Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan paparan dihadapan ribuan orang kepala desa dan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, 23 November 2023. Prabowo Subianto bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, menghadiri Rakerda Apdesi Jawa Barat yang dihadiri sekitar 5.000 orang kepala desa dan pengurus pemerintah desa. TEMPO/Prima Mulia
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan paparan dihadapan ribuan orang kepala desa dan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, 23 November 2023. Prabowo Subianto bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, menghadiri Rakerda Apdesi Jawa Barat yang dihadiri sekitar 5.000 orang kepala desa dan pengurus pemerintah desa. TEMPO/Prima Mulia
Iklan

Editorial Tempo.co

---

SALAH satu ukuran keberhasilan pemilihan presiden dan wakil presiden adalah jika prosesnya berlangsung secara jujur dan adil, bebas dari intervensi kekuasaan dan pemanfaatan alat negara dalam pemenangan calon. Namun, prinsip ini sulit terpenuhi jika dalam praktiknya para menteri hingga kepala daerah yang maju dalam pemilihan presiden-wakil presiden tidak mundur dari jabatan mereka.

Sejumlah aturan memang memperbolehkan kepala daerah dan menteri yang dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden untuk tidak mundur dari jabatannya. Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 disebutkan bahwa pejabat negara yang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri kecuali presiden, wakil presiden, anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, anggota DPD, dan kepala daerah.

Belakangan, Presiden Joko Widodo menambahkan aturan bahwa menteri juga tidak perlu mengundurkan diri saat maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 yang disahkan Presiden Jokowi pada 21 November lalu. Sebelumnya, pada Oktober 2022, Mahkamah Konstitusi juga membatalkan ketentuan Undang-undang Pemilu yang mewajibkan menteri untuk mundur ketika menjadi calon presiden atau calon wakil presiden.

Aturan baru ini makin memperlebar pintu bagi penyalahgunaan wewenang pejabat negara sekaligus memperbesar kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pemilihan umum. Bagaimana memastikan keputusan dan perilaku pejabat-pejabat tersebut bukan untuk kepentingan pencalonannya?

Menteri maupun kepala daerah yang masih menjabat saat menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dapat menyalahgunakan wewenang dan jabatan mereka untuk membatasi ruang gerak lawan politiknya. Mereka juga berpeluang memanfaatkan aparatur pemerintah di bawahnya sebagai tim sukses dan membantu pemenangannya—menggerakkan pejabat untuk diam-diam berkampanye bagi mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aturan baru pemerintah ini jelas bertentangan dengan semangat netralitas aparatur sipil negara atau ASN. Sulit bagi ASN untuk bersikap netral jika calon presiden dan wakil presiden adalah menteri atau kepala daerah yang menjadi pemimpin mereka.

Kinerja kementerian atau daerah pun pasti terganggu karena pemimpinnya pasti dengan berbagai aktivitas dan kampanye. Ujung-ujungnya, publik yang akan dirugikan karena pelayanan pemerintah tidak maksimal.

Di sisi lain, aturan ini menimbulkan ketidakadilan bagi calon presiden atau wakil presiden yang bukan pejabat negara. Berbeda dengan para pejabat, mereka tidak punya akses kepada birokrasi dan sumberdaya pemerintah.

Agar pemilihan presiden dan wakil presiden terhindar dari mudarat kecurangan dan ketidakadilan, semestinya para menteri dan kepala daerah yang menjadi calon melepas jabatan. Mundurnya mereka dari jabatan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap netralitas pemilihan presiden dan wakil presiden yang sudah tercoreng oleh putusan MK mengenai batas usia yang hanya untuk meloloskan seorang calon.

Jika ada menteri dan kepala daerah yang bersikeras untuk terus menjabat maka kita boleh menduga mereka memang berniat menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pemilu. Itu berarti, mereka bukan calon pemimpin yang dapat dipercaya. Rakyat semestinya tidak memilih mereka sebagai presiden atau wakil presiden.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

9 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


32 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.