Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Reformasi Hukum Kedua Jokowi

image-profil

image-gnews
Iklan

Kemala Atmojo
Peminat Masalah Regulasi dan HAM

Saat ini terdapat lebih dari 40 ribu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk peraturan daerah saja, sejak Reformasi hingga 2015 telah diproduksi lebih dari 3.000 peraturan daerah provinsi dan lebih dari 25 ribu peraturan daerah kabupaten/kota. Tapi banyak di antaranya yang tumpang-tindih, tidak berdaya guna, dan sebagian justru menghambat pelaksanaan pembangunan. Sejak otonomi daerah diberlakukan, muncul ribuan peraturan daerah yang justru bermasalah.

Tak mengherankan, pada Reformasi Hukum Tahap I (Juni 2016), pemerintah mengimbau agar lebih dari 3.000 peraturan daerah dibatalkan. Penyebabnya, banyak regulasi yang multitafsir, berpotensi menimbulkan konflik, tumpang-tindih, tidak sesuai asas, lemah dalam implementasi, tidak ada dasar hukumnya, tidak ada aturan pelaksanaannya, dan menambah beban, baik terhadap kelompok sasaran maupun yang terkena dampak regulasi. Kualitas regulasi yang buruk bisa berdampak ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran, kinerja penyelenggara negara yang rendah, daya saing ekonomi rendah, minat investasi menurun, dan menimbulkan beban baru bagi masyarakat dan pemerintah.

Dalam poin pertama Nawa Cita dinyatakan bahwa pemerintah akan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara melalui politik luar negeri bebas-aktif, keamanan nasional yang terpercaya, dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu, serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Dalam poin keempat disebutkan, pemerintah menolak negara lemah dan mereformasi sistem serta penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

Lalu, bagaimana menerapkannya? Menurut saya, perlu upaya agar ada kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum. Maka pemerintah perlu menyelesaikan kasus-kasus yang tertinggal, penataan regulasi, pembenahan manajemen perkara, penguatan sumber daya manusia, serta penguatan kelembagaan.

Dalam hal penataan regulasi, pemerintah harus menginventarisasi dan mengevaluasi semua peraturan perundangan-undangan. Sebab, banyak kebijakan yang justru memberi dampak negatif bagi masyarakat, yang mengakibatkan inefisiensi anggaran. Pemborosan biaya tidak hanya terjadi dalam proses penyusunan, tapi juga akibat regulasi yang telah diterbitkan tidak bermanfaat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah harus menjawab dua pertanyaan yang saling berkaitan ini: apakah untuk mengurus salah satu bidang tertentu seorang presiden harus meminta izin DPR? Jika jawabannya "tidak", undang-undang untuk hal tersebut sebenarnya tidak perlu. Kemudian, jika tidak ada undang-undangnya, apakah presiden tidak bisa mengeluarkan kebijakan untuk menanganinya? Jika jawabannya "bisa", lagi-lagi undang-undang tidak perlu. Sebab, masih ada instrumen lain yang bisa dipakai, seperti peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Menurut saya, sejauh tidak berkaitan langsung dengan hak-hak dasar masyarakat, hak asasi manusia, cukuplah pengaturannya dilakukan melalui instrumen lain.

Maka, Reformasi Hukum Tahap II kita nantikan. Hal ini bertujuan agar regulasi yang dihasilkan benar-benar memenuhi fungsi pokoknya, yakni menjadi pedoman bagi terselenggaranya dinamika sosial, sebagai instrumen penggerak sumber daya untuk mencapai suatu tujuan, serta mengintegrasikan wilayah maupun kebijakan-kebijakan lain dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Jadi, hukum harus dapat mencegah dan mengatasi konflik-konflik kepentingan di masyarakat.

Hukum sebagai "suatu alat atau proses rekayasa sosial" (Nathan Roscoe Pound) selalu harus dirumuskan dan digunakan untuk merekonstruksi dan mentransformasi suatu masyarakat. Hukum dibuat untuk mencapai tujuan tertentu, mencegah, dan mengatasi penyakit masyarakat. Soal efektivitas hukum, menurut Anthony Allott, dapat diukur dari level kepatuhan atau cocok-tidaknya suatu hukum. Kepatuhan hukum adalah syarat utama agar hukum berfungsi pencegahan terhadap perilaku yang tidak dibolehkan; berfungsi penyembuhan terhadap sikap dan tindakan yang telah terjadi, seperti sengketa, ketidakadilan, dan kegagalan agar dapat diralat dan dipulihkan; serta berfungsi facilitative untuk menyediakan pengakuan, jaminan, dan perlindungan dari lembaga hukum, seperti kontrak, perkawinan, hak cipta, dan lain-lain.

Dalam tataran yang lebih praktis, untuk membahas, merevisi, atau membuat regulasi baru, cukuplah diuji terlebih dulu melalui metode regulatory impact analysis (RIA) yang sedang dikembangkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. RIA pada dasarnya adalah metode penilaian secara sistematis terhadap dampak tindakan pemerintah. Di dalam metode ini termasuk dianalisis biaya dan keuntungan serta biaya keefektifan sebuah ran-cangan peraturan perundang-undangan. Jika lebih banyak mudarat dibanding manfaatnya, untuk apa membuat regulasi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia

18 November 2023

Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia

Bambang Soesatyo menekankan bahwa walaupun penegakan hukum di Indonesia berorientasi kepada undang-undang (codified law), keberadaan yurisprudensi tetap bisa dijalankan.


TGB Zainul Majdi Bicara Solusi Redam Konflik Horizontal

14 Agustus 2019

Ilustrasi kerusuhan. Getty Images
TGB Zainul Majdi Bicara Solusi Redam Konflik Horizontal

TGB Zainul Majdi bicara berdasarkan pengalamannya mengkaji rendahnya konflik horizontal di Lombok Utara.


Pembebasan Abu Bakar Baasyir Berpotensi Kacaukan Sistem Hukum

20 Januari 2019

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat 18 Januari 2019. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Pembebasan Abu Bakar Baasyir Berpotensi Kacaukan Sistem Hukum

Pembebasan terhadap Abu Bakar Baasyir dinilai tanpa landasan. "Presiden dapat dianggap mengangkangi konstitusi,"


Pengadilan Politik

15 Maret 2017

Pengadilan Politik

Benarkah hukum itu netral? Sebagaimana wacana kebudayaan, dan hukum itu bagian dari kebudayaan, meskipun dapat diterapkan suatu prasangka baik bagi segenap praktisi hukum, posisi manusia sebagai subyek sosial membuatnya berada di dalam-dan tidak akan bebas dari-konstruksi budaya yang telah membentuknya. Meski pasal-pasal hukum ternalarkan sebagai adil, konstruksi wacana sang hamba hukumlah yang akan menentukan penafsirannya.


Video Ceramah Bachtiar Nasir Kasusnya di SP3, Ini Alasannya

7 Maret 2017

Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir sebelum masuk kedalam gedung bareskrim mabes polri. TEMPO/Imam Sukamto
Video Ceramah Bachtiar Nasir Kasusnya di SP3, Ini Alasannya

Sebelumnya, dalam sebuah video ceramah, Bachtiar Nasir mengaku telah menemui Kapolri Tito Karnavian, dan menyebut semua kasus ditutup.


Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen

12 Januari 2017

Hakim Ketua, Hamdan Zoelva. TEMPO/Seto Wardhana
Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen

Sebagai benteng terakhir keadilan, pengadilan harus tetap memiliki independensi dan integritas tinggi serta menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan.


Polisi yang Beperkara Hukum Harus Lapor kepada Pimpinan  

19 Desember 2016

TEMPO/ Machfoed Gembong
Polisi yang Beperkara Hukum Harus Lapor kepada Pimpinan  

Tito mengatakan selama ini ada anggotanya yang dipanggil karena beperkara hukum, tapi pimpinan tidak mengetahui.


Kawal Jokowi-JK, PDIP Soroti Soal HAM, Korupsi, dan Hukum

14 Desember 2016

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan (kedua kiri) bersama Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat DPP PDI Perjuangan Sirra Prayuna (kiri), Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska (kedua kanan) dan Masinton Pasaribu menyampaikan catatan akhir tahun Hukum dan HAM DPP PDI Perjuangan di Jakarta, 23 Desember 2015. ANTARA FOTO
Kawal Jokowi-JK, PDIP Soroti Soal HAM, Korupsi, dan Hukum

Trimedya menyoroti dua tahun pemerintahan Jokowi-JK.


Kebijakan Hukum, Pemerintah Disarankan Fokus 3 Hal Ini

17 Oktober 2016

Sxc.hu
Kebijakan Hukum, Pemerintah Disarankan Fokus 3 Hal Ini

Budaya hukum yang baik tidak terbentuk.


Kumpulkan Praktisi, Jokowi Susun Road Map Reformasi Hukum

22 September 2016

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan dalam acara meresmikan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Istana Negara, Jakarta, 20 September 2016. Penyelenggaraan rakernas ini untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara guna percepatan pembangunan infrasruktur dan pengentasan kemiskinan. Tempo/ Aditia Noviansyah
Kumpulkan Praktisi, Jokowi Susun Road Map Reformasi Hukum

Jokowi berharap pada Oktober sudah ada road map yang jelas
untuk melakukan reformasi itu.