Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mudarat Kodam di Tiap Provinsi

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Iklan

Editorial Tempo.co

---

PENAMBAHAN Kodam langkah mundur bagi reformasi TNI. Membuat anggaran bengkak dan berbahaya bagi demokrasi.

Rencana Prabowo Subianto membentuk Komando Daerah Militer (Kodam) di setiap provinsi jelas merupakan kebijakan keliru. Langkah tersebut berpotensi menarik tentara masuk terlalu jauh ke dalam urusan keamanan dan penegakan hukum yang menjadi kewenangan polisi.

Selain menjadi bukti kemunduran reformasi TNI yang diupayakan sejak 1998, rencana penambahan dari 15 menjadi 38 Kodam tidak berpijak pada situasi mendesak menyangkut ancaman pertahanan. Bukan hanya itu. Pembentukan Kodam baru berisiko menarik tentara pada urusan-urusan sipil. Ini menimbulkan mudarat karena sama saja mengembalikan dwifungsi TNI.

Pembentukan Kodam juga akan memunculkan pertanyaan satuan teritorial dari matra lain seperti Komando Daerah Militer (Kodamar) TNI AL dan Komando Daerah Udara (Kodau) TNI AU, apakah mereka juga turut dikembangkan mengacu pada administrasi pemerintah daerah. Padahal mandat UU TNI jelas menyebutkan komando teritorial tidak mengikuti struktur administrasi pemerintah. Bila berniat memperkuat pertahanan, TNI seharusnya berfokus menguatkan maritim, bukan membentuk komando teritorial seperti Kodam.

Salah kaprah bila keberadaan Polda di tiap provinsi menjadi rujukan pembentukan Kodam. Sebab TNI dan Polri punya tugas yang berbeda. Polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat memang menjadi bagian kewenangan pemerintah daerah. Sementara TNI, sebagai alat negara, bertugas mempertahankan negara dari ancaman militer serta bersenjata yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Karena itu, strukturnya tidak mengikuti administrasi pemerintah daerah.

Dengan membentuk Kodam di tiap provinsi juga seakan-akan ada ancaman militer yang muncul di tiap daerah. Padahal tidak ada ancaman pertahanan yang mendesak soal itu. Alasan Prabowo bahwa ketiadaan Kodam di satu wilayah membuat TNI absen dalam menangkap pencuri sumber daya alam seperti nikel dan bauksit semakin menunjukkan betapa kelirunya pemikiran mantan Danjen Kopassus tersebut perihal fungsi tentara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lagi pula, cara menghitung kebutuhan personel polisi dan militer di suatu wilayah sangat berbeda. Sebagai contoh, perhitungan kebutuhan polisi bisa dengan mudah menggunakan rumus ideal di satu wilayah: 1 polisi menjaga 300 orang.

Namun perhitungan kebutuhan militer jauh berbeda. Sebab ada alat utama sistem senjata (alutsista) untuk menangani perang dan ancaman dari dalam dan luar negeri yang otomatis mengurangi jumlah personel tentara di suatu daerah. Negara bahkan tak perlu menurunkan prajurit sama sekali ke medan pertempuran seiring semakin efektif dan canggihnya teknologi alutsista.

Di sisi lain, penambahan jumlah Kodam pasti akan mengerek kebutuhan anggaran, mulai dari biaya pembangunan gedung, logistik, gaji tentara hingga biaya operasional setelah Kodam baru beroperasi. Alokasi anggaran Kementerian Pertahanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang naik rata-rata 3,1 persen per tahun sejak 2018 hingga 2022 bisa langsung melambung pada tahun-tahun berikutnya jika rencana penambahan Kodam mulus disetujui.

Tanpa berpijak pada analisis pertahanan yang mumpuni, wajar bila rencana ini memunculkan syak wasangka. Pertama, penambahan Kodam baru ditengarai semata-mata untuk mengakomodir penempatan perwira menengah dan tinggi yang menganggur karena surplus SDM namun minim ketersedian jabatan. Setelah rencana pemerintah membuka jabatan baru bagi tentara di lembaga sipil banyak ditentang, Kodam baru juga bukan solusi yang tepat untuk menampung mereka.

Kedua, penambahan Kodam baru di tengah tahun politik bisa memantik kecurigaan bahwa rencana tersebut untuk menyokong partai politik dan calon tertentu yang berlaga dalam pemilu 2024. Keterlibatan pensiunan tentara dalam tim sukses calon presiden membuat TNI rawan terseret ke dalam urusan politik.

Meski tak lagi menjadi petinggi militer, tak bisa disangkal, para pensiunan ini masih punya pengaruh untuk menekan TNI, termasuk individu-individu di dalamnya. Padahal UU TNI mengharamkan serdadu ikut berpolitik.

Netralitas TNI tidak bisa ditawar lagi. Bukan hanya menabrak rasionalitas ekonomi karena membuat anggaran bengkak, penambahan Kodam baru bisa berbahaya bagi demokrasi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.