Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bima TikToker dan Godaan Obral 'Stempel' Hoaks

image-profil

Dosen Jurnalistik UMN, Ph.D. Candidate, the News Media Research Centre, University of Canberra

image-gnews
TikToker, Bima Yudho Saputro yang viral setelah membuat video berjudul Alasan Lampung Gak Maju-Maju. Foto: TikTok/@Awbimaxreborn
TikToker, Bima Yudho Saputro yang viral setelah membuat video berjudul Alasan Lampung Gak Maju-Maju. Foto: TikTok/@Awbimaxreborn
Iklan

BEBERAPA waktu lalu, Bima Yudho Saputro menjadi buah bibir. Kritik yang dia lontarkan melalui TikTok tentang kondisi jalan di Provinsi Lampung menuai perhatian masyarakat.

Bima menyebut jalan di Lampung banyak yang rusak. Tidak hanya soal jalan, Bima juga mengritisi tata kelola pemerintahan dan anggaran. Hal itu dianggap sangat terkait dengan kondisi Lampung yang, menurut Bima, tidak maju-maju.

Setelah viral, kritik itu menuai bermacam reaksi. Ada kalangan yang mendukung, ada juga mereka tidak sependapat.

Mereka yang mendukung mencoba untuk membenarkan ucapan Bima. Melalui media sosial, orang-orang ini mengunggah foto kondisi jalan dan infrastruktur di Lampung yang rusak ataupun mangkrak.

Sementara itu, menurut Bima dan sejumlah pemberitaan, aparat pemerintah daerah setempat menemui orang tua Bima untuk menanyakan berbagai hal.

Respons yang sangat frontal terhadap kritik Bima adalah upaya melaporkannya ke polisi. Laporan itu memuat sejumlah keberatan terhadap kritik Bima. Salah satunya, mahasiwa yang sedang menempuh studi di Australia itu dianggap telah menjelekkan nama Lampung dan menyebarkan informasi yang tidak benar alias hoaks.

Polri telah menyatakan tidak ada unsur pidana di dalam aksi Bima di Tiktok. Artinya, laporan polisi tersebut tidak akan ditindaklanjuti. Namun demikian, upaya-upaya kriminalisasi dan intimidasi dengan berlindung di bawah undang-undang atau aturan lain masih mungkin terjadi.

Aksi kontraproduktif

Kita tentu pernah mendengar istilah fake news. Istilah ini menjadi sangat terkenal di seluruh penjuru dunia sesaat setelah Donald Trump resmi menjadi presiden Amerika Serikat waktu itu.

Di awal pemerintahannya, Trump sering mendapat sejumlah pertanyaan tajam, bahkan kritik, dari wartawan. Respons Trump terhadap kritik itu sangat fenomenal. Dia menyebut media yang mengkritik dia, salah satunya CNN, adalah fake news.

Sejak saat itu, istilah itu menjadi sangat terkenal. Sejumlah kalangan, terutama mereka yang memangku kekuasaan, mulai sering mengutip kata fake news.

Namun, kalangan wartawan dan aktivis pengecekan fakta kemudian mengkritisi penggunaan istilah tersebut. Menurut mereka, fake news muncul dan digunakan oleh penguasa untuk “menyerang balik” para pengkritik.

Artinya, setiap konten yang berisi kritik, pendapat, atau aspirasi berpotensi disebut sebagai fake news hanya karena pihak lain, terutama penguasa, tidak menyukainya.

Sebagai gantinya, istilah misinformasi dan disinformasi mulai sering digunakan. Misinformasi terjadi ketika seseorang menyebarkan informasi yang dia yakini benar, padahal informasi itu salah.

Sementara itu, disinformasi terjadi ketika seseorang dengan sengaja membuat informasi yang salah dan menyebarkannya. Kita juga sering menyebut keduanya dengan istilah hoax yang kemudian diserap dalam Bahasa Indonesia menjadi hoaks.

Memang setiap kritik berpotensi mengandung kesalahan. Namun, menggunakan kekuasaan untuk menuding setiap setiap kritik sebagai hoaks adalah tindakan yang kontraproduktif. Apalagi hingga menggunakan celah hukum dan ancaman pidana untuk membungkam pengkritik.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah produk hukum yang paling sering digunakan untuk membungkam kritik. Undang-undang ini memiliki sejumlah celah.

Jika saya tidak salah menghitung, UU ITE memiliki 18 ayat ketentuan pidana. Undang-undang ini juga mengatur tentang hukuman penjara dengan rentang antara sembilan bulan hingga 12 tahun. Untuk urusan denda, seseorang bisa dituntut atau dihukum membayar denda antara Rp 600 juta hingga Rp 12 miliar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bayangkan, hanya karena tidak suka dengan sebuah kritik, seseorang, baik mewakili diri sendiri ataupun penguasa, bisa dengan mudah mengacu pada UU ITE dan kemudian melaporkan orang lain ke polisi. Laporan itu sangat mungkin “dikemas” dengan tuduhan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, atau pencemaran nama baik.

Pengalaman kontraproduktif di negara-negara tetangga seharusnya bisa menjadi pelajaran. Malaysia memberlakukan Anti-Fake News Act sejak 2018. Australia memiliki The Australian Code of Practice on Disinformation and Misinformation

Dalam perjalanannya, aturan di kedua negara itu mendapatkan sorotan yang luas dari publik. Beberapa kalangan bahkan melihatnya sebagai upaya yang represif dan kontraproduktif.

Mengapa cara-cara semacam itu kontraproduktif? Karena menuding kritik sebagai hoaks sehingga layak dijerat pidana adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip dasar kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Prinsip ini secara jelas tertuang di dalam Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bahkan, di Indonsia, kebebasan berpendapat tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang harus menjadi rujukan semua peraturan yang lebih rendah.

Oleh karena itu, menggunakan kekuasaan dan celah hukum untuk menjerat pengkritik dan menudingnya sebagai penyebar hoaks hanya akan membuahkan kritik lain yang lebih besar dari masyarakat.

Cek Fakta

Digital fact-checking atau pengecekan fakta secara digital adalah cara yang paling pas untuk menyikapi kritik dari Bima dan kritik-kritik lain dari berbagai pihak. Cek fakta adalah strategi verifikasi untuk mengecek kebenaran klaim atau pernyataan dari pihak tertentu.

Oleh karena itu, ada baiknya kritik yang dilontarkan oleh Bima diperlakukan sebagai klaim yang terbuka untuk diverifikasi.

Siapa yang bisa melakukan verifikasi atau cek fakta? Jawabannya adalah semua pihak bisa melakukannya, termasuk wartawan yang bekerja untuk objektivitas dan mereka yang keberatan dengan kritik itu.

Sebenarnya, ada banyak klaim yang dilontarkan oleh Bima dan memungkinkan untuk diverifikasi. Misalnya, apakah pernyataan Bima tentang sejumlah proyek mangkrak di Lampung itu benar? Apakah benar Lampung mendapatkan kucuran dana hingga milaran rupiah dari pemerintah pusat? Apakah benar penegakan hukum di Lampung relatif lemah?

Klaim-klaim itu sangat mungkin diverifikasi dengan mengacu ke berbagai data dari organisasi masyarakat sipil, LSM, data dari pemerintah, ataupun observasi langsung di lokasi.

Jika klaim Bima salah, pihak yang memverifikasi bisa memberikan koreksi dan bantahan. Namun jika klaim-klaim itu benar, maka juga harus diakui kebenarannya dan pemerintah perlu melakukan perbaikan.

Hidup di era internet memang penuh keuntungan sekaligus sarat tantangan. Dengan sokongan perangkat elektronik dan digital, berbagai informasi, pendapat, dan kritik bisa dengan mudah dibuat dan disebarkan.

Jaminan kebebasan berpendapat hendaknya tidak membuat para pengkritik lupa diri. Mereka juga perlu menyusun kritik atau pendapat yang valid.

Sebaiknya, penerima kritik perlu menganggap ini sebagai kenyataan yang memang harus diterima. Jangan tergesa-gesa untuk menempelkan stempel hoaks kepada sebuah kritik.

Respons kritik dengan verifikasi. Jika kritik di media sosial itu terbukti salah, bantahlah di media yang sama. Namun jika benar, mengakulah, kemudian meminta maaf dan memperbaiki diri.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tips Berwisata saat Musim Hujan agar Rencana Liburan Tidak Berantakan

6 jam lalu

Ilustrasi gaya liburan (pixabay.com)
Tips Berwisata saat Musim Hujan agar Rencana Liburan Tidak Berantakan

Mulai dari memilih tempat yang tepat sampai jadwal penerbangan, berikut traveling saat musim hujan.


Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

1 hari lalu

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan paparan dihadapan ribuan orang kepala desa dan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, 23 November 2023. Prabowo Subianto bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, menghadiri Rakerda Apdesi Jawa Barat yang dihadiri sekitar 5.000 orang kepala desa dan pengurus pemerintah desa. TEMPO/Prima Mulia
Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

Agar pemilihan presiden dan wakil presiden terhindar dari mudarat kecurangan dan ketidakadilan, semestinya para menteri dan kepala daerah yang menjadi calon melepas jabatan.


4 hari lalu


Bapak-isme

8 hari lalu

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. Selain menuntut diturunkannya Soeharto dari Presiden, Mahasiswa juga menuntut turunkan harga sembako, dan cabut dwifungsi ABRI. TEMPO/Rully Kesuma
Bapak-isme

Adakah jalan untuk mencegah kemunduran demokrasi? Panduan dari Bung Hatta perlu dijadikan pedoman


Wajah Kusam Penegakan Hukum

8 hari lalu

Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro (depan) dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 16 November 2023. KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan secara paksa selama 20 hari pertama terhadap 4 orang tersangka baru Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, dua orang pengendali CV. Wijaya Gumilang, Yossy S. Setiawan dan  Andhika Imam Wijaya, serta mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp.225 juta dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso Jawa Timur. TEMPO/Imam Sukamto
Wajah Kusam Penegakan Hukum

Satu per satu aparat penegak hukum tertangkap kasus korupsi. Nasib penegakan hukum kian buram.


Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

8 hari lalu

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

Ada sebuah tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan Pemerintah dalam pengejawantahan demokrasi tersebut yakni fanatisme politik dari sebagian pemilih di Indonesia.


Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

14 hari lalu

Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjadi penguji ahli disertasi mahasiswa S3 Ilmu Hukum UNPAD yang mengangkat tema tentang Urgensi Pengaturan Penggandaan Karya Tulis Ilmiah di Perguruan Tinggi.


Lika-liku Mahkamah Konstitusi dan Gejala Kemerosotan Sejak 2020

14 hari lalu

Sebagian demonstran di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, yang mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)  hari ini, Senin 16 Oktober 2023. MK membacakan putusannya atas sejumlah gugatan terhadap batasan usia capres dan cawapres. Tempo/ I Gusti Ayu Putu Puspasari.
Lika-liku Mahkamah Konstitusi dan Gejala Kemerosotan Sejak 2020

Majalah Tempo pada Maret lalu menyebut Mahkamah Konstitusi atau MK mengalami kemerosotan sejak 2020.


Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

15 hari lalu

Ekspresi Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggara Pemilu di Jakarta, Rabu 8 November 2023. Rakornas diikuti sekitar 1.200 penyelenggara pemilu yang terdiri dari dari Ketua KPU dan Ketua Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota serta Sekretaris KPU se-Indonesia. TEMPO/Subekti.
Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

Intimidasi menimpa sejumlah kalangan dan kelompok yang menentang dinasti politik keluarga Jokowi. Meniru tindakan lancung Soeharto.


Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

22 hari lalu

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin rapat rapat MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 26 Oktober 2023. Rapat dengan  agenda klarifikasi kepada pihak-pihak terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. TEMPO/Subekti.
Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan membuat putusan penting besok. Kesempatan menyelamatkan demokrasi.