Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sinyal Lemah Infrastruktur Strategis Nasional

image-profil

Dosen Manajemen Strategis FEUI dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (2009 - 2011)

image-gnews
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jembatan menuju Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat 21 Juli 2023. PT China Railway Group Limited (CREC) mencatat hingga Juli 2023, infrastruktur penunjang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang salah satunya merupakan Stasiun Tegalluar saat ini telah mencapai tahap penyelesaian akhir jelang peresmian. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jembatan menuju Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat 21 Juli 2023. PT China Railway Group Limited (CREC) mencatat hingga Juli 2023, infrastruktur penunjang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang salah satunya merupakan Stasiun Tegalluar saat ini telah mencapai tahap penyelesaian akhir jelang peresmian. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Iklan

Siapa yang tidak suka bila di negerinya terbangun berbagai infrastruktur, tetapi siapa yang mau bila infrastruktur-infrastruktur strategis bangsanya ‘berpindah tangan’? Mengapa rezim pemerintah yang sekarang bisa bangun banyak infrastruktur, mengapa yang sebelumnya tidak? Di mana perbedaan pendekatannya, dari mana uangnya? Mungkin itu yang berlintasan di benak kita.

Sejak tahun 2016, pemerintahan Jokowi mencanangkan 245 proyek strategis nasional (PSN). Berbagai proyek infrastruktur di bidang transportasi, energi, kawasan industri, air bersih dan sebagainya, bernilai investasi sekitar Rp 4000 - 5000 trilyun atau $ 300 milyar. Di masa Jokowi kian besar urgensi perlunya bantuan dana LN. Punya duitkah Indonesia? Mengingat selama ini pertumbuhan ekonomi relatif stagnan pada sekitar angka 5 persen per tahun, tentulah dana tabungan dalam negeri tidak mungkin tiba-tiba mendadak tersedia dalam jumlah besar.

Kalau begitu, kemungkinan dari luar negerilah sumber dana pembiayaan infrastruktur yang cukup besar- besaran itu. Dengan besaran utang luar negeri (ULN) pemerintah dibatasi cukup ketat oleh undang-undang pada maksimum 60 persen terhadap PDB dan total ULN Indonesia (ULN pemerintah ditambah swasta) terus diupayakan menurun (kini di bawah 30 persen terhadap PDB), bagaimana modus masuknya dana luar negeri itu agar tidak diributkan dan berisiko bagi perekonomian kita? Orang lebih sensitif bila pemerintah terus menambah utang. Pemerintah perlu berhati-hati, rakyat juga perlu mencermati.

Mungkin ada benarnya bila dikatakan bahwa pemerintah sudah cukup hati-hati melangkah—sebagaimana banyak diklaim dalam laporan resmi pemerintah maupun Bank Indonesia. Di masa kepemimpinan Jokowi (dengan data 2014 sampai dengan Juni 2023), jumlah ULN Indonesia memang meningkat 35 persen—dari $ 296 milyar ke $ 396 milyar—atau 7,5 persen/ tahun. Meskipun begitu boleh dikatakan masih aman karena rasio ULN Indonesia terhadap PDB kini di sekitar 29 persen saja dan rasio ULN pemerintahnya sekitar 37 persen, jauh di bawah batas aman menurut ketentuan undang-undang. Selain itu, mayoritas ULN pemerintah bersifat jangka panjang (94%), begitu juga mayoritas ULN swasta (74%), tidak serawan bila mayoritas bersifat jangka pendek. Tetapi, di periode yang sama terlihat perkembangan yang mencolok pada ULN BUMN, meningkat 58 persen—dari $ 31 milyar jadi $ 49 milyar, khususnya pada ULN bank-bank BUMN yg meningkat 95 persen—dari $ 4 milyar jadi $ 7,8 milyar. Itu sebabnya ULN BUMN dalam ULN Indonesia meningkat dari 10,5 persen (2014) menjadi 12,5 persen (Juni 2023). Itu perlu dicermati!

Kehati-hatian dalam langkah pemerintah antara lain dengan tidak membangun sendiri proyek-proyek infrastruktur. Juga tidak melulu berutang sendiri secara langsung. Tetapi, lebih banyak menugasi BUMN. Rasio ULN pemerintah relatif lebih bisa dijaga, tinggal lagi memonitor ULN swasta (khususnya BUMN di dalamnya). Dengan pola kerjasama pembangunan infrastruktur yang tidak bersifat G-to-G (government to government) melainkan B-to-B (business to business atau antar perusahaan kedua negara), lebih ada ruang untuk melokalisasi permasalahan dalam proses pembangunan proyek dan konsekuensi yang timbul kemudian, Dalam kaitan itu, BUMN karya yang ditugasi mendapatkan dana pinjaman dari sindikasi perbankan-BUMN dalam negeri, maupun dengan menerbitkan obligasi, yang pada hakikatnya menambah utang luar negeri Indonesia bila yang beli obligasi itu duitnya berasal dari luar negeri. Hal itu terbukti dari peningkatan mencolok ULN perbankan BUMN maupun total BUMN. Investor mana saja dan dengan dana asal Cinakah itu, mengingat gencarnya keterlibatan mereka dalam pembangunan infrastruktur di dunia, termasuk Indonesia?

Mungkin juga ada yang berpandangan bahwa jangan khawatir berlebihan pada pinjaman dari Cina; bukan negeri ini kreditur terbesar Indonesia, melainkan Singapura. Menurut laporan berkala Bank Indonesia, sejak sebelum masa Jokowi, yang terbesar adalah Singapura (2013: $ 50 milyar; Juni 2023: $ 57 milyar), disusul Jepang, Belanda, AS dan Cina. Besarnya peran Singapura itu wajar saja mengingat fungsinya selama ini sebagai financial-hub bagi negeri-negeri di kawasan. Tetapi, yang menarik adalah kian besar dan pentingnya ULN asal Cina. Meski kini (Juni 2023) masih di urutan negara kreditur keempat, peranan Cina kian penting sehingga proporsi ULN Singapura banding Cina dalam total ULN RI kini relatif dekat, 2,7 kali (di tahun 2023); sebelum masa Jokowi masih 8 kali (tahun 2013), jauh di atas Cina. Masuknya dana pinjaman asal Cina itu bisa melalui pinjaman bank-bank BUMN atau pemerintah dengan pemerintah/swasta/perbankan Cina. Bisa juga saat investor Cina membeli obligasi BUMN Indonesia untuk keperluan pembangunan infrastruktur.

Memangnya mengapa kalau betul itu dari Cina? Beberapa tahun belakangan sudah sering terdengar keluhan orang tentang pola pembiayaan dan investasi Cina. Bermunculan kasus gagal-bayar di sejumlah negara peminjam. Di antara nya yang terjadi di Sri Lanka dalam kontrak pembangunan Pelabuhan Hambantota, yang kemudian memberikan Cina hak sewa atasnya selama 99 tahun. Begitu juga kasus di Pakistan, sehingga terpaksa memberikan hak ekslusif kepada Cina mengelola Pelabuhan Gwadar selama 40 tahun, bebas pajak dan berhak atas 90 persen dari penerimaan pelabuhan. Laos juga tercatat mesti melepas kontrol atas jaringan listrik nasionalnya kepada BUMN Cina, dlsb.

Perdebatan orang di dunia terkait hal tersebut di atas merebak cepat, setelah Brahma Chellaney, seorang ahli geostrategi yang juga penulis India yang bereputasi, di awal 2017 menggunakan istilah debt-trap diplomacy sebagai kritik pada praktek pembiayaan investasi Cina. Perjanjian bilateral pinjaman dengan Cina disebutnya bersifat menjebak, disediakan dalam jumlah berlebihan sehingga negara peminjam — yg mayoritas negara berkembang itu— dapat kesulitan membayar. Dalam keadaan sulit itulah, negara yang berutang ditekan untuk mendukung kepentingan geostrategis Cina (Chellaney, 2017; Garnaut et.al, 2018).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di mana masalahnya untuk Indonesia? Kasus gagal bayar dan kesulitan keuangan ternyata sudah terjadi di dua BUMN-karya yang ditugasi membangun infrastruktur: Wijaya Karya (Wika) dan Waskita Karya (Wskt). Tetapi, tunggu dulu... kedua kasus itu berkenaan dengan ketidakmampuan bayar bunga obligasi BUMN-karya, di mana kaitannya dengan Cina? Menjadi terkait bila banyak pembeli obligasi itu dengan dana asal Cina. Apa perlu khawatir, bukankah pola kerjasama dan pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini bersifat B-to-B, sehingga pemerintah masih punya ruang dan waktu untuk melokalisasi permasalahan gagal bayar; berbeda dengan pola pembiayaan G-to-G. Jadi, pemerintah tidak akan langsung kehilangan hak atau kendali atas infrastruktur terkait. Begitulah agaknya ilustrasi pro-cons yang berlangsung di antara kita saat ini.

Permasalahan gagal bayar yang terjadi di BUMN-karya dapat terjadi bila proyek-proyek infrastruktur tidak berjalan sesuai jadwal, atau biaya yg timbul membengkak serta terjadi korupsi di manajemennya. Kinerja keuangan BUMN tersebut memburuk, rasio utang terhadap modalnya (debt to equity ratio, DER) melebihi batas wajar, arus kas nya juga menipis sehingga kesulitan memenuhi berbagai kewajibannya. Akhirnya muncul tuntutan dari para kreditur (pemberi pinjaman) ataupun vendor (pemasok berbagai material penunjang proyek). Bila kondisi keuangannya sudah begitu mengkhawatirkan, sulit bagi BUMN dimaksud untuk membuat utang baru guna melunasi kewajiban utang lama. Kasus seperti itu yang kini terjadi pada BUMN-karya kita—Wijaya Karya maupun Waskita Karya.

Sebetulnya, mundurnya pembangunan proyek atau peningkatan biaya pembangunan suatu proyek lazim juga terjadi. Tetapi masalahnya lain lagi dari segi kedaulatan ketika itu menyangkut proyek-proyek infrastruktur strategis Indonesia. Pemerintah dan rakyat banyak tidak mungkin berdiam diri. Ketika kasus yang terjadi masih terbatas pada beberapa BUMN saja, pemerintah mungkin mampu melokalisasi permasalahannya. Seperti yang dilakukan pemerintah saat ini dalam mengatasi kasus di Waskita Karya, beberapa BUMN ditugasi membantu secara langsung dan tidak langsung membantu Waskita keluar dari masalah keuangan. Bank-bank plat merah dan bank lain yang memberikan kredit kepada WSKT, diajak untuk merestrukturisasi kredit WSKT. Selain itu, untuk kasus Wijaya Karya, pemerintah melepas sahamnya di perusahaan BUMN sakit itu kepada BUMN karya yang sehat (HK atau Hutama Karya), sehingga Wika menjadi anak perusahaan HK.

Tetapi, bagaimana bila kasus serupa merebak, terjadi pada banyak BUMN serempak atau berturutan ? Akan ada batasnya di mana pemerintah tidak bisa lagi menugasi BUMN lain membantu. Mungkin pada batas itu pemerintah terpaksa mencari duit dengan melepas sahamnya di BUMN- BUMN itu. Untuk infrastruktur strategis, terbuka peluang bagi BUMN terkait melepas kepemilikannya di proyek infrastruktur tersebut, atau juga pemerintah yg melepas sahamnya di berbagai BUMN bermasalah itu. Kalau yang membeli saham- saham itu investor asing (baca: Cina) berarti lepaslah kepemilikan, hak pengelolaan atau kendali kepada pihak asing atas infrastruktur strategis bangsa dimaksud. Artinya, pola pembangunan infrastruktur baik yang bersifat G to G atau B to B dapat berujung pada lepasnya kendali dan kepemilikan aset/infrastruktur strategis negeri kita kepada pihak asing.

Boleh jadi, saat tragedi lepasnya kepemilikan itu selesai diatasi, rasio ULN Indonesia tetap bagus. Dari sudut tinjau ekonomi makro seolah tidak ada masalah. Ironisnya, lepasnya sebagian kepemilikan aset strategis bangsa kepada pihak asing justru tercatat memperkuat neraca pembayaran Indonesia. Utang luar negeri BUMN tercatat menurun karena sudah dilunasi dengan dana segar yang dibawa pemegang saham baru. Yang terjadi bukan penambahan utang ke luar negeri, melainkan meningkatnya investasi asing (portfolio investment). Padahal, di balik itu, negeri kita baru kehilangan kepemilikan atau kendali pada aset nasional yg strategis. Indikator ekonomi makro tidak mampu menangkap gejala itu, karenanya bukan tolok ukur yg tepat untuk urusan begini.

Mungkin itu kekhawatiran yang berlebihan. Tetapi tidak, bila kita sempat membaca pandangan Bapak Strategi Modern, Igor Ansoff (1975), yang menyarankan agar dalam urusan strategis orang lebih peka pada “weak signals” sebelum terlambat. Demi tanah air, benar-tidaknya peringatan Brahma Chellaney (2017) tentang debt-trap diplomacy Cina, perlu disikapi secara skeptis, waspada. Agar obyektif, perlu di identifikasi apa saja proyek-proyek/infrastruktur strategis kita yang dibangun BUMN, khususnya yang melibatkan konsorsium atau kontraktor Cina, Selain itu siapa mayoritas dan dari mana asal dana pembeli obligasi BUMN-karya kita khususnya? Bagaimana kondisi kesehatan keuangan BUMN-karya yang sedang ditugasi dalam berbagai infrastruktur strategis itu? Ironisnya, walaupun kita mempunyai sistem informasi yang andal, waspadai kendalanya karena bisa tidak bekerja efektif. Ketika weak signals sudah bermunculan, menurut Ansoff, mesti melalui 3 saringan (informasi, mentalitas dan power). Faktor manusia —person in charged— pada 2 saringan terakhir, khususnya mentalitas, akhirnya dapat membawa bencana bila lemah.

Di negeri tetangga—masih segar dalam ingatan kita—seorang negarawan tua pernah turun gunung menyelamatkan bangsanya dari ancaman bahaya investasi Cina. Ia lebih memilih mewaspadai weak signals yang sampai padanya. Mahathir berhasil menghimpun solidaritas rakyat Malaysia, diasporanya berusaha pulang ke tanah airnya untuk memenangkan Mahathir dalam Pemilu. Mahathir menang! Ia berhasil merenegosiasi perjanjian-perjanjian kerjasama dengan China, sebelum riil berubah jadi ancaman kedaulatan. Kisah patriotik Mahatir dan rakyat Malaysia itu diabadikan dalam film Rise, ini kalilah (pen: Bangkitlah, saat ini?), tahun 2018. Bagaimana dengan kita di Indonesia, terpulang pada kita semua (dzs/8- 2023).

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


TikTok Shop dan Solusi Paceklik Pasar Tradisional

2 hari lalu

Tulisan para pedagang yang dipajang di kios mereka di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa, 19 September 2023. Melalui tulisan-tulisan tersebut, para pedagang pakaian meminta pemerintah menutup sejumlah e-commerce yang dinilai membuat kios mereka sepi pembeli. TEMPO/Ami Heppy
TikTok Shop dan Solusi Paceklik Pasar Tradisional

Perlindungan terhadap UMKM bisa dilakukan lewat perbaikan aturan. Poin-poin perlindungan segera masuk karena pemerintah berencana merevisi regulasi perdagangan online.


Pertumbuhan Belum Merata

6 hari lalu

Ilustrasi investasi. (Shutterstock)
Pertumbuhan Belum Merata

Anda dapat mengoptimalkan imbal hasil dan mengendalikan risiko dengan melakukan strategi investasi seperti alokasi aset dalam portfolio keuangan, diversifikasi hingga dollar cost averaging.


Main Intel Memata-matai Partai Politik

9 hari lalu

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat pembukaan Rapat Kerja Nsional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 16 September 2023. Rakernas Seknas Jokowi yang diikuti sebanyak 25 perwakilan DPW se-Indonesia tersebut sebagai bagian konsolidasi organisasi dalam persiapan menjelang Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Main Intel Memata-matai Partai Politik

Hanya di negara otoritarian badan intelijen menjadi alat kekuasaan.


Ujian Sejarah Bernama Munir

15 hari lalu

Aktivis Hak Asasi Manusia, Suciwati, istri dari Munir Said Thalib memberikan orasi saat Peringatan 19 Tahun Pembunuhan Munir di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis 7 September 2023.
Kasus pembunuhan terhadap Munir adalah kasus yang sangat penting untuk terus diperingati dan diperjuangkan keadilannya hingga tuntas, sampai dalangnya diproses hukum. TEMPO/Subekti.
Ujian Sejarah Bernama Munir

Empat periode kepresidenan, kekuasaan dua orang Presiden, dan rentang waktu hampir dua dekade, ternyata tak cukup untuk menuntaskan kasus Munir.


Manajemen Adaptif Perbaikan Lingkungan dan Peran BPDLH

15 hari lalu

Warga menebar jala untuk mencari udang di kawasan hutan Mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali, Selasa 2 November 2021. Kawasan hutan Mangrove Tahura Ngurah Rai rencananya akan menjadi salah satu lokasi yang akan ditampilkan kepada para pemimpin negara saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada tahun 2022 mendatang. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Manajemen Adaptif Perbaikan Lingkungan dan Peran BPDLH

Ada tiga alasan mengapa BPDLH dapat menunjang praktik manajemen adaptif program lingkungan.


Mengusir Rocky dan Refly: Potret Kebebasan Berpendapat di Era Jokowi

16 hari lalu

Pengamat Politik Rocky Gerung usai diperiksa kasus Direktorat Tindak Pidana Umum atas kasus penyebaran berita hoaks dan fitnah di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 6 September 2023. Pada keterangannya, Rocky mengaku mendapat 40 pertanyaan dari penyidik masih terkait alasan argumen yang dilontarkan pada Presiden Jokowi. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Mengusir Rocky dan Refly: Potret Kebebasan Berpendapat di Era Jokowi

Karena berulang kali terjadi, sulit untuk tidak mengatakan bahwa persekusi sudah menjadi cara penguasa untuk membungkam orang-orang yang kritis dan punya pandangan berbeda.


Botol Ketemu Tutup, Muhaimin Botolnya dan Anies Tutupnya

17 hari lalu

Bacapres Anies Baswedan bersama bacawapres Muhaimin Iskandar bersziarah ke Makam Sunan Ampel dalam acara bertajuk 'Halaqoh Pemikiran Politik Sunan Ampel' di Surabaya, Sabtu 9 September 2023. Istimewa
Botol Ketemu Tutup, Muhaimin Botolnya dan Anies Tutupnya

Penyatuan 2 entitas agamis yang selama ini dianggap tidak akan pernah terjadi, ternyata pada Pilpres 2024 mendatang dapat kita saksikan.Ini menjadi euforia tak terkira dari kedua kelompok itu.


Arah Suara Nahdliyin Setelah Deklarasi Anies - Muhaimin

17 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh berangkulan dengan bakal calon presiden Anies Baswedan (kiri) dan bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar (kanan) saat Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 2 September 2023. PKB menerima tawaran Partai Nasdem untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Moch Asim
Arah Suara Nahdliyin Setelah Deklarasi Anies - Muhaimin

Tak salah juga jika dikatakan suara nahdliyin masih cair. Bisa ke mana-mana. Juga tergantung calonnya.


Samsung Galaxy Z Fold5 Edisi Khusus Kolaborasi dengan Thom Browne Dirilis

17 hari lalu

Samsung Galaxy Z Fold5 rilis edisi khusus kolaborasi dengan Thom Browne. (Instagram/Samsung Indonesia)
Samsung Galaxy Z Fold5 Edisi Khusus Kolaborasi dengan Thom Browne Dirilis

Samsung Galaxy Z Fold5 Thom Browne Edition menampilkan teknologi foldable terbaru dari Samsung serta elemen desain khas Thom Browne.


Menemukan Kembali Koperasi

22 hari lalu

Ilustrasi Petani. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Menemukan Kembali Koperasi

Koperasi itu juga mereka jadikan ruang pendidikan kesadaran warga. Mengikis mental budak yang tunduk dan patuh pada eksploitasi sistem kerja pabrik yang didasarkan seluruh keputusanya pada pemilik modal.