Cak Nun yang Saya Kagumi

Kader Nahdlatul Ulama

Emha Ainun Najib atau biasa disapa Cak Nun. ANTARA/Noveradika
Emha Ainun Najib atau biasa disapa Cak Nun. ANTARA/Noveradika

Terlepas dari kontroversi yang sudah menggegerkan jagat Indonesia belakangan ini, budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun adalah tokoh yang saya kagumi. 

Jaya Suprana menyebut tokoh besar asal Jombang itu manusia multi-dimensi. Selain budayawan, dia juga sastrawan, seniman, cendekiawan, dan agamawan. Sebagai penulis, produktifitasnya luar biasa. Lebih dari 70 buku telah diterbitkan. 

Dari dulu, saya menyebutnya Kiai Mbeling. Sejak saya di Jombang pada 1990an awal. Mbeling bukan dalam konotasi negatif, sekadar nakal dan atau tidak taat aturan. Cak Nun, dalam beberapa hal, memang “nakal”. Baca saja tulisan-tulisannya, esainya, puisinya, atau ikuti saja cermahnya, kita akan menemukan kenakalannya. 

Dia selalu punya sudut pandang yang berbeda, tapi bukan asal beda. Cak Nun mengajak kita membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan, dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan. Inilah yang jadi landasannya.

Jadzab vs ngeles

Soal pernyataan yang kontroversial itu, apa merupakan bagian dari kenakalannya? Banyak pihak menyayangkan, tak seharusnya hal itu terucap dari tokoh sekaliber Cak Nun yang kita tahu banyak pengikutnya.  

Mengibaratkan Presiden Jokowi sebagai Fir'aun, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sebagai Haman, dan Anthony Salim sebagai Qarun, bahkan telah dianggap merupakan pelecehan dan penghinaan.

“Itu saya kesambet.” Demikian Cak Nun. Dalam klarifikasi yang dibuat khusus, berdurasi 2 menit 46 detik, dan diberi judul “Mbah Nun Kesambet”, dia jelaskan bahwa apa yang terucap di Majelis Ma'iyah beberapa waktu lalu itu benar-benar tanpa rencana. Di luar kontrol dirinya. 

Namanya juga kesambet, tentu ada kekuatan “lain” yang mendorong. Cak Nun sendiri sudah menjelaskan itu. Di kalangan masyarakat Jawa atau Betawi khususnya, kesambet adalah fenomena biasa sebagaimana dipahami selama ini, karena kerasukan roh jahat atau makhluk halus.

Yang menarik, justru bukan di situ lokus pembahasannya. Tetapi fenomena yang selama ini hanya akrab di kalangan bawah, kini telah menjadi perbincangan dalam skala yang lebih luas, di tingkat nasional. Bahkan kemudian ada yang mengejek dengan menyebut Cak Nun sebagai Bapak Kesambet Indonesia. Di sinilah kelebihannya. Tak sedikit pula yang kemudian justru “ndompleng” popularitas Cak Nun. 

Meskipun kita tahu, sebutan itu hanya bercanda. Namun, “kesambet”-nya Cak Nun jelas bukan sekadar candaan. Dia tidak sedang “ludrukan”, memberi jawaban khas Jombang yang sarat dengan guyonan. Cak Nun serius. Lihat saja mimiknya saat memberikan penjelasan. Jauh beda, tidak seperti ketika sedang di depan jamaahnya, selalu penuh canda tawa.

Namun, jika pernyataan yang dianggap menghina dan melecehkan Presiden (juga yang lainnya) itu merupakan pelanggaran, lalu hukum apa yang bisa menjerat orang kesambet? Ihwal kesambet ini, tentu juga bukan merupakan jurus pengalihan, sekadar untuk menghindar dari segala tututan. 

Cak Nun yang tahu “segala ilmu” itu tentu tidak sedang mengamalkan “ajaran” Casey Stengel (1890-1975), pemain senior dan manajer Bisbol New York Yankes AS. Dia terkenal sering bikin heboh. Tapi diakui, penampilan puncaknya di hadapan Panitia Khusus (Pansus) Senat USA pada pertengahan 1958 tetap menjadi legenda. Apa pasal? Dia tak hanya bikin jengkel. Para senator pun dibuat marah gegara jawaban yang selalu ngelantur kemana-mana. 

Casey mengajarkan seni “bicara banyak tapi tidak ada isinya” jika dia ingin menghindari pertanyaan atau membuat bingung si penanya. Kalau mau, bisa saja dia memberi jawaban yang jelas. Tapi jika cocok sebagai strateginya, secara otomatis, dia akan memberi jawaban dengan bahasa berbelit-belit. Cara inilah yang terkenal sebagai “Stengeles”. Kita kemudian menyebutnya dengan “ngeles”.

Jurus yang umum dipakai para politisi ketika tengah kepepet itu, mana mungkin dipraktekkan Cak Nun. Dia bukan politisi. Berpartai pun tidak pernah sama sekali. Pun ketika berbicara, berbelit-belit bukanlah gayanya. Kita tahulah gaya Jawa Timuran, apalagi Jombang, selalu terbuka. Setiap kata, baik ucapan maupun tulisan, selalu punya makna. Jelas pesannya. 

Yang tepat, Cak Nun itu kiai. Secara keilmuan pun tak ada yang meragukan sama sekali. Maka, ihwal kesambet juga kontroversi pernyataannya itu, akan lebih tepat jika dilihat dalam perspektif Kiai Mbeling. Bahwa perilaku yang aneh, tidak sebagaimana umumnya (khariqul 'adah), bukanlah sesuatu yang luar biasa. Bisa jadi, inilah fenomena “jadzab” yang selama ini juga akrab di lingkungan para sufi.  

Tapi sudah jamak pula, jadzab bukanlah “milik” awam. Sebagai jalan ma'rifatuLlah, ia merupakan jalan khusus yang tak sembarang orang bisa mengamalkannya. Hanya mereka yang “terpilih” yang dapat menempuh jalan khusus ini.  

Namun demikian, menurut kalangan sufi pula, ada tanda-tanda sebagai pembeda: antara jadzab hakiki atau yang sekadar cari sensasi. Apa tandanya? Tak lain, dengan melihat tingkah lakunya setelah kondisi terjaga.

Apakah ia senantiasa berdzikir, beribadah, dan menjauhi urusan keduniaan? Jika ternyata sebaliknya, saat dalam kondisi normal, justru lebih mendekat pada ambisi dan pragmatisme duniawi, maka jadzabnya hanya pura-pura belaka. 

Lemah lembut

Yang menarik, dalam klarifikasinya, Cak Nun juga menjelaskan prinsip dasar bil-hikmah wal-mau'idhatil hasanah yang harus selalu dijadikan pedoman. Bahwa tidak asal benar saja yang diucapkan, tetapi harus baik dan bijaksana. Inilah ajaran utama tentang dakwah sebenarnya. 

Cak Nun juga da'i (pendakwah), tentu sangat memahami dan menguasai persoalan tersebut. Dakwahnya selama ini juga beda, bukan ceramah semata. Dengan prinsip mau'idhatil hasanah, tentu hal baik yang selalu disampaikan. Selain itu, dengan cara yang baik, juga membawa dan menghasilkan kebaikan. 

Prinsip tersebut menjadi sempurna karena dengan hikmah (bil-hikmah) yang melengkapinya. Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili (1932-2015), mufassir kontemporer dari Damaskus, “hikmah” itu juga bermakna "lemah lembut" (layyinan), ketika dia menjelaskan perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun agar menghadap dan menyampaikan pesan kepada Fir'aun (Qs. Thaha: 43-44). 

Jika kepada raja super dzalim, kafir, dan jelas-jelas memusuhi saja diperintahkan menghadapinya dengan kelembutan; apakah kepada pemimpin muslim boleh berlaku sebaliknya, dengan rasa benci dan kemarahan?

Tentu, kita tak pernah melupakan jasa dan peran Cak Nun selama ini, apalagi ketika reformasi. Di akhir pemerintahan Orde Baru, kita tahu, dia termasuk tokoh yang ikut mendorong lengsernya Soeharto. Cak Nun juga mau “menghadap” istana, dan membisikkan kata-kata: “ora dadi presiden ora patheken” yang viral dan menjadi trending topik saat itu. 

Bahkan tiga bulan sebelumnya, dua kali dia ke Cendana, memberikan “advis” khusus agar penguasa 32 tahun itu bisa mengakhiri amanah dengan husnul khatimah. Luar biasa! Betapa saat itu Cak Nun bisa tampil sebagai Musa yang sangat memesona. 

Sebagai pengagumnya, tentu tak berlebihan jika saya punya harapan, Cak Nun akan tetap memesona, kini dan seterusnya.

Kalisuren, 27 Januari 2023




Berita Selanjutnya





Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

1 hari lalu

Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers terkait kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Istana Negara, Jakarta, Jumat 30 Desember 2022. Pemerintah memutuskan untuk mencabut kebijakan PPKM per 30 Januari 2022 berdasarkan kajian-kajian terkait pandemi COVID-19 di Indonesia yang semakin terkendali. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

Pemerintah melarang pejabat negara dan kepala daerah menyelenggarakan buka puasa bersama. Larangan yang telat, dan alasannya pun keliru.


Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

9 hari lalu

Presiden Joko Widodo (tengah) memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 11 Januari 2023. Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

Jokowi menerbitkan instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Mengecewakan


Saatnya Membangkang

11 hari lalu

Peresmian monumen perjuangan Warga Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo memperingati satu tahun pengepungan desa tersebut pada Rabu, 8 Februari 2023. Foto Dokumentasi Gempadewa
Saatnya Membangkang

Menciptakan perasaan tidak berdaya yang luas di khalayak untuk mematikan dorongan melawan merupakan strategi setiap penguasa yang berambisi menjadi tiran.


Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

15 hari lalu

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

Majelis tidak bisa menafsirkan suatu sengketa jika itu diluar dari kompetensi absolutnya, walaupun melekat asas ius curia novit pada hakim.


Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

16 hari lalu

Peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia (World Day Against
Trafficking In Person) 31 Juli 2022. Sumber: dokumen SBMI
Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

Awalnya, Romo Paschal melaporkan dugaan keterlibatan pejabat BIN dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia.


Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

20 hari lalu

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad
Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

Gorontalo memiliki seorang pahlawan nasional Nani Wartabone yang menjadi kebanggan rakyat Gorontalo


Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

23 hari lalu

Sisa kebakaran Depo Pertamina Plumpang. FOTO/Dok/Polri
Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

Kebakaran depo Plumpang seharusnya tidak menelan banyak korban, bila aturan zona aman ditegakkan.


Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

26 hari lalu

Mario Dandy berfoto di Sabana Gunung Bromo dengan mobil Jeep. Istimewa
Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

Harus diakui bahwa gagalnya pendidikan anak disebabkan hilangnya peran "rumah" dalam pendidikan anak.


Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

27 hari lalu

Ilustrasi anak tidur/mimpi buruk. Shutterstock.com
Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

Mereka yang menginjak usia belasan sering kali dianggap memiliki pola tidur yang buruk karena memiliki kesulitan untuk bangun di pagi. Penelitian membuktikan, bahwa alasan biologis memiliki peran yang jarang diketahui khalayak.


Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

29 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono
Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

KKP mengubah sistem pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari pra-produksi ke pasca-produksi.