Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

24 Tahun Reformasi: Menolak Kekerasan, Merawat Kebebasan Berekspresi

image-profil

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

image-gnews
Mahasiswa Universitas Trisakti menyalakan lampion dan menabur bunga saat aksi malam gelora  di Tugu 12 Mei Reformasi, Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Rabu 11 Mei 2022. Aksi tersebut untuk memperingati  24 Tahun tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang menelan korban empat orang mahasiswa Trisakti saat memperjuangkan reformasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Mahasiswa Universitas Trisakti menyalakan lampion dan menabur bunga saat aksi malam gelora di Tugu 12 Mei Reformasi, Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Rabu 11 Mei 2022. Aksi tersebut untuk memperingati 24 Tahun tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang menelan korban empat orang mahasiswa Trisakti saat memperjuangkan reformasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Iklan

“Kami sudah lelah dengan kekerasan.”

Pernyataan mendiang Munir Said Thalib tersebut mewakili kegelisahan banyak orang yang menyaksikan kekejian rezim Orde Baru. Demi melanggengkan kekuasaan, pemerintahan Soeharto fasih menggunakan cara-cara bengis, salah satunya melalui pembungkaman pendapat. Seseorang atau kelompok yang dinilai memiliki pandangan dan ekspresi anti-Orde Baru dilarang bersuara, diculik, bahkan dibunuh.

Baca Juga:

Dengan demikian, pernyataan Munir di atas tidak hanya mencerminkan kenyataan yang getir, namun juga harapan terlahirnya Indonesia yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), termasuk kemerdekaan mengutarakan gagasan. Kebebasan dan penghentian kekerasan lantas menjadi dambaan gerakan rakyat pada 1998: reformasi.

Namun, 24 tahun pasca-kelahiran gerakan reformasi, apakah Indonesia sudah benar-benar menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, terutama hak kebebasan berpendapat tanpa ancaman?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan awali dengan menyoroti beberapa capaian sebelum menunjukkan sejumlah catatan dan saran perbaikan kepada Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya.

Asa untuk Kebebasan Berekspresi

Setelah Soeharto lengser, pemerintah mengesahkan beberapa peraturan ramah HAM, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pemerintah juga sepakat mengadopsi standar-standar HAM internasional, seperti ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada 2005. Kedua peraturan ini secara gamblang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pemikiran.

Berbagai peraturan yang digunakan Orde Baru untuk membatasi ekspresi pun dicabut. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi pada 1999.

Di lembaga penegak hukum, beberapa peraturan baru yang kental nilai-nilai HAM diperkenalkan. Contohnya, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa yang mewajibkan kepolisian melindungi, mengayomi, dan melayani penyampaian pendapat di muka umum.

Cita-Cita Reformasi yang Ambruk

Upaya-upaya di atas memberi sinyal positif kepada masyarakat yang sudah lelah dengan kekejaman. Sayangnya, kemajuan yang diharapkan belum menyeluruh.

Beberapa peraturan usang, bermasalah, dan memberangus ide masih dipertahankan, seperti pasal-pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Ada pula peraturan-peraturan baru yang tidak sejalan dengan HAM. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), misalnya, kerap digunakan untuk membatasi ekspresi-ekspresi damai, bahkan penelitian ilmiah. Menurut SAFEnet, pada 2020 saja terdapat 64 kasus pemidanaan warganet yang menggunakan UU ITE. Bayangkan berapa besar jumlah kasus penyalahgunaaan UU ITE jika ditambah dengan tahun-tahun lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, penindasan berlanjut. Catatan Hari HAM 2021 (CahaHAM 2021) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), misalnya, menemukan setidaknya 150 dugaan kasus kekerasan yang berkaitan dengan situasi kebebasan berekspresi. Kepolisian menjadi terduga pelaku kekerasan terbanyak dengan jumlah 100 kasus yang meliputi pelarangan dan pembubaran paksa unjuk rasa damai, penangkapan sewenang-wenang peserta demonstrasi, penganiayaan, dan lain-lain.

Cara-cara pembungkaman baru juga muncul. CahaHAM 2021 KontraS menemukan setidaknya 42 kasus serangan digital yang ditujukan kepada masyarakat dalam bentuk peretasan, penyebarluasan informasi pribadi tanpa persetujuan, intimidasi, dan bentuk serangan siber lainnya.

Walhasil, tanda-tanda kemajuan yang sempat dijanjikan di awal reformasi kini seolah ambruk. Sehingga, jawaban atas kegelisahan di atas adalah: Indonesia belum benar-benar menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, dan kita belum menikmati kebebasan berekspresi yang hakiki.

Langkah-langkah Merawat Kebebasan

Saya percaya bahwa merawat kebebasan dan menolak kekerasan patut selalu diupayakan. Lagi pula, menjunjung tinggi demokrasi dan HAM akan memberi lebih banyak keuntungan daripada kerugian bagi para pemimpin negara ini.

Pemerintah dapat memulai dengan menghentikan segala bentuk ancaman pidana terhadap orang-orang yang menyatakan pendapat secara damai. Gagasan ini dapat diikuti dengan membebaskan orang-orang yang dipenjara hanya karena berekspresi secara damai. Jika saran-saran ini diterima, pemerintah setidaknya dapat mencegah bertambahnya masalah yang terkait dengan penjara yang sudah sumpek.

Lebih jauh lagi, pemerintah dapat mencabut atau merevisi peraturan yang menimbulkan ketakutan untuk berpendapat, seperti UU ITE. Jika masyarakat mampu berekspresi tanpa rasa takut, keterlibatan publik dalam proses perumusan kebijakan dapat meningkat. Peningkatan partisipasi tersebut, walhasil, dapat mengurangi beban kerja pemerintah dan menghindari risiko-risiko ketidakpuasan yang dapat berujung pada ketidakstabilan.

Bila pemerintah melakukan saran-saran di atas segera dan tanpa syarat, saya percaya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah akan meningkat.

Kita Lelah dengan Kekerasan

Dapat disimpulkan bahwa meski 24 tahun setelah reformasi terdapat beberapa kemajuan demokrasi dan HAM, pekerjaan rumah kita juga masih banyak. Di arena kebebasan berpendapat saja, masih ada peraturan lama dan baru yang menindas ekspresi damai dengan cara-cara lawas dan anyar. Aparat penegak hukum pun laksana belum siap membenahi diri.

Namun, upaya-upaya merawat kebebasan dan menolak kekerasan tidak boleh berhenti. Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret, seperti menghentikan kriminalisasi, membebaskan tahanan nurani (prisoner of conscience), dan merevisi UU ITE, demi mewujudkan Indonesia yang lebih manusiawi.

Karena—sedikit memodifikasi pernyataan Munir di awal tulisan—sejatinya kita semua sudah lelah dengan kekerasan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.