Editorial Tempo.co
---
JIKA kelak Inspektur Jenderal Remigius Sigid Tri Hardjanto terpilih sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, makin benarlah anggapan soal adanya “dwifungsi” Kepolisian Republik Indonesia. Personel Polri telah merambah ke banyak instansi dan mengisi jabatan penting. Kesan bahwa mereka adalah kepanjangan tangan kepolisian di berbagai institusi sulit ditangkis.
Remigius Sigid lulus tes administrasi serta penulisan makalah dalam seleksi calon anggota Komnas HAM periode 2022-2027. Memang, Sigid harus melewati tiga tes lagi dan belum tentu lolos menjadi komisioner. Undang-Undang Hak Asasi Manusia pun memberikan peluang bagi personel Polri untuk menjadi anggota Komnas HAM. Tapi seandainya kelak Sigid terpilih, objektivitas penelitian dan independensi penyelidikan Komnas HAM, khususnya yang menyangkut kepolisian, bakal mengundang banyak pertanyaan.
Polri merupakan institusi yang paling sering diadukan dalam dugaan pelanggaran hak asasi. Komnas HAM menerima 661 aduan terhadap polisi pada 2021, terbanyak dibandingkan terhadap institusi lain. Belang itu terus berlanjut hingga tahun ini. Hingga akhir Mei lalu, Komnas HAM sudah menampung 303 laporan tentang Polri. Sulit berharap kasus-kasus tersebut tuntas jika ada “orang dalam” kepolisian di Komnas HAM.
Demi menjaga independensi Komnas HAM, panitia seleksi harus mempertimbangkan rekam jejak dan asal-usul calon komisioner. Membuka proses tes setransparan mungkin dan melibatkan partisipasi publik adalah keharusan. Jangan sampai komisioner terpilih justru membuat penegakan dan perlindungan hak asasi menjadi tumpul. Potensi konflik kepentingan harus dihindari sejak awal dengan menapis kandidat dari institusi yang paling sering diadukan ke Komnas HAM.
Meloloskan Remigius Sigid sebagai anggota Komnas HAM akan menegaskan Indonesia sudah menjadi negara polisi. Lewat jabatan publik yang diisi polisi, negara seolah-olah sedang mengawasi dan mencampuri kehidupan rakyatnya di berbagai bidang. Di negara polisi, penguasa menggunakan kekuatan polisi demi mempertahankan kekuasaannya.
Gejala awal itu patut diwaspadai. Sebelum Remigius Sigid ikut seleksi komisioner Komnas HAM, koleganya sudah menduduki jabatan publik di luar Polri. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Komisaris Jenderal Andap Budhi Revianto dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Inspektur Jenderal Reynhard Silitonga masih berstatus polisi aktif kendati bertugas di kementerian. Akan halnya Komisaris Jenderal Bambang Sunarwibowo yang kini menjadi Komisaris PT Aneka Tambang. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri pun tetap menyandang pangkat komisaris jenderal sampai pensiun pada 2021. Nama-nama tersebut hanyalah contoh yang mengemuka. Jumlahnya bertambah jika perwira lain dan pensiunan jenderal polisi juga dihitung.
Karena itu, panitia seleksi harus menolak Remigius Sigid. Bukan hanya untuk mencegah tumpulnya Komnas HAM kelak jika ia terpilih, tapi juga demi turut mengerem republik ini menjadi negara polisi.
Baca juga: Remigius Sigid Calon Komisioner Komnas HAM, KontraS: Bisa Konflik Kepentingan