Editorial Tempo.co
--
Halo, para pejabat kesehatan, bagaimana kabar Anda? Bagaimana kabar balita Anda? Semoga walafiat. Semoga anak-anak Anda tidak termasuk dalam 133 anak yang wafat karena gagal ginjal akut. Itu jumlah kematian sampai Kamis kemarin, 20 Oktober 2022. Andai saja Anda semua cepat tanggap, mungkin anak-anak itu bisa selamat.
Para ibu tidak pernah tahu apa yang terjadi. Mereka tetap menjejali anak-anaknya yang sakit dengan sirop obat. Seperti sebelum-sebelumnya, mereka berharap obat itu menyembuhkan anak-anak. Mereka tidak tahu, sirop-sirop itulah yang diduga menghancurkan ginjal anak-anak mereka.
Memang, penyebab kerusakan ginjal anak-anak ini, yang memicu kematian mereka, belum pasti. Tapi ketika penyakit misterius yang menyerang cukup banyak anak-anak ini muncul, semestinya Anda segera bertindak: menetapkan langkah emergensi dan menyelidiki asal-usulnya.
Yang terjadi, Anda bekerja seperti dalam situasi normal. Tidak ada sense of crisis dalam kebijakan Anda selama beberapa bulan terakhir sejak kegawatan ini merebak. Padahal Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melaporkan 36 anak mengalami gagal ginjal akut pada Agustus lalu. Sebulan kemudian jumlahnya melonjak 78 kasus. Per Kamis, 20 Oktober, tercatat 241 pasien anak gagal ginjal--133 tadi tak selamat. Tentu masih banyak yang tidak tercatat, seperti kematian demi kematian selama pandemi dua tahun ke belakang.
Anda, yang ada di Kementerian Kesehatan, tidak menjalankan peran surveilans penyakit secara patut ketika gagal ginjal akut pada anak-anak muncul dalam jumlah besar dan cepat. Anda, yang ada di Badan Pengawasan Obat dan Makanan, tidak menjalankan tugas mengawasi obat-obatan yang beredar, yang diduga meracuni anak-anak itu, dan menghancurkan ginjal mereka.
Sejak September 2022, Badan Kesehatan Dunia telah mengidentifikasi adanya obat tidak standar di Gambia, negara terkecil di daratan Benua Afrika dan salah satu yang paling melarat di dunia. Obat-obat berbentuk sirop itu, yang berasal dari India, terkontaminasi dietilen glikol dan etilena glikol dalam jumlah yang tidak dapat ditoleransi, yang kemudian malah meracuni dan diduga merusak ginjal anak-anak di sana.
Anda seharusnya sudah tahu itu. Dan, Anda pasti tahu, kontaminasi itu berasal dari politelina glikol, pelarut yang banyak dipakai untuk obat berbentuk sirop dan dijual bebas di sini. Alarm bahaya Anda mestinya meraung menyalakan tanda bahaya. Tapi ke mana Anda? Semestinya Anda segera memeriksa semua sirop yang diduga menggunakan bahan-bahan berbahaya tersebut. Perusahaan-perusahaan farmasi pun perlu diperiksa apakah sudah memproduksi obatnya sesuai dengan farmakope--yang mengatur standar penggunaan bahan obat-obatan dan dosisnya. Dalam kasus Gambia dan India, perusahaan farmasi sengaja menggunakan politelina glikol dan etilena glikol karena murah, daripada propilena glikol yang lebih aman tapi lebih mahal.
Kami telah menyerahkan mandat kepada Anda, untuk menjaga kami dari obat yang berbahaya dan dari ancaman penyakit misterius. Anda yang di Kementerian Kesehatan dan di Badan POM, kami minta jangan mentoleransi praktek-praktek berbaya perusahaan farmasi yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan pasien. Segera cari biang kerok pembunuh anak-anak kami dan hukum seberat-beratnya. Keselamatan anak-anak kami jauh lebih penting daripada perusahaan farmasi yang lancung.
Baca juga: Ini 91 Daftar Obat Sirup yang Dikonsumsi Korban Gagal Ginjal Akut