Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Obituari Hendrik Dikson Sirait, 5 Januari 1972 - 11 Mei 2023

image-profil

Pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi

image-gnews
Hendrik Dikson Sirait
Hendrik Dikson Sirait
Iklan

Blis, aku pamit pulang. Ada waktunya nanti kita berjumpa lagi. Langit mendung dan gerimis sudah datang. Sudah kutabur sendiri bunga di tanah yang kini menyelimutimu. Bunga yang aku beli di jalan dekat taman pemakaman. Kau tak akan kedinginan atau kesepian. Di makam itu sudah ada Timbul, adikmu. Berpelukanlah kalian. 

Selain ribuan kelopak mawar, tadi aku beli juga tiga tangkai Melati. Untuk mengenang diskusi kita dulu di rumah sederhana di Jalan Penggalang itu. Bahwa apa yang perlu bagi generasi kita dari Pancasila cuma tiga: Kemanusiaan, Demokrasi dan Keadilan Sosial.

Agama biar saja jadi urusan pribadi orang seorang. Lagi pula, agama sering cuma bikin manusia bermusuhan. Dan Nasionalisme: itu sudah selesai dengan kemerdekaan Indonesia.

Tak usahlah aku tulis di sini apa kelanjutan diskusi kita tentang kemiripan Agama dan Nasionalisme. Bah! Aku pikir-pikir sekarang, memang subversif kali pikiran kita dulu itu ya! 

Tadi aku jumpa kawan-kawan lama kita. Sudah kusapa dan kusalami mereka. Selanjutnya aku memilih duduk merenung sendiri. Aku tak ingat, kapan terakhir kita jumpa dalam sembilan tahun terakhir. Sebelumnya, kita juga tak sering berjumpa. Tapi tiap kali menjelang Natal, pasti aku cari kau. 

Baca Juga:

Atau kau cari aku duluan dan beri kode. “Kak, anak PIJAR kagak semuanya ber-Lebaran!” Kontan kujawab, “Yoi, cing, lapan enam!”

“Kakak Dua Setengah”. Begitu kau ledek aku dulu. Kakak Kesatu itu Amir Daulay. Kakak Kedua: Coki Naipospos. Tak paham aku, kenapa kau dan Ferry Mpek sebut aku “dua setengah”. Apa karena Nuku yang ketiga? Tapi sesukamulah. Kagak pernah gue pikirin juga. 

Tapi ada kelakuan kalian dulu yang bikin aku mikir. Ferry dan kau merancang gerakan merebut kepemimpinan Presidium PIJAR dari Amir Daulay. Celakanya, aku yang kalian dorong mengganti Amir. Jelaslah aku jadi serba salah. 

Bukan apa-apa. Kalau berbeda pendirian saja kita semua sudah terbiasa. Tapi ada hal yang kau tak tahu. Saat itu, balik dari pelarian di Belanda, aku ditampung Amir di rumah kontrakannya. Rumah di dalam gang di Jakarta Timur itu diisi kami bertiga: Amir, adik Nurdin Fadli dan aku (Al-Fatihah untuk Amir dan Nurdin). Jadilah kami saling kikuk tiap kali bertemu di rumah. 

Aku sudah bilang Amir, bukan aku yang berencana, melainkan anak-anak didiknya sendiri yang kalian pimpin bertiga: Mpek, kau dan Oka. Tapi agaknya dia kagak percaya.

Nah, kalau kau nanti bertemu Amir, kau sampaikanlah ya salam dan kangenku. Kau akui jugalah, kau dan Mpek yang dulu mau kudeta! Biar habis kesalnya dia sama gua.

Omong-omong, aku senang melihat fotomu yang ditaruh di depan pusara. Kau tersenyum. Rapi dalam balutan jas dan dasi. Badanmu berisi. Mirip aku jugalah. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dulu saat mahasiswa, kita sama-sama kurus. Maklum, kita semua di PIJAR cuma kenal dua makanan dalam menu. Mie Instan dan Ketoprak. Padahal, sebagai aktivis mahasiswa yang ke sana sini dengan metromini dan jalan kaki, harusnya makanan kita empat sehat lima sempurna. 

Kudengar, Jokowi menempatkan kau jadi Komisaris BUMN. Syukurlah. Kau berhak mendapat apresiasi. 

Dulu kau kontak aku. Kau bilang mau mendirikan Almisbat untuk memenangkan Jokowi. Aku tak pernah menghalang. Padahal, saat itu aku pengurus pusat Partai Demokrat. Dan kau: saat itu Ketua PBHI Jakarta. Organisasi yang turut aku dirikan dengan Hendardi. 

Aku saat itu cuma pesan satu hal. Jangkar politik yang kita percakapkan dulu perlu terus kita jaga. Agar, kemanapun gelombang pilihan politik membawa, kita tak akan terseret jauh dari jangkar yang sudah bersama kita lemparkan. 

Kalimat penutup dalam percakapan telepon kita saat itu adalah: “Politik secukupnya. Persahabatan selamanya”. Mestinya aku yang bilang begitu. Sebab yang aku ingat adalah jawabanmu: ”Lapan enam, Kak!” 

Blis, gerimis makin berani. Sebelum aku pamit, kau maafkanlah dulu aku karena memilih tak menjengukmu di rumah sakit. Bukan hanya karena alasan pandemi. Tapi aku tak mau melihatmu saat sakit agar aku bisa selalu mengenangmu seperti yang aku ingat dulu. Atau sekurangnya seperti kau dalam foto yang keren itu di pusaramu. 

Nah, aku pulang ya! Sudah hujan besar sekarang. Alam seperti ikut berkabung. Biar kau tahu: diam-diam, dalam perjalanan pulang, mataku basah. Rasa kehilangan memang selalu datang belakangan. 

Tapi lalu terpikir oleh aku bahwa kau ini satu-satunya “Iblis” yang kepergiannya ditangisi. Aku jadi geli sendiri.  

Blis, sampai bertemu lagi! Jangan kau kudeta lagi Amir di sana!*

(Rachland Nashidik — “Kakak Dua Setengah”)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.