Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kurang Imajinasi RUU KUHP

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Massa menampilkan poster sindiran untuk pemerintah saat menggelar aksi di sekitar Istana Bogor, Rabu, 6 Juli 2022. Aliansi Bogor tolak RKUHP yang terdiri dari berbagai universitas kota Bogor, kembali menggelar aksi dengan tuntutan dibukanya draft RKUHP terbaru. TEMPO/Muhammad Syauqi Amrullah
Massa menampilkan poster sindiran untuk pemerintah saat menggelar aksi di sekitar Istana Bogor, Rabu, 6 Juli 2022. Aliansi Bogor tolak RKUHP yang terdiri dari berbagai universitas kota Bogor, kembali menggelar aksi dengan tuntutan dibukanya draft RKUHP terbaru. TEMPO/Muhammad Syauqi Amrullah
Iklan

DEMOKRASI memerlukan imajinasi, kata Azar Nafisi dalam The Republic of Imagination yang terbit pada 2014. Ilmuwan politik asal Iran di John Hopkins University Amerika Serikat itu menganalisis mengapa demokrasi di Amerika hidup dan berkembang. Jawabannya adalah budaya warga negaranya dalam membaca sastra yang menumbuhkan imajinasi dan kebebasan berpikir. Demokrasi tanpa imajinasi akan seperti pikiran para penyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Atau dalam penyusunan hukum apa pun. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah acap memakai perspektif yang sempit. Pikiran sempit ini terjadi karena minimnya debat gagasan karena mereka menganggap partisipasi publik tidak penting. Jika pun ada, publik hanya dibatasi pada ahli, pakar, atau mereka yang dianggap mumpuni dalam sebuah bidang. Rakyat kebanyakan—mereka yang terkena imbas beleid-beleid itu—tak punya tempat dalam proses legislasi kita. Bahkan ada kesan, di era pemerintahan Joko Widodo ini, rakyat dianggap sebagai pengganggu proses politik.

Dalam hal RUU KUHP, pemerintah dan DPR hanya mengundang para ahli untuk menyusun naskah akademik hingga membunyikannya dalam lebih dari 700 pasal. Tak heran jika revisi naskah kitab hukum pidana Indonesia ini bertaburan perspektif mengejar warga negara sebagai kriminal. Hukum tak dibuat untuk mencegah kejahatan, melainkan mengedepankan sanksi—seperti polisi di pengkolan yang menunggu kesalahan pengendara untuk menilangnya.

Karena itu ada banyak hal-hal mentah dan wagu dalam RUU KUHP. Misalnya, Pasal 338 tentang ancaman hukuman bagi siapa saja yang menghasut hewan sehingga membahayakan orang lain. Mereka yang memelihara anjing di rumah, lalu melatihnya agar menjaga rumah dari maling, bisa-bisa masuk penjara karena pencuri itu terluka oleh serangan anjing yang sedang berjaga.

Ada banyak pasal aneh di RUU KHUP yang akan dibahas dan disahkan DPR setelah 15 Agustus 2022. DPR menargetkan RUU KUHP yang bolak-balik dibahas sejak 2000 itu bisa sah setelah masa reses satu bulan sejak pekan lalu selesai. Dalam draf yang sudah diserahkan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Omar Hiariej ke DPR, ada 14 masalah krusial yang akan dibahas pemerintah dan DPR, seperti penodaan agama, ilmu sihir, pidana mati, aborsi, perzinaan.

Di luar 14 masalah krusial itu, ada banyak pasal lain yang lentur sehingga tafsirnya bisa dibelok-belokkan sesuka hati para penegak hukum. Misalnya, soal penghinaan kepada lembaga atau menghukum para gelandangan dengan denda Rp 1 juta. Alih-alih mengentaskan kemiskinan dan mendorong pemenuhan hak-hak warga negara, pemerintah lebih senang menghukum mereka karena miskin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hukum seperti ini hanya lahir dari mereka yang tak punya imajinasi, pakar-pakar hukum yang pikirannya berhenti di abad lalu ketika pemerintahan kolonial Belanda membuat hukum pidana dengan semangat memenjarakan penduduk Nusantara. Maka siapa saja yang dianggap menghina Ratu akan dijebloskan ke bui. Padahal, dalam demokrasi modern, menghina Ratu, kepala negara, atau mereka yang berkuasa adalah bagian dari kritik. Demokrasi tanpa kebebasan menghina pejabat publik bukan demokrasi.

DPR dan para pejabat kita tak belajar dari pembahasan UU Ibu Kota Negara yang super kilat. Setelah beleid itu sah, baru mereka paham ada banyak bolong. Bentuk Otorita Khusus pemerintahan Ibu Kota Nusantara dalam UU IKN bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang tak mengakui jenis khusus pemerintahan IKN. Itu karena DPR dan pemerintah hanya mendengar ahli-ahli yang pro percepatan pemindahan ibu kota negara, sesuai ambisi Jokowi.

Pemerintah dan DPR tutup kuping pada pendapat yang kontra. Imajinasi pun menjadi terbatas, termasuk pikiran-pikiran sebaliknya dari rumusan-rumusan yang mereka buat. Maka tak mengherankan jika para ahli hukum hendak menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Jika tiap undang-undang digugat lalu gugur karena perspektifnya keliru, betapa mahal membuat hukum di Indonesia.

Para pakar hukum dan pemerintah serta DPR yang menyewanya mesti paham esensi demokrasi dan pembuatan aturan, yakni partisipasi publik. Menyertakan pendapat yang beragam sekaligus pengakuan bahwa kebenaran ada di mana-mana, termasuk dalam pendapat-pendapat yang tak mereka suka. Karena RUU KUHP akan mengatur hajat hidup orang banyak, seharusnya orang banyak pula yang terlibat membahasnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.


Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

10 Januari 2024

Pemkab Banyuasin menerima penghargaan atas implementasi dalam kesejahteraan ASN melalui Taspen group terbanyak di wilayah kerja PT. Taspen (Persero) kantor cabang Palembang 2023.
Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mendapat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.