengenai buku ajar ini. Pertama, isi buku agama perlu didiskusikan lebih dalam. Buku ajar seyogianya mengedepankan nilai-nilai keislaman-keindonesiaan, toleransi, serta keterbukaan dan menerima perbedaan. Berislam dengan tetap menghargai sang liyan. Beragama dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara yang secara sosiologis majemuk. Berkeyakinan dengan mengedepankan rasionalitas, bukan "Islam sontoloyo" seperti yang dilontarkan Bung Karno. Buku ajar agama yang dikeluarkan pemerintah mau tidak mau harus mengayomi semua golongan, karena ini kewajiban negara sebagai pelindung bagi setiap warganya.

Kedua, buku ajar saja tidak cukup. Hal yang harus mendapat perhatian juga adalah pendidik:  guru agama. Di tangan guru agamalah nasib pemahaman agama peserta didik disandarkan. Guru agama adalah beragam individu yang masing-masing memiliki paham keislaman berbeda. Kiranya, pemerintah bisa membuat program untuk melatih para guru agama di seluruh Indonesia guna mencari titik temu kesepahaman bagaimana Islam di Indonesia, seperti apa yang dicontohkan Walisongo dalam menyiarkan Islam.

Terakhir, kaum akademikus kiranya bisa menyiapkan buku pengayaan untuk bahan ajar agama, buku yang mengedepankan pandangan Islam yang inklusif, toleran, dan menghargai perbedaan; buku yang mampu menangkis derasnya paham transnasional yang berbasis pada Wahabisme yang cenderung mengajarkan nilai saling mengkafirkan (takfiriyah). Pada titik ini, full-day school yang diwacanakan baru-baru ini alangkah baiknya dialihkan untuk membenahi dan melanjutkan sistem yang masih membutuhkan perhatian. Jika persoalan pendidikan agama dipandang sebelah mata dan diabaikan, tidak tertutup kemungkinan akan lahir Santoso-Santoso baru.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Zakir Naik Ceramah di Bekasi Malam Ini, 42 Ribu Tiket Ludes

8 April 2017

Cendekiawan muslim, Zakir Naik, memberikan pemaparan saat kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), DI Yogyakarta, 3 April 2017. Selama mengunjungi Indonesia Zakir Naik melakukan dakwah di sejumlah daerah antara lain di Bandung, Yogyakarta, Ponorogo, dan Makasar. ANTARA FOTO
Zakir Naik Ceramah di Bekasi Malam Ini, 42 Ribu Tiket Ludes

Arif mengatakan, kapasitas sebenarnya 30-32 ribu, tapi ditambah lagi 10 ribu, sebagai hasil diskusi Zakir Naik dan Wali Kota Bekasi.


Zakir Naik di Bekasi, 28 Ribu dari 32 Ribu Kursi Stadion Telah Terisi  

4 April 2017

Aksi Ulama asal India, Zakir Naik saat memberi ceramah terbuka di hadapan ribuan masyarakat di kampus UPI, Bandung, Jawa Barat, 2 April 2017. TEMPO/Prima Mulia
Zakir Naik di Bekasi, 28 Ribu dari 32 Ribu Kursi Stadion Telah Terisi  

Arif mengatakan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menginginkan pendaftaran dibuka lebih walau kuota normalnya sekitar 31-32 ribu.


Zakir Naik, Hari Ini Panitia Bekasi Sebar Undangan Non-Muslim

4 April 2017

Aksi Ulama asal India, Zakir Naik saat memberi ceramah terbuka di hadapan ribuan masyarakat di kampus UPI, Bandung, Jawa Barat, 2 April 2017. TEMPO/Prima Mulia
Zakir Naik, Hari Ini Panitia Bekasi Sebar Undangan Non-Muslim

Arif tidak menyebut secara detail siapa saja yang diundang, karena nama-nama itu masih sensitif jika diumumkan.


Kiai di Kediri Sebut Pengeras Suara Saat Azan Hukumnya Sunah

4 Agustus 2016

Seorang pengungsi melakukan adzan saat berada di kamp pengungsian di Irbil, Irak (28/6). Para pengungsi ini melarikan diri karena kekerasan antara sektarian mengancam kawasan Timur tengah. AP/Hussein Malla
Kiai di Kediri Sebut Pengeras Suara Saat Azan Hukumnya Sunah

Ketua Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur KH Reza Ahmad Zahid menegaskan, tak perlu kaku saat menggunakan pengeras suara ketika mengumandangkan azan.


Dosen UGM: Islam di Arab Saudi Itu Miskin Imajinasi

21 Juni 2016

Massa dari Hizbut Tahrir Indonesia berunjuk menentang kenikan BBM di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/3). TEMPO/Prima Mulia
Dosen UGM: Islam di Arab Saudi Itu Miskin Imajinasi

Universitas Islam Indonesia menangkal masuknya ide-ide Hizbut Tahrir soal khilafah ke kampus.


Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

Ben Anderson ternyata suka mengisi TTS dan menghormati Gus Dur sebagai tokoh pluralisme.


Gaya Aa Gym Pakai Topi Koboi dan Kursus Berkuda di AS

12 Agustus 2015

AA Gym memberi tausiah pada pengajian Ramadhan bersama Bandung Hijabers Community di Masjid Al Ukhuwah, Bandung, Jawa Barat, 28 Juni 2015. TEMPO/Prima Mulia
Gaya Aa Gym Pakai Topi Koboi dan Kursus Berkuda di AS

Dalam Islam, berkuda adalah olahraga yang disunahkan dan didampingi malaikat.


Ibadah yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syakban  

1 Juni 2015

Seorang umat muslim mengikuti dzikir akbar bertepatan dengan malam Nisfu Sya'ban di Monas, Jakarta, Rabu (5/8). Dzikir akbar yang dihadiri wapres bertujuan untuk keselamatan bangsa. Tempo/Tony Hartawan
Ibadah yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syakban  

Ada yang menggunakan malam Nisfu Syakban untuk berdakwah. Bagaimana memaknainya?


Bagaimana Hukum Baca Yasin di Malam Nisfu Sya'ban?  

1 Juni 2015

REUTERS/Cheryl Ravelo
Bagaimana Hukum Baca Yasin di Malam Nisfu Sya'ban?  

Umat muslim disarankan memperingati Nisfu Syaban dengan ibadah yang tidak dipamerkan.


Islam dan Akulturasi Budaya

26 Mei 2015

Islam dan Akulturasi Budaya

Salah satu jalur penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui perangkat budaya. Ajaran Islam yang ditanamkan melalui perangkat budaya ini, mau-tak mau, menyisakan warisan agama lama dan kepercayaan yang ada, yang tumbuh subur di masyarakat pada waktu itu, untuk dilestarikan kemudian dibersihkan dari anasir syirik. Pembersihan anasir syirik ini merupakan satu upaya untuk meneguhkan konsep monoteisme (tauhid) dalam ajaran Islam.