Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

image-profil

Advokat dan Konsultan Hukum

image-gnews
Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Iklan

Dahulu pemilu cenderung hanya dianggap sebagai rangkaian seremonial 5 tahunan yang berfungsi untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan semata. Namun setelah runtuhnya otoritarianisme atau pasca reformasi tepatnya pada tahun 2004 akhirnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berhasil dilaksanakan pertama kali secara langsung melalui biliksuara.

Dengan terwujudnya sistem pemilihan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung itu menjadi awal yang baik dalam pengejawantahan cita-cita demokrasisecara riil, di mana rakyat bisa dengan langsung berpartisipasi serta merasakan peran penting dirinya guna menentukan siapa yang akan menjadi orang nomor satu di Republik Indonesiakedepannya. Hal ini juga berpengaruh besar dalam mempertegas kedudukan Indonesia sebagai negara demokrasi.

Akan tetapi dalam perjalanannya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tentu tidak semulus dan seideal cita-cita kita rakyat Indonesia, yang berharap amanat konstitusi pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Pemilu Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil) dengan instan dapat tercapai. Banyak hal yang menjadi faktor lahirnya hambatan atau penghalang pelaksanaan amanat konstitusi mulai dari fanatisme yang berujung pada anarkisme hingga praktik-praktik kecurangan dalam proses pemilu.

Walau banyaknya rintangan yang harus dilalui oleh penyelenggara pemilu seperti halnya intervensi dan godaan politik uang dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, ternyata tidak terasa hampir 20 tahun Indonesia dalam melaksanakan Pemilu secara langsung selalu menggantungkan setiap proses penyelenggaraan sepenuhnya kepada KPU RI. Mungkin dengan fakta tersebut kita dapat berefleksi bahwa lembaga KPU RI hingga saat ini masih dapat dikatakan sebagai ujung tombak dalam perwujudan demokrasi di negara Republik Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun ada sebuah tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan Pemerintah dalam pengejawantahan demokrasi tersebut yakni fanatisme politik dari sebagian pemilih di Indonesia. Fanatisme politik ialah sebuah bentuk dukungan hingga tindakan secara berlebihan yang diperuntukkan kepada salah satu pasangan calon kontestasi politik. Hadirnya sifat-sifat fanatisme politik ini sesungguhnya lahir dari rahim demokrasi yang bersifat prematur, artinya mereka hanya melihat kebebasan sebagai sebuah anugerah mutlak untukberbicara serta bertindak tanpa batasan etika bahkan hingga berani menegasikan Hak Asasi Manusia orang lain. Risiko terbesar dari fanatisme politik ialah terciptanya polarisasi politik yang berujung dengan terpecah belahnya anak bangsa.

Baca Juga:

Politik kerap dianggap oleh sebagaian kaum fanatis sebagai bentuk peperangan besarseperti layaknya pertaruhan hidup dan mati seolah-olah takdirnya nanti akan bergantung pada siapa yang memenangkan pertarungan. Pikiran seperti ini kerap berujung pada tindakkekerasan yang menciptakan jarak sesama anak bangsa. Di sisi lain kelompok apatis yang berbeda haluan menganggap tindakan dari para kaum fanatis sebagai dampak dari kesesatan berpikir, yang mana sebagian kaum apatis beranggapan tindakan-tindakan tersebut juga tumbuh dari politik itu sendiri karena mungkin dimata mereka politik itu cenderung tidak bersih dan hanya sedikit manfaatnya.

Padahal sesungguhnya Politik adalah objek netral yang tidak berpihak pada apapun, di mana sesungguhnya makna dari Politik itu sendiri bergantung pada diri dan pikiran kita sendiri. Jika kita berpikir bahwa Politk itu kotor dan tak mengenal batasan-batasan kemanusiaan maka akan seperti itulah wajah Politik di mata kita. Namun sebaliknya, jika kitaberpikir bahwa Politik itu adalah sarana untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaandemi mewujudkan cita-cita bangsa serta konstitusi maka akan jadi seperti itu pulalah wajah Politik.

Presiden pertama Republik Indonesia pernah berpesan kepada kita semua Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Pesan yang sederhana namun memilik arti yang dalam. Artinya jangan sampai pesta demokrasi kita yang ditujukan untuk memilih orang nomor satudi negeri ini, malah menjadi sarana caci maki dan merendahkan sesama anak bangsa yang dapat melahirkan malapetaka besar bagi negara.

Semoga pada 14 Februari tahun 2024 kelak seluruh rangkaian dari pesta demokrasiterbesar yang diselenggerakan oleh rakyat dan untuk rakyat Republik Indonesia dapatberjalan sesuai dengan amanat Konstitusi yakni dapat terselenggarakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


26 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.