Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Main Terabas Rancangan KUHP

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Mahasiswa gabungan dari berbagai Perguruan Tinggi di Banten berunjuk rasa di Jalan Ahmad Yani, Serang, Selasa, 24 September 2019. Mereka bergabung dengan elemen pergerakan lainya menolak pengesahan UU KPK dan rancangan KUHP karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih, demokrasi dan HAM. ANTARA
Mahasiswa gabungan dari berbagai Perguruan Tinggi di Banten berunjuk rasa di Jalan Ahmad Yani, Serang, Selasa, 24 September 2019. Mereka bergabung dengan elemen pergerakan lainya menolak pengesahan UU KPK dan rancangan KUHP karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih, demokrasi dan HAM. ANTARA
Iklan

Editorial Tempo.co

---------------------

Rencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) pada Juli mendatang merupakan sikap bebal pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Bertabur pasal-pasal bermasalah, RUU tersebut mestinya dibahas ulang dengan melibatkan masyarakat. Tanpa itu, sama artinya pemerintah dan DPR menutupi fakta bahwa batalnya pengesahan RUU ini pada 2019 karena derasnya penolakan publik.

Gelagat operasi kilat untuk mengesahkan RUU itu tampak dari keengganan DPR membahas ulang pasal-pasal bermasalah yang sebagian di antaranya diakui oleh Presiden Joko Widodo kala menyetop pengesahan RUU KUHP. Dalam rapat Komisi III pada 25 Mei lalu, mayoritas anggota Dewan menyatakan pembahasan kembali RUU KUHP tak diperlukan lantaran telah diketok dalam pembahasan tingkat I DPR periode 2014-2019.

Pandangan ini jelas keliru. Meski berstatus sebagai ‘RUU operan’, pembahasan lanjutan pasal-pasal kontroversial mutlak dilakukan. Banyak langkah mundur di dalam naskah RUU KUHP yang mengekang kebebasan sipil. Misalkan, masih bercokolnya pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang membuat Indonesia kembali ke era hukum otoriter.

Perubahan delik pada pasal tersebut, dari delik biasa menjadi delik aduan, bukan hal penting. Soalnya bukan pada delik. Sebab, keseluruhan pasal penghinaan penguasa ini jelas kuno. Hanya penjajah yang memakainya. Hanya penguasa yang merasa tak memerlukan rakyat yang hendak menghukum rakyatnya sendiri karena kritik. Apalagi pasal penghinaan presiden ini sudah dihapus Mahkamah Konstitusi pada 2006. KUHP yang bagus di negara demokrasi justru makin nihil pidana politik, bukan sebaliknya.

Tema-tema berbau kolonial dalam RUU KUHP yang seharusnya diperbaiki untuk mengikuti perkembangan zaman, justru dilestarikan. Pemerintah dan DPR berkeras mengesahkan RUU yang mengabaikan hak-hak asasi manusia dengan mempidanakan penodaan agama, hidup bersama tanpa pernikahan, hingga pidana berbasis orientasi seksual seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para pembuat hukum kita tak hanya kian konservatif, tapi bahkan hendak membunuh kemajemukan Indonesia. Mereka hendak menegakkan hukum yang berangkat dari pemikiran tunggal atau menginginkan keseragaman dengan memberangus perbedaan, ketika kini pemikiran dan konsep-konsep keberagaman berbasis hak asasi manusia kian maju.

Para legislator barangkali mesti diajarkan prinsip-prinsip dasar menyusun sebuah undang-undang. Pertama, pengaturannya tidak boleh sewenang-wenang, adil, dan tidak membuka celah untuk disalahgunakan oleh kekuasaan. Kedua, aturan di dalam undang-undang harus sangat terbatas pada hal-hal yang diperlukan untuk mencapai kebaikan publik, bukannya untuk menambah kekuasaan negara atau rezim.

Sedangkan prinsip ketiga ialah, dampak negatif dari pembatasan yang ditetapkan sebuah produk legislasi tidak boleh lebih besar daripada manfaatnya bagi masyarakat. Ambil contoh, menghukum orang hanya karena menulis pesan di media sosial dampaknya negatifnya lebih besar daripada pelanggaran prinsipil atas hak-hak orang lain yang terjadi.

Perlu diingat, pasal-pasal kontroversial yang menjadi ganjalan di 2019 sarat dengan muatan upaya penertiban dan penyeragaman yang luar biasa dari pemerintah. Penggiat hukum menyebutnya dengan istilah pedas: “lebih kolonial daripada KUHP warisan kolonial.” Istilah itu benar belaka. Bayangkan, KUHP yang dulu diboyong pemerintah kolonial Belanda ke Hindia Belanda pada 1915 untuk menindas pribumi, justru direproduksi saat ini. Mestinya, pemerintah dan legislator membawa paradigma baru, seperti penghapusan hukuman mati, penghilangan pasal penodaan agama, dan penghinaan kepada pemerintah.

Berkaca pada masih bercokolnya semua pasal-pasal bermasalah tersebut, pengesahan terburu-buru RUU KUHP harus dicegah. Libatkan publik dalam pembahasan ulang. Buka draf akhir rancangan yang sampai sekarang masih disimpan rapat-rapat oleh pemerintah. Jangan sampai pola politik hukum yang lazim di era pemerintahan Presiden Jokowi, seperti pembahasan dan pengesahan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Ibu Kota Negara, dan UU Cipta Kerja yang senyap dan tiba-tiba, terulang. Kita tidak ingin cara ‘mengendap-endap dalam gelap’ itu dilanggengkan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.