Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kasus Laporan Luhut: Bebaskan Haris dan Fatia dari Jerat Tersangka

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat mencari makan jelang pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022. Seperti diketahui, pagi ini, sekitar pukul 07.45 WIB, sejumlah polisi mendatangi kantor Haris dan kediaman Fatia Maulidiyanti. Mereka hendak menjemput paksa keduanya untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara mereka dengan Luhut. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis mengatakan, penjemputan itu dilakukan lantaran Haris dan Fatia sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan yang mereka anggap tak patut dan wajar. TEMPO/Subekti.
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat mencari makan jelang pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022. Seperti diketahui, pagi ini, sekitar pukul 07.45 WIB, sejumlah polisi mendatangi kantor Haris dan kediaman Fatia Maulidiyanti. Mereka hendak menjemput paksa keduanya untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara mereka dengan Luhut. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis mengatakan, penjemputan itu dilakukan lantaran Haris dan Fatia sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan yang mereka anggap tak patut dan wajar. TEMPO/Subekti.
Iklan

Editorial Tempo.co

------------

Penetapan tersangka Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mengindikasikan polisi bukan tengah menegakkan wibawa hukum dan keadilan, tapi lebih terkesan menjadi alat kekuasaan. Mengkritik pemerintah---apalagi menggunakan hasil riset---bukan hanya bagian kebebasan berekspresi, tapi juga dilindungi undang-undang.

Pemberian status tersangka untuk Direktur Lokataru dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tersebut merupakan tindakan kebablasan. Polisi semestinya menutup kasus yang berawal dari laporan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tersebut sejak awal. Apalagi, aturan yang digunakan menjerat keduanya adalah pasal pencemaran nama Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ini adalah pasal karet yang kerap dipakai penegak hukum untuk membungkam pengkritik penguasa.

Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) dengan tuduhan pencemaran nama atas tayangan video yang disiarkan di YouTube. Dia juga menggugat perdata keduanya Rp 100 miliar. Video tersebut berjudul: Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga ada!! Di video itu, mereka sejatinya hanya menyampaikan hasil riset sejumlah organisasi masyarakat sipil yang metodenya ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Riset yang dimaksud berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.

Riset yang digarap para aktivis lingkungan dan pembela hak asasi manusia (HAM), termasuk Kontras yang dipimpin Fatia, itu menyoroti bisnis tambang emas di Intan Jaya, Papua. Salah satu temuannya adalah dugaan Luhut terafiliasi dengan perusahaan pemegang izin tambang emas di Sungai Derewo, Intan Jaya. Luhut, yang kerap mengklaim sebagai orang yang menjunjung tinggi budaya demokrasi, semestinya cukup merespons tuduhan itu dengan menunjukkan bukti kepada publik, bahwa dia tak terlibat dalam bisnis tambang seperti temuan riset yang diangkat Haris dan Fatia dalam tayangan videonya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukan hanya berlebihan, langkah Luhut melaporkan keduanya ke Kepolisian bisa dianggap sebagai bentuk kriminalisasi atas kebebasan berekspresi dan berpendapat. Diskusi hasil riset yang disampaikan Haris dan Fatia juga bukan kategori tindak pidana. Pasal 310 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan surat keputusan bersama perihal dugaan tindak pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik poin 3 (c) untuk Pasal 27 ayat 3 mengatur bahwa semua bentuk ekspresi yang menyangkut riset, kajian, penilaian, kritik, dan evaluasi merupakan kepentingan publik. Luhut juga pejabat negara yang kerjanya harus diawasi publik. Sehingga melaporkan keduanya ke polisi dan menggugat perdata mereka adalah tindakan keliru.

Penetapan tersangka dua aktivis itu bertolak belakang dengan janji Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketika itu, Listyo Sigit berjanji tidak menjadikan polisi sebagai alat kekuasaan. Dia mengatakan polisi akan mengedepankan penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan dan persuasif. Bahkan Kapolri sudah mengeluarkan Surat Edaran SE/2/11/2021 agar anggotanya mengedepankan keadilan restoratif untuk laporan kasus pencemaran nama berkaitan dengan UU ITE dan kebebasan berekspresi.

Apa yang terjadi pada Haris dan Fatia, adalah preseden buruk dan ancaman serius bagi demokrasi. Bukan tidak mungkin ke depan pejabat pemerintah kian getol mempidanakan para pengkritik penguasa. Dengan menggunakan Undang-Undang ITE, siapapun yang berseberangan dengan pemerintah bisa dengan mudah dipidana. Apalagi ketika penegak hukumnya beranggapan lebih penting melayani pejabat ketimbang melindungi masyarakat. Situasi kian membahayakan karena saat ini banyak elit yang memiliki budaya demokrasi rendah sehingga bersikap antikritik dan hobi mengadu ke polisi. Tak berlebihan rasanya jika menyebut Luhut masuk kategori ini.

Belum terlambat polisi menganulir penetapan tersangka Haris serta Fatia dan segera menutup kasus tersebut. Terlalu mahal harganya jika kita mengorbankan demokrasi hanya demi menyenangkan seorang menteri.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

10 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


32 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.