Seorang pria Italia meninggal dunia dalam usía 86 tahun Senin 12 Juni lalu akibat leukemia kronis. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Kota Milan. Ia sempat menjalani rawat inap di RS pada hari Jumat untuk kali kedua dalam beberapa bulan terakhir. Ia juga menderita penyakit jantung, kanker prostat, dan terjangkit COVID-19 pada 2020.
Pria tersebut adalah Silvio Berlusconi, yang pada masa muda memulai kariernya dengan menjadi agen penjualan alat penyedot debu, serta bernyanyi di klub malam dan kapal pesiar. Ia lahir dari sebuah keluarga kelas menengah pada 29 September 1936, di sebuah kota yang sangat terimbas perang dunia kedua, Milan. Ayahnya, Luigi Berlusconi, semasa hidupnya (1908-1989) bekerja sebagai pegawai bank. Sementara sang ibu, Rosa Bossi (1911–2008), menjadi pengurus rumah tangga. Silvio adalah kakak tertua dari Maria Francesca Antonietta (1943-2009), dan Paolo (lahir 1949). Semasa hidup, Silvio memiliki lima anak hasil dari dua kali pernikahannya.
Silvio muda meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1961 dari Universitas Milan. Ia mengambil spesialisasi kontrak periklanan, sebuah bidang yang kelak amat berguna dalam kariernya.
Beberapa tahun berselang, pada awal usia 30-an, Silvio menggagas sebuah proyek pembangunan sebuah area perumahan di pinggiran utara Milan yang disebut Milano 2. Ide Silvio saat itu adalah menawarkan rumah-rumah berstandar tinggi dan luas di daerah baru di pinggiran kota. Ini kontras dengan kota metropolitan yang semakin padat dan berpolusi. Tak heran, saat itu proyek Silvio disebut revolusioner dan visioner.
Pada masa itu proyek yang digagas Silvio ini berada selangkah lebih maju dibanding para pesaingnya. Silvio memasarkan properti "eksklusif" bagi kelas menengah yang ingin keluar dari pusat kota namun tetap dekat. Proyek ini terbukti sukses besar, sehingga dengan cepat mendorong Edilnord (perusahaan konstruksi milik Silvio) ke jajaran perusahaan properti teratas di Italia.
Sepak Bola dan Politik
Sejarah mencatat, properti tak menjadi satu-satunya bisnis yang Silvio geluti. Saat klub sepak bola asal kota kelahirannya AC Milan terancam bankrut, ia tampil sebagai penyelamat, dengan mengambil alih klub itu pada Februari 1986. AC Milan kala itu menderita akibat terdegradasi ke Serie B setelah skandal pengaturan pertandingan Totonero dan menduduki posisi kelima musim sebelumnya.
Berlusconi dengan cepat menorehkan prestasi saat klub itu menjuarai Serie A pada musim keduanya menjadi bos. Prestasi di level dalam negeri, Eropa, dan dunia yang diraihnya semasa memimpin AC Milan hingga 2017 rasanya sulit disamai presiden Milan lainnya. Penggemar Milan di seluruh dunia tahu persis siapa saja pemain kelas dunia yang diboyongnya ke San Siro.
AC Milan pada era Berlusconi meraih total 28 gelar juara termasuk tujuh trofi Piala/Liga Champions Eropa. "Ini adalah 30 tahun yang penuh keajaiban. Kami telah memenangkan gelar lebih banyak dari siapa pun dan meraih lebih dari 363 juta pendukung di seluruh dunia," kata Silvio.
Kesuksesan Milan ini jadi modal penting bagi Silvio untuk masuk ke kancah politik. Ia mendirikan partai politik bernama Forza Italia pada 1993. Setahun kemudian, partai ini meraih kemenangan pertamanya dalam pemilu, dan membentuk koalisi dengan beberapa partai lain, meski runtuh tujuh bulan kemudian.
Partai besutan Silvio memang kalah dalam pemilu 1996, tapi lantas kembali unjuk gigi pada 2001 dan 2008. Ia lantas menduduki kursi perdana menteri hingga November 2011. Pemerintahannya kemudian menjadi yang paling lama berkuasa di Italia sejak perang dunia kedua.
Sosok kontroversial
Kontroversi nyaris tak pernah lepas dari Silvio. Ia pernah beberapa kali terlibat skandal seks dan melontarkan berbagai komentar yang bernada dukungan terhadap pemimpin fasis Italia Benito Mussolini. Silvio juga pernah terlibat insiden diplomatik setelah ia mengeluarkan komentar yang melecehkan Presiden Finlandia Tarja Halonen.
“Saya harus menggunakan semua taktik playboy saya, meski itu sudah lama tidak digunakan,” katanya pada Juni 2005. Itu ia klaim dikatakannya saat merayu Tarja agar Italia bisa menjadi tuan rumah acara The European Food Safety Authority (EFSA) yang baru.
Tak hanya itu. Pada November 2008, Silvio menyebut Barack Obama sebagai sosok "tampan, muda dan juga memiliki warna kulit coklat akibat banyak terpapar sinar matahari", setelah terpilih sebagai presiden Amerika Serikat.
Sosok politisi populis sayap kanan dalam diri Silvio seolah ‘hidup’ kembali dalam diri Donald Trump, yang menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat sejak 2017 hingga 2021. Kita tentu tahu apa saja tindakan dan komentar kontroversial Donald selama menjabat maupun sesudahnya. Sosiolog Paolo Gerbaudo menulis, kedua pemimpin itu naik ke puncak kekuasaan eksekutif tertinggi di negara masing-masing bukan sebagai politisi karier. Kedua pria itu adalah “wirausahawan mandiri” yang sukses, lantas memutuskan terjun ke politik guna menyelamatkan negara mereka dari paham kiri.
Konteks Indonesia
Kiprah Silvio Berlusconi di Italia seolah menemukan cerminnya di Indonesia setelah Orde Baru. Sosoknya sebagai pebisnis sejumlah sektor termasuk media, sekaligus politisi, pemilik klub sepak bola, bisa dengan mudah kita lihat kemiripannya dalam perpolitikan Indonesia kontemporer.
Dalam iklim demokrasi di manapun, termasuk di Italia dan Indonesia, pebisnis tentu juga berhak untuk memilih dan dipilih menduduki jabatan-jabatan publik lewat proses pemilu. Meski demikian, hal yang sering tak disadari atau bahkan justru diabaikan, adalah bahwa semakin tinggi jabatan publik yang diduduki seseorang, akan semakin besar tanggung jawab yang dipikul, ada semakin banyak orang yang menggantungkan harapan hidupnya pada para pengemban mandat itu. Baik atau buruknya kebijakan yang diambil seorang pemimpin akan membawa konsekuensi bagi bawahan atau rakyat yang memberinya mandat.
Menjelang ajang pemilu tahun 2024, sudah layak dan sepantasnya kita merenungkan ini.