Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jangan Setengah Hati Mengusut Pelanggaran HAM Berat Paniai

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Kumpulan menara batuan Karst di kawasan rawa Danau Paniai, Papua (18/10/2016). Danau seluas 14.500 hektar ini merupakan salah satu danau terindah dalam konferensi danau se-Dunia yang dihadiri 157 negara di India pada tahun 2007. Tempo/Rully Kesuma
Kumpulan menara batuan Karst di kawasan rawa Danau Paniai, Papua (18/10/2016). Danau seluas 14.500 hektar ini merupakan salah satu danau terindah dalam konferensi danau se-Dunia yang dihadiri 157 negara di India pada tahun 2007. Tempo/Rully Kesuma
Iklan

Editorial Tempo.co

LANGKAH Kejaksaan Agung menetapkan tersangka pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Kabupaten Paniai, Papua, pada 2014 lalu merupakan langkah maju setelah sebelumnya sempat tersendat. Namun upaya hukum ini tentu tidak boleh berhenti pada satu tersangka saja, seorang perwira penghubung yang bertugas di Komando Distrik Militer Paniai.

Upaya melokalisasi kasus dan menjadikan satu tersangka sebagai kambing hitam atas seluruh rangkaian insiden brutal tersebut tidak boleh terjadi. Penyidik kejaksaan jangan terlalu cepat membuat konstruksi hukum bahwa kejadian penembakan yang menewaskan lima warga Paniai hanya karena karena tak ada pengendalian efektif dari komandan militer. Jika kesimpulan dini dipakai, sulit menjerat para pelaku kejahatan HAM berat ini.

Paling dekat, jika konstruksi hukum ini yang dipakai, komandan militer yang mestinya bertanggung jawab penuh hanya bisa dijerat sanksi ringan karena abai mengendalikan pasukannya. Padahal, penyidik kejaksaan harusnya menggali kemungkinan adanya komunikasi antara komandan di lapangan dengan atasan di Kodam XVII/Cendrawasih hingga Markas Besar TNI di Jakarta.

Apalagi merujuk kesimpulan penyidikan Komnas HAM yang mendapati bahwa anggota TNI yang harus bertanggung jawab adalah struktur komando di Enarotali hingga Kodam XVII/Cendrawasih, yang bertugas saat insiden Paniai terjadi. Walhasil, sungguh ganjil jika kasus ini berhenti pada satu orang tentara saja.

Baca Juga:

Agar pengusutan ini lebih akuntabel, Kejaksaan Agung mesti bekerja lebih transparan. Caranya, dengan membuka semua proses penyidikan perkara ini dengan melibatkan Komnas HAM, yang sudah jauh lebih dulu menginvestigasi pembunuhan keji terhadap warga sipil ini.

Upaya ini penting karena sedari awal sudah ada kesimpangsiuran sikap pemerintah dalam insiden berdarah ini. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut insiden itu terjadi secara tiba-tiba, tidak terstruktur, dan tak sistematis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyataan Moeldkoko ini sangat berjarak dengan janji Presiden Joko Widodo selama ini. Beberapa hari setelah insiden Paniai terjadi atau tak lama setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden pada 2014 lalu, ia berjanji akan menuntaskan pengusutan kasus Paniai. Tujuh tahun berlalu, janji itu belum tunai.

Jokowi juga sempat berjanji kasus Paniai harus menjadi insiden pelanggaran HAM terakhir di Papua. Faktanya, janji-janji tingga janji, karena setelahnya rentetan peristiwa pelanggaran HAM masih terus terjadi di Papua. Keadaan ini memang mendorong Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengubah pendekatan dalam menangani konflik Papua supaya lebih humanis. Tapi pendekatan humanis ini tak akan berarti ketika kebijakan pemerintah pusat belum terang dan jelas dalam mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua.

Kasus Paniai ini hanya satu contoh buruknya penanganan perkaran HAM berat. Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat temuan Komnas HAM, yang hingga kini belum diusut oleh pemerintah. Ada kecenderungan hanya kasus Paniai yang akan didorong penyelesaiannya secara yudisial. Kasus pelanggaran HAM berat lainnya akan didorong lewat non-yudisial karena terjadi sebelum Undang-Undang Pengadilan HAM dibuat pada 2000.

Pemerintah seharusnya tak mencari legitimasi untuk menyelesaikan perkara HAM berat masa lalu secara non-yudisial. Meminta pendapat DPR tentang kecukupan bukti seperti yang diutarakan sebelumnya oleh pemerintah merupakan langkah keliru. Kewenangan DPR hanya mengusulkan pembentukan pengadilan HAM ad-hoc, bukan menganalisis kecukupan bukti.

Di separuh sisa waktu pemerintahan periode keduanya, Jokowi tak perlu banyak berjanji lagi dalam menangani pelanggaran HAM masa lalu. Saatnya Jokowi merealisasikan janji-janjinya dengan membuat terobosan dengan membentuk tim independen untuk setiap pelanggaran HAM berat. Biarkan tim itu bekerja secara leluasa dan memastikan temuan mereka diproses hingga ke pengadilan, tanpa ada intervensi dan kompromi politik.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

44 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

44 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.