Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memutus Siklus Kekerasan Dalam Keluarga

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Berdasarkan hasil autopsi yang sudah dilakukan, kematian empat anak Panca sudah sejak 3-5 hari sebelumnya. Tak ada luka pada tubuh mereka selain tanda lebam di daerah mulut dan hidung. Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigadir Jenderal Hariyanto mengonfirmasi bahwa anak yang jadi korban berinisial V (perempuan 6 tahun), S (perempuan 4 tahun), AS (laki-laki 3 tahun), dan AK (laki-laki 1 tahun). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Berdasarkan hasil autopsi yang sudah dilakukan, kematian empat anak Panca sudah sejak 3-5 hari sebelumnya. Tak ada luka pada tubuh mereka selain tanda lebam di daerah mulut dan hidung. Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigadir Jenderal Hariyanto mengonfirmasi bahwa anak yang jadi korban berinisial V (perempuan 6 tahun), S (perempuan 4 tahun), AS (laki-laki 3 tahun), dan AK (laki-laki 1 tahun). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Iklan

Editorial Tempo.co

---

PEMBUNUHAN empat anak oleh ayah kandung di Jagakarsa, Jakarta Selatan, menunjukkan keluarga yang semestinya menjadi lingkungan aman justru menjadi arena kekerasan. Demikian juga dengan orang tua, yang seharusnya mendidik dan memberi kasih, malah menjadi aktor utama kekerasan.

Panca Darmansyah membunuh empat anaknya di rumah kontrakan pada Ahad, 3 Desember lalu. Panca menghabisi anak-anaknya ketika istrinya dirawat di rumah sakit, juga karena menjadi korban penganiayaan sang suami.

Panca telah dilaporkan ke polisi atas tindakan kekerasan yang dia lakukan terhadap sang istri. Kekejian Panca terhadap anaknya semestinya bisa dicegah jika penegak hukum cekatan memproses dan menggulung pria 41 tahun itu dalam kasus penganiayaan kepada pasangannya. Sayang, polisi malah berdalih belum menangkap Panca karena dia masih berstatus saksi dan kasusnya dalam tahap penyelidikan.

Banyak faktor yang berulangnya kekerasan di keluarga. Salah satunya adalah ketidaktegasan aparat dalam menegakkan undang-undang.  Penegak hukum kerap menunda penanganan perkara hingga memberi vonis ringan kepada pelaku. Dengan dalih demi keadilan restoratif, polisi bahkan kerap menyarankan kepada para korban untuk berdamai dengan pelaku, sehingga kasusnya bisa dibereskan secara kekeluargaan.

Cara penyelesaian perkara kekerasan semacam itu jelas tak berpihak kepada korban. Korban akan mengalami trauma berkepanjangan. Sedangkan pelaku bisa melenggang bebas dan berpotensi mengulangi tindakan kekerasan yang lebih brutal seperti yang dilakukan Panca.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di luar faktor buruknya penegakan hukum, kekerasan dalam rumah tangga juga bisa berulang karena latar belakang keluarga dan orang tua. Seseorang yang pernah melihat dan mengalami kekerasan pada masa kecil berrisiko mengidap masalah kesehatan mental dan fisik yang serius dalam jangka panjang. Mereka cenderung membangun hubungan yang disertai kekerasan (abusive relationship) dengan pasangan atau anaknya saat memasuki fase dewasa atau menjadi orang tua.

Siklus kekerasan itu kian bergulung karena masih ada anggapan di masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah persoalan privat. Anggapan keliru itu kerap membuat korban seolah-olah tabu untuk mengumbar apalagi melaporkan peristiwa yang dialami kepada kerabat atau aparat. Sementara itu, orang di luar keluarga juga enggan cawe-cawe persoalan rumah tangga orang lain karena menganggap kekerasan keluarga adalah masalah pribadi.

Dalam banyak kasus, kondisi ekonomi turut memicu tindak kekerasan dalam rumah tangga. Keluarga yang miskin, dengan orang tua yang pengangguran seperti Panca, rawan terjebak dalam lingkaran kekerasan. Anak rentan menjadi sasaran pelampiasan dari tekanan ekonomi yang dihadapi orang tua.

Relasi kuasa dalam budaya patriarki juga menjadi unsur penyebab kekerasan dalam rumah tangga. Ketika laki-laki atau ayah merasa memiliki kuasa lebih besar daripada anggota keluarga yang lain, di situ ada potensi kekerasan. Tak mengherankan jika mayoritas korban kekerasan keluarga adalah para perempuan dan anak-anak yang dianggap tak berdaya.

Walhasil, karena banyak faktor penyebabnya, upaya memutus rantai kekerasan dalam keluarga pun harus memakai berbagai pendekatan, terutama yang berpihak kepada korban.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


26 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.