Editorial Tempo.co
----------
Polisi sebaiknya tidak memproses aduan terhadap ahli hukum Denny Indrayana. Denny dituding menyebarkan hoaks dan membocorkan rahasia lantaran menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan pemberlakuan sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum. Apa yang Denny lakukan adalah bagian dari kebebasan berpendapat warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
Pekan lalu, Denny melansir informasi di media sosialnya mengenai putusan yang akan diambil MK atas uji materi Undang-Undang Pemilu, menyangkut sistem proposional terbuka. Dia mengatakan mendapatkan informasi hakim konstitusi akan mengabulkan gugatan tersebut, yang berarti sistem pemilu akan kembali ke proporsional tertutup. Seseorang yang mengaku dari Kelompok Pemberantas Mafia Hukum kemudian melaporkan Denny ke polisi, menuding Denny menyebarkan hoaks dan membocorkan rahasia negara.
Sebelum laporan polisi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD secara terbuka di Twitter lebih dahulu meminta polisi memeriksa Denny. Menurutnya, penyataan Denny “bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara”.
Setiap orang punya hak untuk melaporkan seseorang ke polisi dengan alasan apa pun. Tapi tidak semua laporan harus ditindaklanjuti, apalagi kalau dasar hukumnya tidak jelas dan bukti yang diakukan mengada-ada. Jangan sampai polisi menjadi perpanjangan tangan dari orang maupun kelompok, termasuk penguasa, yang hendak membungkam kritik.
Dalam kondisi normal langkah Denny memang bukan jalan terbaik untuk mengontrol putusan MK. Bahkan, menilik reaksi pemerintah yang diwakili Mahfud dan polisi, aksi Denny ini justru berbuah tekanan terhadap dirinya.
Namun dalam situasi seperti sekarang di mana hukum dan politik berada hampir di titik nadir—dan Mahkamah Konstitusi semakin banyak membuat keputusan yang cenderung politis—upaya Denny membawa diskusi soal putusan MK ke ruang publik bisa kita mahfumi. Masih segar dalam ingatan kita putusan MK soal masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Putusan itu semakin melumpuhkan KPK, karena memperpanjang masa jabatan pimpinan yang problematik secara etika.
Apa yang diungkapkan Denny perlu dilihat sebagai dorongan terhadap masyarakat untuk turut aktif memelototi MK agar tak keliru dalam mengambil putusan.
Di sisi lain MK, juga penguasa, semestinya melihat langkah Denny sebagai pengingat tentang betapa pentingnya keputusan menyangkut sistem pemilu bagi orang banyak. Sistem proporsional tertutup mengurangi bobot suara masyarakat karena kontrol atas para calon wakil rakyat sepenuhnya ada pada partai politik. Jika benar putusan MK nanti seperti yang disinyalir Denny, maka Demokrasi kita jelas akan mundur jauh ke belakang, sebagaimana di era Orde Baru, di mana pemilu hanya menjadi stempel bagi partai dan para elite yang hendak berkuasa.