Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Serampangan Memakai Pasal Penistaan Agama

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Direktur Reserse Kriminal Khusus  Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Komisaris Besar Polisi Agung Marlianto memberikan keterangan kepada wartawan terkait dengan penyelidikan kasus dugaan penistaan agama di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat 28 April 2023. ANTARA/M Riezko Bima Elko P.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Komisaris Besar Polisi Agung Marlianto memberikan keterangan kepada wartawan terkait dengan penyelidikan kasus dugaan penistaan agama di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat 28 April 2023. ANTARA/M Riezko Bima Elko P.
Iklan

ENTAH sampai kapan kita akan melihat penegak hukum begitu serampangan memakai pasal penistaan agama untuk memasukkan orang ke penjara. Padahal, selain ketinggalan zaman, pasal tersebut seharusnya dibuang karena bertentangan dengan prinsip kebebasan bergama dan berkeyakinan.

Kasus terbaru, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menjadikan Lina Mukherjee, pembuat konten di media sosial Tiktok,  sebagai tersangka. Polisi menjerat Lina dengan pasal penistaan agama yang dicomot begitu saja dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Polisi menganggap Lina melakukan tindak pidana karena menyebarkan konten video berisi adegan menyantap “kriuk babi” yang diawali bacaan Bismillah.

Kelakuan Lina memang konyol. Urusan dia menyukai makanan olahan dari babi itu hak dan selera pribadinya. Tapi, ketika hendak menyebarkan konten tersebut lewat media sosial, Lina semestinya menimbang perbedaan keyakinan dan potensi ketersinggungan banyak orang. Umat Islam meyakini makanan yang mengandung babi haram. Adapun bismillah, dalam ajaran Islam, dipakai untuk mengawali perbuatan baik. 

Masalahnya, langkah polisi mejerat Lina dengan pasal penistaan agama lebih konyol lagi. Dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak orang yang bertingkah seperti Lina. Bila polisi menjerat mereka semua dengan pasal pidana, bisa dibayangkan, penjara bakal dipenuhi orang-orang konyol seperti itu.

Penghormatan atas agama dan keyakinan orang lain, mayoritas ataupun minoritas, memang sangat penting sebagai adab dalam hidup di tengah keberagaman. Namun, alih-alih dipenjara, orang-orang "kurang adab" lebih baik dididik ulang, agar lebih menghormati perbedaan keyakinan dan keragaman sosial.

Sulit dibantah, dalam kasus banyak kasus, polisi bergerak cepat semata untuk merespons kegaduhan serta kemarahan warganet di media sosial. Ungkapan bernada sinis, “viral dulu, baru diusut”, semakin sering kita dengar. Yang tak kalah janggal, pada kasus Lina Lina Mukherjee, polisi juga menetapkan status tersangka hanya berdasarkan pendapat Majelis Ulama Indonesia, tanpa lebih dulu memeriksa selebgram itu. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam sejarahnya, pasal penistaan agama selalu bias kepentingan kelompok atau agama mayoritas. Itu berlaku dalam tradisi lama banyak "negara agama" di berbagai belahan dunia. Ketika gereja berkuasa di negara-negara di Eropa ratusan tahun lalu, misalnya, hukum penistaan agama (blasphemy) yang multitafsir sering dipakai dalih menjaga "kemurnian" agama. Korbannya kebanyakan berasal dari kaum minoritas atau siapa pun yang tidak disukai gereja yang berkelindan dengan negara. 

Indonesia yang katanya modern seharusnya tidak meniru tradisi di zaman “kegelapan” Eropa itu. Faktanya, di negara kita, pasal penodaan agama bercokol sekian lama dalam kitab pidana warisan pemerintahan kolonial Belanda. Entah berapa banyak korban pasal karet yang penafsirannya bisa dibuat mulur mengkeret itu. 

Perkembangan terakhir, berkat desakan kalangan ahli hukum dan pegiat hak asasi manusia, delik penodaan agama memang disetip dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hasil revisi. Sayangnya, meski kata "penyalahgunaan” dan “penodaan" agama telah dihilangkan, KUHP terbaru masih mencantumkan delik "permusuhan" atau "hasutan untuk memusuhi" agama tertentu. 

Di negara demokrasi modern, fungsi hukum pidana seharusnya lebih melindungi warga negara dan haknya untuk memeluk agama tertentu. Bukanlah tugas negara, lewat hukum pidana, untuk melindungi agama atau kepercayaan tertentu. Toh, keluhuran suatu agama atau kepercayaan seharusnya tidak ternodai oleh penistaan dari siapa pun.

Meski perubahan KUHP belum ideal, polisi semestinya memahami spirit penghapusan pasal penodaan agama tersebut. Karena itu, polisi seharusnya tidak menggunakan pasal penistaan agama yang masih bercokol di undang-undang lain. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.